1. Ibu Negara

4.8K 369 104
                                    

"Pergi berapa lama Pa?" tanya Zakia kepada suaminya.

"Paling lama dua minggu Ma, nanti Papa kabari lagi." Aariz menjawab.

Zakia menuntun koper besar yang akan dibawa oleh suaminya, segala keperluan itu sudah dia siapkan segala rupa untuk mempermudah mobilitas suaminya. Bisnis trip seperti ini memang sering dilakukan, tidak mengherankan karena posisi pekerjaan suaminya yang merupakan puncak tertinggi jabatan di sebuah perusahaan. Oh tidak, suaminya hanya pegawai seperti yang lainnya, bukan owner ataupun founder, bedanya hanyalah dia paling atas dalam rantai jabatan.

Terkadang Zakia ingin ikut, tapi seringnya keinginan itu dia tepis saja. Suaminya sedang pergi bekerja dan kehadirannya bisa mengganggunya. Aariz menggunakan fasilitas dari kantor dengan CC VIP yang dipegangnya. Rasanya etika hilang kemana kalau dia memutuskan ikut dan memakai apa yang bukan haknya. Sebaiknya memang dia di rumah saka, mengawasi putranya yang sudah mulai remaja.

"Newa pastinya sudah tidur," ucap Zakia ketika suaminya memasuki kamar putranya.

Memang Newa tidur, tapi suaminya tetap saja masuk dan mencium kening remaja itu lama sekali. Mereka memang bapak dan anak, meninggalkannya meski untuk alasan pekerjaan tentu saja orang tua akan merasa berat. Zakia melihat itu semua dengan hati berbunga bahagia, syukur berulang kali dia panjatkan kepada Tuhan, keluarga kecilnya ini kayaknya anugerah dan syurga dunia. Putranya yang manis dan penurut, juga suami tampan yang sayang dengan keluarga. Nikmat mana lagi yang akan didustakan.

"Mama, Papa pergi dulu. Jaga diri baik-baik ya." Aariz mencium kening istrinya dengan penuh kasih sayang, mendekap erat tubuh hangat istrinya itu.

"Papa hati-hati." Zakia berpesan.

"Tentu saja," jawab Aariz yang menuju mobil dan melambaikan tangan.

Tangan berbalut manset berenda itu membalas melambai pelan sejalan dengan mobil yang juga semakin menjauh dari pandangan mata. Wajah penuh senyum itu masih memandangnya hingga akhirnya mobil yang membawanya lenyap di balik pagar menjulang tinggi. Zakia merapal doa, untuk keselamatan dan kelancaran urusan suaminya.

Zakia kembali ke kamarnya dan meraih laptop, pekerjaannya masih setengah jalan dan satu minggu lagi adalah deadline terjemahan novel itu harus dikirimkan dan dia akan mendapatkan termin terakhir dari pembayaran itu. Zakia bekerja dari rumah saja dan baginya itu sudah cukup untuk segala keperluannya. Dia seharusnya banyak bersyukur.

***

Temannya ini tidak berhenti bicara, segala yang hype dia bahas tuntas sampai gosip terkini. Bagaimana caranya dia membagi fungsi otaknya dengan banyak hal seperti itu. Zakia menyesap lagi tehnya dengan damai sesekali menatap ke arah smartphone di tangan. Notifikasi pembayaran dari perusahaan yang menyewa jasanya untuk menerjemahkan sebuah dokumen itulah yang sangat dia tunggu. Termin terakhir itu nantinya akan Zakia pakai untuk membelikan putranya sebuah laptop baru.

"Liat apa sih kamu?" tanya Zakia kepada Mia, sahabatnya.

"Ini selebgram itu lho, nikah juga dia akhirnya setelah disia-siain sama bule itu. Ikut seneng." Mia terus saja menatap layar smartphone.

"Kamu kayak kurang kerjaan aja, demennya liat begituan Mi," ucap Zakia yang memakan lagi Croffel nya.

"Dia ini influencer yang lagi hype abis, cara dia ngomong tuh asik bener meski dia ngoceh sejam juga aku bakal tahan. Apalagi kalo lagi pajang foto estetik lagi pake barang branded, bikin ngiler." Mia menerawang ke atas berhalusinasi.

"Ngiler doang, pengen punya kayak gitu juga tuh kerja. Ato sana minta laki kamu." Zakia membalas.

"Hubby mana mau kasih duid beli begituan, invest bagi dia mah tanah bukan tas mahal. Mo kerja juga aku nih bisanya apa yah, yaudah...pasrah aja akutu." Mia menyahut lemah.

Zakia menggeleng perlahan, memang banyak di antaranya yang terpengaruh dengan influencer yang ada di social media saat ini. Sebagian dari mereka memang membagikan hal yang bermanfaat, tapi ada juga yang hanya menampilkan gaya hidup hedon dan menampilkannya ugal-ugalan demi mendapatkan pengakuan. Padahal apa bagusnya kalau dianggap kaya, orang hanya akan memuji sebentar lalu akan larut kembali dengan aktivitas masing-masing. Itu sangat biasa.

"Ehh, sweet banget sik dia bagiin foto nikahan. Sayang wajah lakinya ditutupin, padahal kan kepo." Mia scroll lagi smartphone di tangan.

"Privasi kali Mi, kan gak semua hal kudu dibagi ke publik." Zakia menyahut lagi.

Mia masih juga menelusuri postingan ige dari influencer tadi, beragam foto yang estetik benar-benar mencuri perhatiannya dan menjadikannya terkagum-kagum. Mia menginginkan deretan tas mewah seperti itu, sepatu hak tinggi yang siapa tahu bisa sedikit menolong tinggi badannya. Dan liburan ke tempat eksotis bersama pasangan, selebgram ini memang membuat iri. Suaminya lebih memilih mengurus urusan kantor daripada menemani istrinya piknik.

"Ehhh dia live, astagah seger bener wajahnya. Pantes aja bisa dapet laki kaya." Mia menggumam.

"Apa bagusnya sih dia? Dipuji mulu heran, sini coba liat." Zakia menggeser badannya lebih mendekat kepada Mia.

"Glowing itu pipi astagaaaa, yaiyalah perawatan kulit aja ngakunya di klinik Cantik Serbaguna. Sepaket puluhan juta." Mia memuji penampilan si selebgram itu.

Baiklah dia memang cantik dan kulitnya bersih, tubuh dan wajah terawat memang berbeda dengan yang tidak. Dan lagi dia adalah selebgram yang mana pastinya penampilannya memang nomor satu. Kamar yang dipakai untuk live juga terlihat girly dan manis. Di sana berderet make up dari berbagai brand juga parfum yang tidak hanya satu. Dan ada kunci mobil berlogo tiga bintang yang langsing tergeletak di antara bedak juga serum, dengan gantungan kunci yang...

"Mi pinjem hemponnya bentar...!" Zakia merebut smartphone Mia.

"Ehhh alussss, baru selapanan nih hempon aelaaaa." Mia bersungut.

Gantungan kunci itu.

Kunci mobil dengan logo itu ada berapa puluh ribu orang yang memilikinya, tapi gantungan kunci itu jelas tidak. Zakia menatap lekat layar smartphone itu, memandangi kunci mobil dengan gantungan yang terbuat dari kulit binatang dan charm perak yang terdiri dari dua huruf, A dan Z. Charm itu hanya ada satu di dunia, dengan huruf bergrafir namanya juga nama suaminya. Mereka memesan itu waktu berlibur di Yogyakarta dan menemui pengrajin perak. Kenapa gantungan kunci milik suaminya di situ, bukankah mas Aariz sedang melakukan bisnis trip selama dua minggu.

Zakia meraih smartphone miliknya dengan banyak pertanyaan menggelembung di kepalanya. Bagaimana bisa kunci mobil itu berada di sana, apakah mungkin selebgram itu menikah dengan sopirnya. Tidak mungkin, bukankah dengan jelas tadi disebutkan bahwa dia telah menikahi seorang pria kaya kemarin. Lalu pria itu siapa, pertanyaan demi pertanyaan mencuat dengan cepat. Tapi Zakia berusaha tenang dan mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Dengan hari gemetar Zakia menghubungi nomor suaminya.

"🎷🎺🎸🎻🎼"

Live ige sang selebgram itu terjeda sebentar dengan bunyi nada panggil. Napas Zakia mulai terasa sesak, nada itu yang biasanya dipakai oleh suaminya, bagaimana ada juga smartphone dengan nada dering yang sama di sana. Jantungnya berdebar mengalahkan malam pertama, telapak tangannya mendingin berusaha mengelak dari segala kemungkinan dan kebetulan yang sempurna ini.

"Aaaaah wait a minute...kalian tahu kan bagaimana life after married itu kayak apa...Honye, ada telepon...!" seru selebgram itu di tengah live nya.

"Ya Honye, siapa?" suara seorang pria terdengar meski penampakannya tidak on frame.

"Ibu Negara," jawab si selebgram.

"Please pass it for me," kata sang pria.

Tampak selebgram itu menyerahkan smartphone itu ke sebelah kanannya yang tidak terjangkau oleh kamera. Zakia semakin gemetar, suara itu mirip sekali dengan suara mas Aariz. Dan kebetulan apalagi ketika Zakia menelpon smartphone suami si selebgram juga berbunyi, nada dering sama. Kepala Zakia berputar tidak karuan dengan segala prasangka buruk.

"Halo Ibu Negara, apa kabar sayang?" sapa Aariz.

Duaarrrr ... !

***

Love In BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang