Zizi hanya melongo ketika melihat kakaknya pulang dengan membawa tas yang berisi banyak lembaran. Rekening baru itu sudah dibuat kemarin lusa dan sudah bisa dipergunakan. Membawa cash sebanyak ini memang agak berbahaya tapi tidak ada pilihan lain. Untung saja Zizi juga tidak bodoh dan bisa dipercaya. Sebagian uang itu diinvestasikan dalam bentuk tanah atas nama adiknya, titip dulu. Sebagian uang itu dimasukkan ke dalam rekening juga deposito jangka pendek.
Dalam hati Zakia lega, setidaknya bila nanti dia bercerai dengan suaminya, membesarkan Newa dan memberikan pendidikan yang layak sudah bukan masalah lagi, meskipun nanti pastinya ada alimoni yang bisa dia pakai untuk menopang hidup juga membayar semua kebutuhan putranya. Tanah itu hanya sebagai bentuk lain saja agar jumlahnya bisa terbagi dan nilainya tidak menyusut nanti apabila terkena inflasi.
Semua uang itu adalah penghasilan Zakia selama belasan tahun sebagai penerjemah profesional. Jumlahnya tidak bisa dibilang sedikit, tentu tidak rela hasil jerih payah itu dinikmati oleh siluman ular bulu itu dengan percuma. Bukankah penghasilan istri itu adalah milik istri, jadi bukan masalah kalau Zakia memakai uang itu untuk keperluannya sendiri. Sebentar lagi dia akan menjadi janda, membesarkan Newa butuh biaya yang tidak sedikit juga. Apalagi kalau selepas SHS dia memilih sekolah di luar, kos untuk satu tahunnya bisa ratusan juta.
"Mbak ini tumben," komentar Zizi heran.
"Punya duid itu kudu diinvestasikan Zi, kebetulan tu ada tanah lokasi bagus. Bisa buat bangun ruko trus disewain." Zakia menjawab iseng.
"Lah itu pake titip duid banyak, deposito atas nama aku juga?" tanya Zizi.
"Dibilang untuk tabungan sekolahnya keponakan kamu Zi, tau sendiri kan sekolah Newa itu setahunnya berapa? Dia sekolah di intercultural school, ngabisin duid." Zakia beralasan.
"Gitu ya Mbak?" tanya Zizi sedikit paham tapi tidak sepenuhnya.
Yang dikatakan mbaknya memang benar, sekolah Newa itu mahalnya tidak ketulungan. Mempersiapkan uang pendidikan itu memang seharusnya dilakukan agar pendidikannya terjamin. Meski agak heran juga kenapa tidak disimpan sendiri, bukannya mbaknya ini urusan uang agak disiplin, kemungkinan uangnya terpakai untuk yang tidak perlu itu sedikit sekali.
Penampilan kakaknya saja termasuk biasa saja untuk ukuran seorang istri direktur, meski terlihat classy tapi itu bukan benda yang masuk dalam deretan luxury things ataupun sebuah gaun dari haute couture. Zakia selalu merendah kalau suaminya hanya karyawan saja meski posisinya paling tinggi, dia sekeluarga tidak pernah over spending hanya untuk gaya hidup dan hidup penuh gaya.
"Zi, gak usah bilang siapa-siapa ya," kata Zakia kemudian.
"Kenapa emang Mbak?" tanya Zizi heran.
"Namanya tabungan rahasia gimana sih? Kalo mama tahu nanti banyak tanya, kalo mas kamu tahu nanti kamu malah ditanya macem-macem." Zakia menjawab.
"Mas Aariz gak tau emang? Gak apa-apa emang?" tanya Zizi bingung.
"Itu duid nya Mbak kok Zi, mas Aariz juga gak pernah nanya Mbak punya duid berapa dari kerjaan Mbak," jawab Zakia.
"Gitu yak, beres deh." Zizi lega.
"Nih duid buat kamu, upah nih udah mau dititipin. Mayan tu bisa buat ganti hempon." Zakia menyodorkan beberapa puluh lembar uang merah.
"Serius nihhh?" tanya Zizi senang.
"Serius lhaa, mayan tuh buat beli tipe promagh 14." Zakia mesem.
"Apaan promagh 14, belom keluaaar ... !" seru Zizi kesal.
"Eh belom yakk? Yodah tungguin aja." Zakia menjawab dengan santuy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Between
RomanceAda ribuan kisah tentang pengkhianatan cinta dalam rumah tangga. Tidak menyangka, kisah Zakia menjadi salah satunya. Bukan, di sini dia tidak akan mengemis cinta dari Aariz suaminya. Lelaki hanya diperjuangkan hanya ketika dia layak. Selebihnya, bi...