13. Klik 'Start'

1.9K 263 61
                                    

Meski tahu tangisnya sia-sia, tapi tetap saja dia ingin menumpahkan airmatanya. Entah apa yang dia ingin tangisi lagi, yang pasti Zakia hanya ingin menangis. Foto-foto yang diberikan oleh pak Sandy itu sekali lagi merobek hatinya. Padahal Zakia sudah menebar maaf atas tingkah suaminya waktu itu, pembatalan nikah juga sudah dilaksanakan dan Aariz berjanji tidak akan mengulanginya. 

Jiwa Zakia merana, dia sudah begitu sabar dan menunggu. Rasanya kali ini sudah tidak mampu lagi menunggu sadarnya yang entah kapan. Cinta itu, seperti burung yang terbang dengan sepasang sayap. Bila salah satunya patah, hasilnya cuma akan terseok dan kembali terbanting lagi ke tanah, seperti dirinya saat ini. Sayap itu, telah pergi mengayomi wanita yang lain. Pedih hatinya jangan tanya lagi berapa besar. 

Maafnya kini sudah tidak ada, sudah pernah Zakia sebutkan bahwa dia bukanlah wanita dengan kesabaran yang luas. Pernikahan itu tidak seharusnya begini, yang satu sabar sementara satunya tidak sadar-sadar. Lunch romantis itu sekali lagi terbayang pada pelupuk mata Zakia, pasti indah sekali dengan pasangan menyusuri Seine river dengan memandangi menara Eiffel. Zakia sudah tidak lagi ingin berteriak kembalikan suaminya. Dia sudah lelah. 

"Ve," panggil Zakia setelah membuka pintu kantor Vere. 

Vere yang sedang mengetik menghentikan pekerjaannya, tangan kirinya membetulkan letak kacamata yang melorot menambah beban hidung. Ada Zakia yang berada di sana dengan wajah sembab dan basah hingga rambutnya. Vere masih tertegun keheranan, sahabatnya ini biasanya tangguh tapi kenapa sekarang nyangsang bagaikan layangan putus. Ada masalah apalagi dia, atau mungkin suaminya berulah lagi, tuman. 

"Za, kenapa sayangku?" tanya Vere menghampiri sahabatnya. 

"Aku ... aku mau cerai, beneran mau cerai." Sekali lagi tangis Zakia merebak. 

"Ya Tuhan," gumam Vere yang segera memeluk Zakia erat. 

Tangisnya berderai hingga terguguk dan tubuhnya berguncang. Vere tidak ingin bertanya dulu, Zakia begitu terlihat hancur kali ini seperti tidak ada harapan lagi. Sebagai sahabat yang baik, yang bisa dia lakukan hanyalah diam menunggu Zakia menumpahkan segala kesedihannya dan Vere meminjamkan pundaknya. Beragam pertanyaan sudah berada di ujung lidah, tapi ingin bertanya sepertinya masih sulit. 

"Za, coba cerita deh ada apa?" tanya Vere setelah tangis itu hanya bersisa sedu sedan. 

"Mas Aariz, masih sama." Zakia mengadu. 

"Masih sama? Gimana?" tanya Vere memperjelas. 

"Kumat lagi Veeee ... Mas Aariz bersama wanita itu lagi, malah mereka sekarang mesra-mesraan di Paris." Zakia menjawab. 

"Kamu yakin?" tanya Vere memastikan. 

Zakia mengeluarkan tablet yang dia dapatkan dari pak Sandy tadi dan mengulurkannya kepada sahabatnya. Mata Vere terbelalak dan bibirnya tidak berhenti memaki dengan kesal. Benar-benar pria yang kurang ajar, padahal sudah cukup bagus kesalahannya waktu itu dimaafkan dan Zakia hanya meminta pembatalan nikah saja. Tentu saja, ya tentu saja yang seperti ini Vere sudah bisa memperkirakan. Kasus seperti ini tidak hanya sekali dua kali saja. 

"Dasar Aariz kadal," gumam Vere sembari misuh sekali lagi. 

Perselingkuhan itu memang candu dan membuat orang ingin mengulanginya lagi dan lagi. Orang yang berselingkuh itu biasanya tuman. Selingkuh adalah masalah dan kebohongan paling besar dalam sebuah hubungan. Hal itu terjadi karena kesalahan respon tubuh terhadap reaksi biokimia. Baiklah bagi orang awam mungkin ini terlalu hiperbola, orang hanya akan menganggap bahwa mereka hanya memiliki sikap yang buruk. Tidak sesederhana demikian. 

Vere pernah mempelajari, ada beberapa fase selingkuh dilihat dari reaksi biokimia itu. Kisah yang diawali dengan hal kecil tapi membuat baper dan membesar menjadi masalah hingga sedemikian rupa. Fase pertama adalah fase menantang, layaknya orang yang sedang bermain game yang membuat diri terus tertantang dan berupaya mengaktifkan adrenalin, semakin tertantang semakin bersemangat. Edan. 

Love In BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang