30. Buah Manis

3.2K 323 79
                                    

Ketok palu hakim sudah terjadi beberapa waktu lalu. Perceraian mereka juga sudah resmi. Pembagian gono-gini sudah diatur dan Aariz terlihat sangat shock melihat angka yang tersisa. Sudah disepakati juga jumlah alimoni yang harus Aariz keluarkan setiap bulan untuk Zakia juga Newa nantinya. Perceraian itu akhirnya terkabul juga dan Zakia puas sekali. Segala yang diajarkan Vere tepat tidak meleset. 

Aariz hanya menatap lemah kepada istrinya ketika mereka sudah berada di rumah. Tidak menyangka bahwa Zakia ternyata sudah mempersiapkan ini lama sekali. Air tenang itu memang berbahaya karena dia bisa menghanyutkan dalam sunyi. Zakia menyerangnya juga Syeha dalam sunyi, meski pun dia juga menderita karena kehilangan janinnya. Aariz kini sebatang kara dengan aset yang tidak seberapa, sedangkan Syeha entah bagaimana kabarnya. 

"Setahu papa, harta kita ada banyak." Aariz membuka suara. 

"Iya dulu, coba hitung yang sudah papa keluarkan untuk wanita itu. Newa juga minta jatah." Zakia menjawab. 

"Properti itu, kenapa semua jadi milik Newa?" tanyanya. 

"Karena mama dan papa udah tanda tangani persetujuan hibah. Semuanya milik Newa jadi tidak bisa lagi keseret gono-gini." Zakia menjawab. 

"Kapan?" tanya Aariz yang tidak sadar kapan dia tandatangan. "Bukankah mama punya aset juga?" tanya Aariz, usaha penerjemahnya sudah memiliki kantor meski CV. 

"Papa udah tanda tangan di depan notaris. Aset punya mama udah mama bawa keluar, bukan atas nama mama jadi gak bisa diseret gono gini. Setelah ini akan mama ambil lagi." Zakia menjelaskan. 

"Mama udah persiapkan semua? Sejak kapan?" tanya Aariz pelan. 

"Sejak mama liat foto Papa sedang lunch romantis di atas Seine River." Zakia membongkarnya juga. 

"Foto?" tanya Aariz. 

"Pa, dosa itu ibarat bangkai. Meski tidak terlihat mata tapi baunya bisa kecium juga." Zakia menjawab. 

"Papa minta maaf, sekali lagi." Aariz bicara perlahan. 

"Sudah mama maafkan," jawab Zakia. 

"Papa tetep bisa temui Newa kan?" tanya Aariz penuh harap. 

"Kalau anaknya mau," jawab Zakia. 

"Boleh papa tinggal di sini dulu? Setidaknya sampai dapat apartemen?" tanya Aariz kemudian. 

"Hanya malam ini, kita sudah bukan suami istri. Dan ... haruskah aku panggil anda dengan nama? Pak Aariz?" tanya Zakia. 

"Senyamannya Mama saja," gumam Aariz. 

"Gak ada dendam kan? 90% harta berada di tangan aku dan Newa?" tanya Zakia. 

"Secara hukum itu legal, kenapa Papa harus tidak rela? Meski gak rela memangnya Papa bisa apa? Zakiaku, gak Papa duga kamu merencanakan hingga seperti ini." Aariz berkata entah memuji entah merana. 

Aariz tersenyum, Zakia memang cerdas. Dibalik sikapnya yang begitu diam ternyata dia merancang ini dengan sangat baik. Sebagian besar asetnya jatuh ke tangannya juga Newa, hanya tersisa sedikit saja untuknya dan alimoni itu tetap masih harus dibayarkan setiap bulannya. Hidupnya babak belur sekarang dan Zakia melakukan perannya dengan sangat baik. Mereka mengabulkan gugatan Zakia, dia mendapatkan alimoni dalam jumlah besar, dan ternyata aset sudah dia simpan di tempat lain.

Zakia menang banyak. 

***

"Mama itu tadi siapa?" tanya Newa begitu melihat ada seorang wanita bertubuh mungil menggendong bayi perempuan. 

"Itu tadi tante Rania sama adek Rachel," jawab Zakia. 

"Owh, ngapain?" tanya Newa yang menatap bayi kecil itu menoleh kesana-kemari sebelum lenyap masuk ke dalam mobil. 

Love In BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang