28. Sesal Dalam Sunyi.

3.7K 357 59
                                    

"Cari gara-gara aja sih kau ini," gerutu Sandy begitu keluar dari kantor polisi. 

"Khilaf dan kelanjutan ngamuk," jawab Aariz yang segera masuk ke dalam mobil. 

Sandy terbahak tertawa demi mendengar jawaban dari sahabatnya, setelah berbicara kepada pengacaranya segera dia menyusul sahabatnya. Aariz ini memang selalu membuat masalah saja, marah ya marah tapi otak ditaruh di mana. Bagaimana bisa dia menganiaya seorang wanita seperti itu, pembantunya menelpon polisi pula yang mana segera datang dan meringkus Aariz. Itu dulu pemegang saham perusahaan milik Finn habis diberi mantera apa hingga sepakat mengangkat Aariz menjadi direktur, bodoh begini. 

"Bini sama anak masih di RS kamunya gelud, demen bener nambah pikiran orang." Sandy kembali menyindir. 

"Dibilang khilaf juga," jawab Aariz. 

Memang khilaf, Aariz tidak bisa menahan kemarahan begitu melihat rekaman yang diberikan oleh Vere. Tidak cukup dengan menabraknya saja hingga jungkir balik tapi juga mendorongnya hingga masuk sungai. Wanita macam apa yang bisa melakukan itu kepada sesama wanita. Melihat anak istrinya babak belur Aariz murka, apalagi ketika diketahuinya karena kecelakaan itu dia jadi kehilangan bayi perempuan yang bahkan namanya saja sudah dia siapkan. 

Tanpa pikir panjang Aariz memang ke rumah Syeha dan meluapkan kemarahannya di sana. Entah berapa kali dia melempar tubuh wanita itu ke lantai. Aariz bahkan tidak bisa mengingat bahwa lawannya adalah seorang wanita yang tidak mampu membalas. Tangannya ini bahkan sudah mencekiknya segala ketika amarah itu menguasai diri. Para asistennya semua ketakutan dan menghubungi polisi. Sial memang, mereka datang dan membawanya ke kantor polisi. 

Untungnya manusia yang berada di sebelahnya ini segera datang ketika ditelpon dan dia datang sekalian dengan membawa pengacara. Aariz bisa keluar dengan jaminan yang diberikan oleh temannya ini, dan Sandy juga mampu membungkam Syeha hingga tidak lagi menuntut apa-apa. Wanita itu sedang membutuhkan uang, tidak hanya untuk membayar pengacaranya tapi juga kehidupan hedonnya yang belum bisa hilang itu. Entahlah semakin lama kenapa menjadi semakin rumit. 

"Anterin ke RS deh," ucap Aariz. 

"Ngopi dululah, awas kalo nolak." Sandy mengancam sahabatnya. 

"Kalo ngajak udah kayak pacar posesif aja," gerutu Aariz. 

"Bukan pacar posesif, ini orang gak tau diri banget. Woy aku baru aja bayar jaminan kau biar bisa bebas itu tadi. Kitik sana kitik sini sampe ngirim pengacaraku ke rumah tu ciwi biar mau di kasih ganti rugi rupa duid." Sandy mengomel seperti nenek-nenek. 

"Makasih la," jawab Aariz. 

"Makasih doang? Temenin ngopi," sahut Sandy tetap memaksa. 

"Ya aku ke RS dulu lah nyamperin bini, gimana sih." Aariz menyahut juga emosi. 

"Nih orang emosian, jadi pengen kasih kopi sianida." Sandy melirik sinis. 

Sebenarnya Sandy tahu, Aariz masih dirundung duka juga emosi. Dia baru saja kehilangan bayi yang sangat dia inginkan. Seandainya hal ini yang terjadi kepadanya, entah apa yang akan dia lakukan. Mungkin akan mengikat kaki wanita itu lalu diumpankan kepada hiu di tengah laut. Atau mungkin memasukkannya ke dalam kandang Pitbull yang tidak dikasih makan selama satu minggu. Sandy bisa menjadi seorang psikopat seandainya itu terjadi kepadanya, dia menginginkan bayi juga tapi tidak juga didapatkannya. 

"Lain kali kalo maen wanita ya maen ajalah, tapi gak usah main hati apalagi main api." Sandy memperingatkan. 

"Udah kelanjur, masa lalu gak bisa diubah cuma bisa diperbaiki." Aariz menjawab pelan. 

"Bini masih ngeyel cerai?" tanya Sandy penasaran. 

"Masih," jawab Aariz. 

"Zakia dilawan, moga aja cerai dah. Trus Zakia aku lamar trus bikin adeknya Newa. Dah jelas subur tuh dia kan yak? Punya anak deh aku, mana Newa manis gitu kan mayan aku ada temen maen, ntar aku ajarin nyetir heli," gumam Sandy melirik Aariz. 

Love In BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang