21. Gorengan

2.4K 304 111
                                    

"Tau gitu Newa hajar semuanya aja waktu itu, kesel." Newa mengomel.

"Ngapain juga kamu ngotorin tangan nyentuh mereka, yang kamu lakuin udah benar. Biarkan saja yang berkalang dosa tetap seperti itu." Zakia menjawab.

Zakia mengganti benda yang menempel di dahi putranya, demam menyerang tadi malam tapi dokter bilang tidak apa-apa. Sepertinya dia hanya stress saja dan akan cepat pulih, pakai saja istirahat beberapa waktu dan tenangkan pikirannya, semua akan baik-baik saja. Emosi dalam diri anak itu masih berupa gumpalan yang belum bisa ambyar, menekan setiap syaraf dan membuat keseimbangan tubuhnya kacau. Melihat putranya jatuh sakit sepertinya Aariz semakin merasa bersalah, tapi tetap nelangsa karena Newa tidak mau ditemuinya.

"Newa jadi agak nyadar, Mama beliin segala macam padahal gak minta. Karena ini?" tanya Newa.

"Iya, sebelum terjadi seperti ini setidaknya kamu berhak merasa gembira bersama kami berdua." Zakia menjawab.

"Hanya itu?" tanya Newa.

"Ya tidak, sebenarnya sih biar uang papa kamu berkurang. Dari pada dihabiskan oleh wanita itu bukanlah lebih baik kamu yang habisin?" tanya Zakia.

"Mama gak bilang, kan tau gitu Newa minta lagi," gerutu Newa.

"Lah ngelunjak," kata Zakia tertawa.

Kali ini Newa bisa tersenyum, sekarang yang dia punya hanyalah mamanya yang selalu ada melindunginya. Dia tidak lagi bertegur sapa dengan papanya, setiap melihatnya saja rasanya sudah muak. Terbayang lagi ketika mereka melangkah keluar dari salah satu gedung di escibidi itu dengan berangkulan mesra, sebelum masuk mobil masih disuguhi dengan pemandangan silaturahmi bibir. Terlihat jijik.

"Newa benci papa, juga benci wanita itu. Boleh aja dia gampar Newa, tapi kalo tuh orang gampar Mama, bakal Newa hajar tu orang." Newa berucap dendam.

"Ini anak kok demen bener gampar orang, selebgram gatel begitu gak usah dideketin. Cuekin aja anggep gak level ama kita." Zakia bicara.

"Gitu ya," gumam Newa.

"Iyalah, kalo dia berceloteh, mengomel, biarkan saja. Bukankah anjing selalu menggonggong ketika melihat majikannya?" tanya Zakia sadis.

"Cakep, Mamanya Newa nih," puji Newa.

"Wa, kalo Mama dan papa cerai? Gimana?" tanya Zakia.

"Cerai ya cerai ajalah Ma, daripada ngenes. Emang gak ada papa kita gak bisa hidup? Ntar Newa bantuin cari duid biar Mama gak susah." Newa berkata dengan berapi-api.

"Gak usah lah, Mama masih mampu kalo cuma kasih makan kamu. Tapi kalo minta jajan adeknya mobil Lambe ya nabung dulu Wa," jawab Zakia tertawa.

"Aelah Mama, anaknya ini tau diri kok. Santuy," jawab Newa.

Zakia lega, beban di hati berangsur berkurang. Ada putranya yang bisa diajak bicara dan berbagi semua. Dahulu dia membawa beban itu sendirian, ternyata Newa bisa bersikap sedewasa ini meski pikirannya terkadang masih dilanda bingung. Tapi itu cukup, Zakia tidak akan meminta banyak hal dari putranya. Yang utama adalah psikologis mereka, bagaimana harus tetap waras dan bahagia ketika perpisahan itu benar terjadi.

"Kalo nanti kita tinggal berdua, Newa mau gak bantuin Mama lagi?" tanya Zakia.

"Bantuin apa Ma? Nyapu? Ngepel? Cuci mobil? Apaan?" tanya Newa beruntun.

"Itu mah kerjaan asisten rumah tangga, kamu bantu boleh tapi kerjaannya jangan diambil alih. Kasian kan mereka kerja apa?" tanya Zakia.

"Lha trus apa dong?" tanya Newa bingung, jangan saja ternyata disuruh dagang cendol di perempatan.

Love In BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang