22. Tunggu Saja

2.3K 288 91
                                    

"Ya ampun telpon sampe elek baru diangkat, Honye ini kenapa gini?" tanya Syeha kesal.

"Aku sibuk, jangan telpon dulu," jawab Aariz.

"Ya gak bisa gitu dong, mana mobil boxer aku dibawa pula," balas Syeha seperti lupa yang dipakai untuk membeli duitnya siapa.

"Sudah ya, aku sibuk," tutup Aariz kemudian.

Seandainya bisa menolak seperti ini sejak dahulu. Zakia sudah menggugat cerai dirinya dan sulit dirayu lagi. Kepalanya sekarang hanya diisi oleh istri juga anaknya. Urusan Syeha bisa belakangan saja, bukankah dia mencari ketika ada butuhnya saja. Ya Tuhan kenapa baru sadar sekarang. Hati yang sempat terbelah ini berakhir merana, seperti apa nanti hidupnya tanpa Zakia juga Newa.

Kebahagian ketika bersama Syeha berbeda dengan yang terasa di hati ketika tawa Newa renyah terdengar. Kenapa baru sekarang dia membuka mata. Dia telah membuka pagar hati dan membiarkan seorang Syeha masuk, yang mana dengan ikhlas dia digerogoti secara sadar. Kesalahan ini murni di pundaknya, yang tergoda hanya karena nafsu sesaat saja.

"Pak Aariz, meeting kali ini apa saya wakili saja?" tanya Amel begitu melihat Aariz seperti mayat hidup.

"Kapan?" tanya Aariz.

"Dua jam lagi," jawab Amel.

"Aku pergi, pak Finn juga bu Rania akan hadir." Aariz sedikit memaksa.

"Baik Pak," jawab Amel.

"Kamu pergi saja, kepalaku pusing," ucap Aariz.

"Perlu saya panggilkan dokter?" tanya Amel sigap.

"Gak perlu, kirim saja materinya sekarang," jawab Aariz memijit pelipisnya.

"Pak Aariz ada telpon dari Bu Syeha," lapor Amel memegang smartphone milik Aariz.

"Ya Tuhan dia lagi, rasanya bahkan gak sempat bernapas," keluh Aariz.

"Saya angkat?" tanya Amel meminta persetujuan.

"Abaikan," jawab Aariz lemah.

"Saya letakkan di sini Pak Aariz," kata Amel meletakkan smartphone itu di atas meja.

Kepalanya semakin pusing, Syeha begitu mengejar padahal Aariz sendiri sedang dilanda masalah besar. Zakia meminta bercerai dan kali ini dia bersungguh-sungguh. Harus dirayu model apalagi dia agar menarik lagi gugatan itu. Aariz tahu, istrinya itu sangat keras kepala. Dia tidak akan mudah tergoda apalagi hanya rayuan pria. Entah bagaimana dahulu dia bisa diperistri olehnya, semacam keajaiban.

[Mama udah sehat?]

Aariz mengetik pesan kepada istrinya, sayangnya hanya dua centang biru yang didapatkannya tanpa ada jawaban. Istrinya sekarang seperti orang asing ketika bersamanya, telepon hanya diangkat tapi tanpa suara, chat hanya dibaca tanpa dibalas. Pusing ini sudah lebih dari tujuh keliling. Bagaimana kalau gugatan cerai itu dikabulkan oleh hakim, harus mulai dari mana jika terpaksa hidup sendirian.

Wanita bernama Syeha bukanlah wife material, dia hanya bisa diajak bersenang-senang saja. Terlambat sekali dia memahami ucapan Sandy sahabatnya itu, hidangan utama adalah wanita yang di rumah, sedangkan wanita di luar sana hanyalah cemilan saja. Harusnya jangan terlalu bermain mata, bermain api, juga bermain hati. Kalaupun akhirnya harus bercerai dengan Zakia, yang dia datangi sudah pasti bukan rumah Syeha.

Wanita yang tanpa pikir panjang melukai satu-satunya buah hati yang sangat disayangi, kenapa tidak terbaca kalau dia bisa sekasar itu. Hubungan itu tidak bisa dilanjutkan, bagaimana kalau mereka akhirnya punya anak dan Syeha hanya sibuk membuat konten saja. Sebutir camilan memang tidak pernah bisa menjadi main course, penyesalan memang selalu terlambat.

Love In BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang