Malam ini lisa memakai penyamaran yang tak terlalu mencolok. Walau begitu tetap saja punggung itu jika mengenal baik Lisa akan tahu jika dia Lalisa Manoban. Datang sendiri tanpa managernya juga tak seorangpun member tahu dia pergi. Setelah latihan tadi memang Lisa berpamitan pada membernya untuk istirahat di rumah barunya. Rumah yang dia beli tapi belum dia beri tahu siapapun, keluarga YG. Karena dia butuh ruang sendiri.
"Kau menunggu lama?"
Seseorang datang dengan nafas terengahnya. Lisa memang memiliki janji dengan orang ini tapi kali ini bukan di sungai han melainkan sebuah restoran milik saudara pria ini yang jelas aman privasi mereka sebagai IDOL.
"Aku juga baru sampai oppa, seharusnya kau tak perlu berlari"
"Aku takut kau bosan"
Pria itu tanpa sadar ikut tersenyum ketika Lisa menyambutnya dengan senyum lebar. Di sertai gerutuan yang menggemaskan.
"Kau sudah memesan?"
Tanyanya setelah dia duduk tapi entah kenapa dia merasa gugup sekarang.
"Pelayan bilang kau sudah memesan untuk kita"
Tersenyum canggung pria itu mengusap tengkuknya yang tak gatal beberapa kali. Dia merasa konyol karena sudah memesan menu itu. Karena begitu senang ketika Lisa mengajaknya bertemu. Dan dia sekarang tak tahu harus bagaimana. Ini sangat canggung.
"Ah ya aku lupa"
"Tak apa... aku tahu kau masih ingat makanan kesukaanku juga makanan yang bisa ku makan. Aku akan memakannya"
Ucapan Lisa membuat pria itu menghangat dalam hati. Saat mereka bertemu kembali Lisa begitu kacau. Kini dia sudah kembali tersenyum lebar. Tentu saja dia sangat bahagia melihatnya.
"Kau jauh lebih baik sekarang"
Tak ingin hening menyapa. Pria dengan senyum yang manis itu kembali bertanya.
"Berkat nasehatmu aku bisa lebih baik. Terima kasih oppa. Mungkin jika aku tak bertemu denganmu malam itu. Aku akan gila"
Ucapan terima kasih itu sangat tulus dalam diri Lisa. Mungkin jika malam itu dia tak bertemu dengan pria ini. Amarahnya dalam diri belum juga hilang dan dia menanggung rasa sakit yang besar.
"Kau bisa menemuiku saat kau merasa sedih, aku pernah mengatakannya padamu bukan"
Dia memang menyerah dan mengakui kalah ketika dulu Lisa menolaknya. Tapi dia mengerti dan menerima dengan ikhlas. Bahkan tak sedikitpun dia memiliki rasa sakit pada gadis ini. Dia bahagia hanya melihat senyum Lisa dan itu sudah cukup. Contoh kecilnya seperti yang dia katakan. Dia rela menjadi tempat keluh kesah dan semua kesedihan Lisa. Dan saat bahagia Lisa tak disisinya, dia tak pernah masalah.
"Kau akan membuatku menjadi manusia egois jika seperti itu oppa"
Lisa menatap pria ini dengan mata teduhnya. Jika dia bisa, dia selalu berharap mampu mencintai pria ini. Sedari awal mereka bertemu sampai Kini pria itu tak pernah berubah sedikitpun. Tatapannya penuh cinta, sikapnya hangat dan terlalu baik bagi lisa. Yang kadang membuat Lisa kebingungan bagaimana cara membalas kebaikannya.
"Kau tahu kan aku sudah menganggapmu adikku sendiri"
Tak ingin Lisa salah paham. Dia kembali berbicara. Baginya Lisa segalanya. Dia hanya ingin Disisi Lisa entah sebagai status apapun. Dia menerima. Kebahagiaan Lisa sudah lama menjadi kebahagiaannya.
"Nee aku tahu, terima kasih untuk itu. Tapi aku juga ingin membagi kebahagiaanku padamu bolehkah?"
Menatap Lisa dengan tatapan cintanya tanpa sadar dia lagi lagi tersenyum. Tentu saja. Kebahagiaan Lisa selalu yang dia mau.