Haura membuka matanya setelah merasakan cahaya matahari mulai menusuk dibalik sela-sela jendela. Ia mulai meraba disampingnya berharap bisa membangunkan Wildan. Namun,
“Kau sudah bangun?” tanya Wildan yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Memalukan. Bagaimana bisa Ia bangun begitu siang. Ya Allah, apa yang terjadi saat ini?
“Saya sengaja tidak membangunkan mu ketika subuh. Lagipula kau pasti kelelahan. Kau juga sedang kedatangan tamu, jadi saya tidak membangunkan mu untuk ikut sholat bersama.” Wildan terkekeh. Ia memasang tanda nama di baju miliknya pribadi.
“Boleh saya meminta satu hal?” tanya Haura yang segera duduk diatas kasur.
“Apa yang ingin kau tanyakan?” tanya Wildan segera duduk disamping Haura.
“Bisakah,” Haura menghentikan pembicaraan nya.
“Bisa apa?”
“Bisa kah kita tidak mengumbar kan pernikahan kita di dalam Rumah sakit nanti? Saya tidak mau jadi bahan ejekan atau olokan nantinya. Kita harus bekerja dengan tenang. Kita harus bekerja secara profesional. Kau bersedia?” tanya Haura dengan gugup.
Wildan menatap lekat mata Haura. Ada banyak rasa takut didalam mata Haura. Ia pasti takut dirundung. Ia juga takut menjatuhkan reputasi Wildan karena dianggap sebagai anak yang terdakwa Korupsi.
“Saya paham. Kau bersiaplah, kita akan berangkat bersama.” ucap Wildan.
“Bersama? Oh, tidak. Jangan. Saya mau berangkat sendirian.” ujar Haura.
“Tidak bisa. Kau harus berangkat bersama saya. Saya tidak ingin menanggung resiko kau kenapa-kenapa di jalan atau ada lelaki buruk yang memiliki penglihatan yang buruk pula,” Wildan fokus memasang dasi sambil melarang Haura.
“Tapi, turunkan saya di depan lorong Rumah Sakit. Saya tidak mau jadi tontonan Staff dan yang lainnya. Kau memiliki banyak fans disana. Saya tidak mau mengambil resiko juga. Kau harus bersedia, jika kau tidak bersedia. Saya tetap akan melanggar perintah mu.” Haura ikut menentang apa yang dibicarakan oleh Wildan.
“Ya sudah. Intinya kau harus pergi dan pulang bersama saya. Kita akan bertemu di Indomaret di sebelah Rumah Sakit.” ujar Wildan yang segera berjalan keluar dari kamar. Sedangkan Haura berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
------
“Apakah saya boleh memakai cadar?” tanya Haura didalam mobil Wildan. Ia menunjukan Cadar yang ia pegang.
“Tentu saja boleh, Haura. Saya tidak akan melarang mu,” ujar Wildan yang mulai membawa mobil keluar dari halaman Rumah Baskara.
“Pagi ini benar-benar menyenangkan, soalnya bisa melihat seorang lelaki yang begitu tampan,” Haura menggoda Wildan.
“Saya juga merasa senang bisa tidur bersama dengan seorang wanita cantik yang benar-benar terlelap hingga tidak bisa dibangunkan,” ucap Wildan menggoda Haura balik.
“Saya tidak mengorok, Kan?” tanya Haura.
Wildan hanya berdehem tanpa menjawab. Sedangkan Haura sudah menahan malu. Ia benar-benar malu dihadapan Wildan.
Wildan sudah menghentikan mobilnya di depan Indomaret. Haura turun dari atas mobil dan berjalan melewati mobil Wildan.
“Saya akan tunggu disini. Siapa yang duluan keluar harus menghubungi lebih dulu, ya?” teriak Wildan.
Haura hanya mengangguk dan berjalan terus. Wildan kembali membawa mobilnya masuk ke halaman Rumah Sakit.
Setelah memarkirkan mobil. Wildan dihentikan oleh Hasan. Seperti biasa, teman biadabnya itu selalu mengganggu nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS WILDAN [END]
Teen Fiction∆ BANTU FOLLOW, VOTE, KOMEN DAN SHARE, YA ∆ "Padahal dalam cinta masa lalu itu tidak penting, Haura." Wildan terkekeh sambil menunduk. "Saya tidak peduli sebagaimana masa lalu mu, keburukan mu dan apapun yang menjadi masa lalu bagimu. Saya hanya i...