Cahaya masuk melalui celah-celah jendela mobil milik Pria yang tengah memakai baju cukup formal. Pria tersebut tampak merapikan rambut dan bajunya. Ia bergegas turun dari dalam mobil, begitu pagi untuk berkunjung ke sebuah rumah.
Pria tersebut ialah Wildan. Ia menghampiri rumah Paman dan Bibi Haura yang membantunya selama ini. Reza tampak tengah menyapu halaman rumah dengan Raya yang sibuk menjemur beberapa pakaian.
“Assalammualaikum, permisi?” Wildan mengucapkan salam dengan sopan. Ia berjalan masuk memandangi pekerjaan yang dilakukan Reza dan Raya.
“Wa'alaikumussalam, loh? Nak Wildan?” Reza menghentikan aktivitas nya. Ia juga menaruh sapu dan berjalan mendekati Wildan. Mengajak Wildan untuk masuk ke dalam rumah.
Raya juga mengikuti langkah Reza dan Wildan. Tak pernah Wildan mampir ke rumah sejak pernikahan tiba-tiba antara Haura dan Wildan. Ini adalah pertama kalinya.
“Ada apa?” tanya Reza yang menyuruh Wildan untuk duduk, Ia juga duduk.
Wildan duduk perlahan sambil tersenyum, Raya sudah menaruh beberapa minuman botol. Karena Wildan tak suka teh, jadi tidak disediakan teh atau kopi.
“Begini, Om.” Wildan mengigit bibir bawahnya dengan bingung, tatapan nya masih dibawah. Wildan bingung harus memulai darimana.
“Lanjutkan,” Reza dan Raya bersiap untuk mendengarkan.
“Haura ingin pisah dan bercerai, saya rasa kalian juga harus tau. Haura sudah dari beberapa hari ini tidak tinggal di rumah saya. Maaf,” Wildan masih menunduk. Ia benar-benar merasa bersalah saat ini.
“Kenapa kau yang meminta maaf, Nak? Padahal jelas bukan salahmu,” Reza menghela nafas sebelum menenangkan Wildan.
“Maaf karena tidak bisa menjaga Haura sampai akhir. Saya juga tidak ingin terjadi hal seperti ini. Ini bukan keinginan saya, saya tidak bisa memaksa Haura untuk terus mempertahankan saya, Om.” Wildan mulai menatap Reza, matanya berkaca-kaca.
“Wildan,” Reza mulai menghela nafasnya lagi setelah memanggil. Lalu, Reza menepuk pelan pundak Wildan.
“Kau sudah melakukan yang terbaik! Terima kasih sudah menjaga anak saya hingga akhir. Maaf jika dirinya suka bandel. Maaf, jika saya mendidiknya seperti ini. Bahkan bisa menjadi gadis yang buruk, Maaf untuk itu. Wildan, sebenarnya Haura tidak akan melakukan hal ini. Selain dia takut ditinggalkan oleh keluarganya, Ia juga tidak ingin menyakiti hati orang lain. Maaf, jika Haura meninggalkanmu karena takut menyakitimu atau hal lainnya. Wildan, Haura trauma ditinggalkan orang-orang. Terakhir dia sempat bercerita tentang Wiliam, kami semua memaklumi. Tapi tidak dengan hatinya, hatinya akan terus terasa sakit. Bahkan hatinya juga akan merespon rasa bersalah itu terus menerus.” ujar Reza mengangguk perlahan sambil memberikan pengertian kepada Wildan.
“Haura sudah terlalu sering ditinggalkan seseorang. Ia juga tidak ingin ditinggalkan olehmu karena dirinya yang begitu buruk. Wildan, Haura juga akan menuruti apapun perintah dari orang yang lebih tua darinya. Sebegitu mudahnya untuk meyakinkan gadis itu,” sambung Reza.
“Apakah Haura pernah bercerita tentang perpisahan kami?” tanya Wildan tiba-tiba.
“Tidak. Dia bahkan mengatakan bahwa dirimu dengannya sangat akrab dan ingin terus awet hingga memiliki seorang anak.” Raya menjawab pertanyaan Wildan kali ini.
Wildan menghela nafasnya sambil melirik interior rumah. Ia benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Haura.
“Haura juga sempat berkata bahwa kau adalah lelaki yang baik. Kau pasti akan mendapatkan orang yang baik juga, sejujurnya beberapa waktu lalu Haura memberikan pesan teks kepada kami. Bahwa dirinya baik-baik saja, meskipun dia tidak menceritakan secara jelas. Tapi kami tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ustadz yang mengajar di pesantren memberitahu kami segalanya, Wildan. Jadi tanpa kamu atau Haura memberitahukan kepada kami. Kami sudah mengetahuinya meskipun bukan secara langsung dari kalian.” Raya hanya tersenyum kelu. Ia tak pernah berpikir akan mendapatkan kejadian yang aneh seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS WILDAN [END]
Teen Fiction∆ BANTU FOLLOW, VOTE, KOMEN DAN SHARE, YA ∆ "Padahal dalam cinta masa lalu itu tidak penting, Haura." Wildan terkekeh sambil menunduk. "Saya tidak peduli sebagaimana masa lalu mu, keburukan mu dan apapun yang menjadi masa lalu bagimu. Saya hanya i...