10. "Kau harusnya berhusnudzon."

145 22 0
                                    

“Apa yang kau lakukan? Ketika barang sudah jatuh, kau jangan memakannya. Kau Dokter, kenapa kau sangat ceroboh?” Haura mulai mengoceh. Terus memarahi Dokter yang memakan Hotdog yang terjatuh di lantai tadi.

“Belum 5 menit,” pungkas Dokter tersebut.

“Belum 5 menit tapi kau bisa sakit perut!” Haura hanya menghela nafasnya. Ia memalingkan wajahnya dengan kesal.

“Saya rasa kau tidak ada urusannya dengan Dokter ini, kenapa kau sangat memarahinya? Harusnya kau berterima kasih, Dokter Farhan mau memakan makanan yang sudah dijatuhkan. Seharusnya kau yang memakan sampah itu, Haura,” ujar Nila.

“Baiklah.” ucap Haura yang langsung melembut kembali. Ia hanya menunduk sambil menghela nafas.

“Kau jangan main-main disini,” ucap Farhan.

“Tidak ada yang bermain-main disini. Kau yang bermain-main sedari tadi. Kenapa kau membantu saya jika pada akhirnya kau hanya akan menjatuhkan saya,” tegas Haura.

“Kau masih tidak ingat kejadian beberapa waktu silam? Jangan seolah kau bernasib baik disini. Seharusnya kau tidak berhak untuk menghirup nafas saat ini!” Farhan berbisik ke Haura.

“Saya tidak membunuhmu. Kenapa kau sangat membenciku?” tanya Haura dengan polosnya.

Farhan hanya tersenyum sedikit. Ia berlalu melewati Haura dengan tatapan dingin, pundak mereka saling bertabrakan.

Haura menatap kepergian Farhan. Memang benar antara mereka berdua pernah ada skandal dan beberapa masalah. Masalah yang melibatkan kecelakaan adiknya.

“Tidak tahu, aku tidak tahu apapun,” Haura menggeleng-gelengkan kepalanya.

Beberapa anggota Psikologi hanya melewati Haura. Karena bagi mereka, Haura hanya membawa kerugian dan membawa ketidakberuntungan di Departemen Psikologi.

Wildan menahan Farhan yang akan pergi ke departemen umum. Farhan tampak menatap dengan tatapan tajam ke arah Wildan.

“Kau sangat berubah,” ujar Wildan.

“Saya tidak berubah sama sekali,” Farhan hanya membenarkan rambutnya.

“Kau seakan-akan ingin membunuh dan memakan Haura. Kau memiliki masalah dengan Haura?” tanya Wildan.

“Kau sangat kepo,” ucap Farhan.

“Jawab selagi saya masih bersikap baik,” Wildan memberikan penekanan.

“Keluarga wanita itu yang membuat adik saya meninggal. Ha, dia sangat tidak beruntung. Dia selalu sial. Bahkan kesialannya membawa oranglain juga ikut sial!” Farhan begitu emosi dihadapan Wildan.

“Tidak bisakah kau bersikap baik terhadapnya? Dia tidak melakukan semuanya. Dia tidak terlibat dalam kecelakaan itu. Dia bahkan tidak tahu apa-apa, kenapa orang-orang sangat gemar membawa masalah yang dilakukan oranglain ke oranglain lagi? Kau menyalahkannya sedangkan dia tidak melakukannya? Sadarlah. Dia tidak menyebabkan kecelakaan itu. Takdir sudah diatur untuk semua ini, Farhan.” Wildan menghela nafas. Ia memberikan beberapa kata-kata yang mungkin di cerna oleh Farhan. Namun, emosi Farhan lebih mendominasi.

“Tidak bisa. Seandainya keluarganya tidak melakukan itu. Adik saya akan berada disini,” ujar Farhan.

“Seandainya juga hari itu kau tidak bertengkar dengan adikmu. Hal itu tidak akan terjadi, Han. Kau tahu apa yang menjadi penyebab kecelakaan? Kejadian itu terjadi ketika adikmu membawa mobil di arah yang salah. Dia keluar jalur! Saya tidak mengatakan ini bahwa saya membela Haura. Tapi, setidaknya kau harus membuka mata lebar-lebar. Jika harus disalahkan, semua ini seharusnya menjadi kesalahan adikmu. Kau kehilangan adikmu, sedangkan Haura, Haura kehilangan kedua orangtuanya pada saat kecelakaan itu!” tegas Wildan.

MAS WILDAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang