“Saya pulang,” ujar Wildan sambil membawa kantong belanja Indomaret.
“Kau sudah pulang?” tanya seorang wanita paruh baya yang tengah duduk sendirian dengan gaya yang cukup elegan dan rapi.
“Bibi? Sejak kapan datang ke rumah?” tanya Wildan yang kaget karena kedatangan Adik dari Ameena tiba-tiba.
“Bibi hanya penasaran bagaimana keadaanmu. Istrimu tidak pulang?” tanya Aula, Bibi Wildan.
Wildan menaruh kantong belanja dari Indomaret ke atas meja dapur. Ia hanya menghela nafas sambil duduk dihadapan Aula. Sudah lama sejak mereka tak bertemu, bahkan sewaktu pernikahan Wildan dan Haura, Aula tak menghadiri acara.
“Haura tidak akan kembali lagi. Saya dan Haura sudah pisah rumah,” ujar Wildan.
“Kau menyebutkan kata talak dihadapannya?!” Aula tak percaya.
“Haura mengatakan bahwa saya pasti akan mendapatkan orang yang lebih baik darinya. Orang baik akan bertemu orang baik, orang jahat akan bertemu dengan orang jahat. Katanya waktu meminta untuk berpisah dari saya.” Wildan menyeruput teh hangat yang sudah dibuat Aula.
Aula hadir sendirian, rumah Wildan juga kosong. Aula sengaja menunggu Wildan sampai ke rumah.
“Dia benar menyatakan hal itu?!” Aula tak percaya untuk kedua kalinya.
“Benar,” Wildan menaruh gelas yang ia pegang ke tempat semula. “Kenapa Bibi tampak tidak yakin begitu?”
“Tidak, Bibi sempat mengatakan itu karena Bibi tidak berpikir bahwa Haura mampu meninggalkanmu. Lagipula siapa yang mau meninggalkan lelaki sepertimu?” Aula hanya menunduk.
“Bibi sudah berada di Kota ini hampir 15 hari.” sambungnya.
Wildan menghela nafasnya. Lagi-lagi Aula yang ikut campur urusan Wildan. Sebelumnya juga Aula yang menjodohkan Wildan dengan gadis yang buruk sifatnya, namun Wildan menolak.
“Sudah berapa kali? Sudah berapa kali Bibi melakukan ini? Sudah berapa kali Bibi mengusik kehidupan saya?! Mau sampai kapan, Bi? Mau sampai saya meninggal, Bibi masih mau melakukan sesuai yang Bibi mau, alih-alih bahkan Mama saya tidak pernah memaksa saya,” Wildan tercengang. Ia hanya menghela frustasi.
“Bukan begitu, Wildan. Bibi hanya mau memberikan yang terbaik untukmu. Bibi tidak ingin kamu mendapatkan seseorang yang buruk seperti sebelumnya. Bibi yakin kamu akan mendapatkan Hafiz Al-Qur'an. Percayalah Wildan, lagi pun Haura tampak memiliki skandal buruk! Lepaskan saja,”
“Skandal buruk?” Wildan tak bisa berkata-kata. Wildan melempar handphone nya ke atas meja dengan sebuah artikel yang sudah terbuka.
“Sidang tentang Ayah Haura menuai perhatian publik. Bahkan Ayahnya sudah dinyatakan tidak bersalah.” sambung Wildan.
Aula melirik handphone tersebut, Ia membaca website yang menunjukkan sidang berjalan dengan lancar tanpa hambatan, semua warga Indonesia meminta maaf atas perilaku yang tidak senonoh terhadap keluarga Haura. Aula hanya menutup mulutnya dengan tangan, “Ini tak mungkin!”
“Tapi, Wildan! Bibi melakukan ini semua demi kehidupanmu. Demi dirimu!”
“Saya bisa menjaga diri saya sendiri. Bibi harus bisa menjaga diri Bibi, agar tidak menghancurkan kehidupan orang lain. Bibi bisa menghancurkan kehidupan Bibi sendiri karena itu hak Bibi. Tapi, jangan sampai menghancurkan kehidupan orang lain. Karena itu bukan hak Bibi. Jangan ikut campur urusan saya, jika bukan kesalahan besar. Saya bisa menjalani dan mempertanggungjawabkan hidup saya sendiri.” Wildan tampak begitu serius saat ini. Biasanya Wildan dan Aula sangat dekat dengan candaan. Namun, Wildan tampak sudah kehilangan akal untuk membuat Bibi nya bisa lebih mementingkan kehidupannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS WILDAN [END]
Ficção Adolescente∆ BANTU FOLLOW, VOTE, KOMEN DAN SHARE, YA ∆ "Padahal dalam cinta masa lalu itu tidak penting, Haura." Wildan terkekeh sambil menunduk. "Saya tidak peduli sebagaimana masa lalu mu, keburukan mu dan apapun yang menjadi masa lalu bagimu. Saya hanya i...