Seorang Pria tengah tertidur lelap didalam kamarnya. Jam masih menunjukkan pukul 06.34 WIB. Alarm sudah berbunyi sedari tadi. Pria yang bernama lengkap Wildan Pratama ini masih berada didalam alam mimpinya. Sudut bibirnya melengkung, ia tersenyum di sela-sela tidur.
Perlahan matanya membuka setelah sinar matahari menusuk begitu dalam. Membuat Wildan yang terlelap segera bangun.
“Masih jam 6,” Wildan mengucek matanya. Mulai meraba kasur untuk mencari ponsel miliknya.
Wildan melirik notifikasi di ponselnya. Namun, kosong! Tak ada pesan atau notifikasi sama sekali. Ia menghela nafas karena begitu kesepian.
“Coba saja notifikasi sehari bisa 999+ atau berapa gitu? Ini satu saja tidak ada notif. Handphone atau apaan? Percuma beli kuota kalau habis nya cuma karena notifikasi iklan website chrome.” Wildan mendumel sepanjang pagi.
Wildan mulai menurunkan kakinya perlahan dari atas kasur. Mencoba mencari sesuatu diatas meja kamarnya. Ia membaca sebuah kertas yang tertulis diatas meja belajarnya.
“Jangan lupa untuk membayar biaya pemakaman dan biaya kost.”
Sebuah catatan kecil yang setiap hari ada di meja belajar miliknya. Wildan hanya menghela nafas sambil menarik handuk yang menggantung di dinding. Lelaki yang memiliki tinggi 178 cm itu mencoba untuk membuka pintu kamar mandi. Saat itu dia sangat kaget setelah melihat seseorang berdiri di dalam kamar mandinya.
“ASTAGHFIRULLAH. ALLAHUAKBAR! ALLAHUMA BARIKLANA FIMA ROZAQTANAA.” Wildan mengumpat dengan Istighfar. Sedikit berbeda dari manusia zaman sekarang.
“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Wildan tiba-tiba setelah memahami situasi dan kondisi saat ini.
Seseorang yang berdiri didalam kamar mandi nya itu hanya tersenyum yang kemudian menghilang secara tiba-tiba.
“Setan tambah ajar, lain kali kalau mau bertamu bilang-bilang. Masa harus bertamu di toilet, di kira tidak ada tempat lain yang lebih unggul apa? Sebuah tempat yang lebih sopan. Masa bertemu di tempat kotor yang setan hanya menyukainya. Tapi, emang dia setan sih.” ucap Wildan sepanjang kamar mandi. Ia benar-benar kesal jika bertemu hantu secara tiba-tiba. Meskipun dia indigo sekalipun.
Wildan mengambil sikat gigi yang menggantung, mengoleskan sebesar biji jagung pasta gigi diatas ujung sikat gigi. Dia berkumur sebentar, “Kalau tidak karena peringatan ‘Menyikat gigi itu 2x sehari, pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur’ saya pun enggan menyikat gigi. Mager,” ia mulai menyikat giginya secara perlahan. Dimulai dari permukaan belakang, sebanyak 8x setiap permukaan untuk atas dan bawah.
“Kau bukan dokter gigi yang harus menjelaskan tahap-tahapannya, Wildan!” Wildan segera berkumur sekali, membersihkan sikat gigi dan menggantungnya kembali.
“Maaf. Bukan bermaksud untuk menggantung kamu. Tapi! Setidaknya, Kau harus bersih dari air yang mengendap karena akan banyak sekali kuman serta bakteri.”
Setelah selesai membersihkan badannya. Wildan berjalan ke arah lemari tempat buku-buku tersusun. Ia masih mengingat ucapan orangtuanya beberapa waktu silam yang membuatnya harus ngontrak di rumah lain.
“Mau sampai kapan kau begini terus? Jangan memaksa sesuatu yang tidak kau bisa lakukan. Kedokteran? Jangan konyol! Sedangkan kau mageran untuk belajar. Sedangkan kau mengeluh untuk membaca buku. Sadarlah Wildan. Bahkan anaknya Tante Rani saja bisa menjadi polisi. Kamu harus bisa menjadi anggota TNI atau hukum. Jangan masuk di tempat yang kau bahkan tidak berkompeten disana!”
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS WILDAN [END]
Teen Fiction∆ BANTU FOLLOW, VOTE, KOMEN DAN SHARE, YA ∆ "Padahal dalam cinta masa lalu itu tidak penting, Haura." Wildan terkekeh sambil menunduk. "Saya tidak peduli sebagaimana masa lalu mu, keburukan mu dan apapun yang menjadi masa lalu bagimu. Saya hanya i...