Wildan sudah kembali ke kost. Ia belum menerima keputusan dari kedua orangtuanya. Sebenarnya ia sangat ingin sekali orangtua nya menerima keinginan Wildan. Namun, tetap saja tidak bisa. Untuk memulai sesuatu ia harus meminta izin kedua orangtua.
Wildan memasang raut wajah yang kusam. Ia menaruh semua buku kedokteran, buku tentang kesehatan dan kedokteran. Tiba-tiba, Wildan melihat sesuatu yang tertulis di kertas. Secarik kertas yang sudah ia tulis sebelumnya.
“Allah nggak akan pernah salah memberikan takdir. Hanya kita saja yang kadang suka tidak sabar dan marah kalau hidup nggak berjalan sesuai dengan yang kita mau. Karena sesungguhnya, baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah SWT. Begitupun sebaliknya. Berdamai dengan takdir adalah sebaik-baik nya pilihan. Karena takdir Allah selalu sempurna, hanya kita saja yang belum sadar sejak awal.”
Wildan begitu serius membaca secarik kertas yang berisi banyak tulisan tersebut, ia hanya mengangguk setuju dengan apa yang tertulis, bahwa rencana Allah lebih baik sekalipun jika kita sudah merancang suatu rencana.
Wildan menghela nafas sambil melirik ke luar jendela. Ia sangat yakin, bahwa keputusan ini sudah menjadi keputusan final. Bahwa dia akan tetap mengambil kedokteran. Ini langkah yang diberikan oleh Allah sebelumnya, jadi ia benar-benar bersemangat.
“Lagipula, tidak ada ruginya mencoba. Rugi bagi orang-orang yang sudah mundur sebelum berperang,” tegas Wildan sambil duduk diatas kursi. Menatap bintang yang berhamburan diatas langit.
Wildan mengambil handphonenya yang tergeletak. Ia melirik sebuah chat yang sudah berada di paling atas. Ia hanya tersenyum sambil menghapus chat tersebut. Chat dengan tulisan nama pemilik akun “Cheers Up🌻”.
“Itu keputusanmu untuk memilih Radit. Saya tidak memiliki alasan apapun lagi, sekalipun jika kau ingin kembali, saya tetap tidak akan menerimamu. Sejak awal saya tahu ini adalah suatu kesalahan. Menerima dirimu dan terus bertahan karena takut kau akan bunuh diri. Kau mengancam dan terus mengancam. Sehingga saya sendiri bingung harus berdiri di posisi mana. Sekarang, terima kasih sudah melepaskan diri dari saya. Saya sangat-sangat berterima kasih!” tegas Wildan.
Tiba-tiba, ada telepon masuk atas nama ‘Cheers up🌻’. Wildan segera mematikan telepon tersebut.
“Sombong amat! Angkat dulu,” sebuah notif masuk diatas handphone Wildan.
Wildan yang membaca itu segera membalas: “Saya izin block, ya. Hubungan antara kita sudah tidak ada. Saya izin untuk kembali menjadi sosok yang dulu, tanpa memikirkan orang-orang yang tidak tau terima kasih.”
Wildan tersenyum lega setelah memblokir nomor Aisyah. Ia benar-benar sudah bisa lepas sepenuhnya dari Aisyah.
Wildan sangat ingat, bahwa ia pernah berubah menjadi lebih baik karena ucapan seseorang.
“Dunia bukan hanya soal belajar, tapi soal usaha. Soal usaha dan soal niat. Untuk mengejar mimpi, kamu harus paham bahwa kamu harus memohon dan meminta kepada pencipta seisi alam semesta. Bagaimana kamu akan mendapat apa yang sangat kamu inginkan tanpa ada nya perjuangan?”
Wildan mengingat kembali bahwa itu adalah ucapan dari seorang wanita yang dulu sempat ia kenal. Namun sekarang sudah tidak ada, lagi. Mereka tidak pernah bertemu sejak ia pindah SMA beberapa tahun silam.
“Mencoba, ya kalau gagal tidak perlu sakit hati. Setidaknya kau bisa melatih mental. Jika gagal kau tidak akan merasa sakit, karena kau tahu, hidup tidak hanya soal menang atau kalah. Tapi soal, siapa yang lebih tepat itu yang terpilih,” perkataan seorang wanita cantik beberapa waktu silam kembali terngiang di pikiran Wildan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS WILDAN [END]
Teen Fiction∆ BANTU FOLLOW, VOTE, KOMEN DAN SHARE, YA ∆ "Padahal dalam cinta masa lalu itu tidak penting, Haura." Wildan terkekeh sambil menunduk. "Saya tidak peduli sebagaimana masa lalu mu, keburukan mu dan apapun yang menjadi masa lalu bagimu. Saya hanya i...