“Hah! Kau kenapa selalu saja membuatku ingin emosi? Kenapa? Kenapa?” tanya Farhan terus berteriak melampiaskan emosinya dengan menerjang dinding yang ada di dekat lift.
“Karena kau salah, kau salah jika melakukan hal seperti ini kepada Haura. Haura tidak memiliki kesalahan apapun untuk kau benci sebegitu nya, Han. Kenapa kau terlalu fokus dengan rasa sakit mu sedangkan Haura juga memiliki rasa sakit itu,”
“Sudah Wildan, kita di rumah sakit. Jangan berlebihan kata saya. Jangan ikut campur urusan saya juga. Saya hanya ingin setidaknya tidak ada masalah untuk kedepannya, baik terhadap mu atau terhadap saya dan Farhan.” Haura melerai perdebatan antara Wildan dan Farhan yang hampir dilirik oleh banyak orang.
“Saya tidak masalah. Lagipula ini bukan salahmu.” Wildan segera pergi dari hadapan Farhan dan Haura. Haura yang melihat Wildan pergi segera berlari mengikuti Wildan.
“Kau marah?” tanya Haura.
“Saya tidak marah,” jawab Wildan tanpa melirik ke arah Haura.
“Terus kenapa kau tidak melihat saya?” tanya Haura bingung.
Wildan hanya menghela nafasnya, “Haura, bukankah sudah saya katakan? Jangan pernah menerima apapun yang bukan menjadi kesalahanmu?! Kau tidak mengerti atau bagaimana? Kau tidak mau saya ikut campur, tapi kau sendiri di tindas orang-orang.”
“Biarkan saja, lagipula saya berhak mendapatkan hal ini. Kau yang tidak berhak untuk ikut ke lubang yang sama dengan saya, Wildan. Kau harus segera sukses tanpa menerima hambatan dari saya. Saya tidak mau menjadi benalu dalam hidup mu, Wil.” tegas Haura.
“Kau berhak melakukan apapun. Tapi, jangan pernah mengakui hal yang tidak kau lakukan. Itu namanya mengklaim hak milik orang lain, Haura. Kau tidak punya hak untuk mengklaim hal itu!” Wildan masih berjalan tanpa melihat Haura. Biasanya Wildan jika mengatakan sesuatu harus melihat Haura terlebih dahulu. Namun, saat ini dia benar-benar tidak melirik atau melihat sedikit pun ke arah Haura.
“Maaf,” Haura hanya menunduk.
“Kau jangan minta maaf atas kesalahan yang tidak kau lakukan, Haura!” Wildan mempercepat jalannya. Ia segera membuka pintu darurat menuju tangga.
“Kenapa kau tidak naik lewat lift?” tanya Haura.
“Saya harus berolahraga agar menghilangkan emosi saya saat ini. Kau tahu? Saya sangat mendidih saat ini. Saya ingin menghajar diri saya sendiri,” jelas Wildan yang langsung masuk melalui pintu darurat.
Haura yang khawatir segera ikut masuk lewat melalui pintu darurat. Ia melihat Wildan berdiri dihadapannya sambil menatap dirinya. Haura mundur beberapa langkah.
“K-Kenapa?” Haura begitu gagap dan gugup melihat Wildan saat ini. Aura Wildan benar-benar berbeda.
“Saya tahu kau sangat terburu-buru. Bahkan kau tidak memilih berjalan bersama saya. Saya kira kau sudah di rumah sakit, karena itu saya juga berangkat lebih awal. Ternyata kau tidak segera ke rumah sakit, kau mampir kemana?” tanya Wildan yang duduk dihadapan Haura. Ia membenarkan tali sepatu milik Haura.
“Kenapa kau begini? Kenapa kau begitu perhatian?” tanya Haura ke Wildan yang membuatnya sedikit salah tingkah.
“Bagaimana hubunganmu dengan Wiliam? Ada kabar baik?” tanya Wildan.
“Dia akan melamar 2 bulan lagi, katanya. Saya juga tidak yakin dengan jawabannya kali ini.” ucap Haura.
“Kenapa kau tidak yakin? Kau mau menerimanya itu hak milik Haura. Saya tidak berhak atas pilihanmu. Saya memberikan kebebasan hanya agar kau tidak merasa saya hanya memberikan beban buruk untukmu, Haura.” tegas Wildan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS WILDAN [END]
Teen Fiction∆ BANTU FOLLOW, VOTE, KOMEN DAN SHARE, YA ∆ "Padahal dalam cinta masa lalu itu tidak penting, Haura." Wildan terkekeh sambil menunduk. "Saya tidak peduli sebagaimana masa lalu mu, keburukan mu dan apapun yang menjadi masa lalu bagimu. Saya hanya i...