“Namamu benar nggak ada, Dan.”
Wildan hanya terdiam. Ia paham akan ada kejadian seperti ini menimpa dirinya.
“Jangan banyak bicara. Saya pusing, saya mau kembali ke kelas.” jelas Wildan.
Langkahnya tiba-tiba terhenti. Meskipun Wildan sudah hampir menangis setelah gagal dalam segala hal.
“Wildan? Kau mau kemana?” pertanyaan dari Hasan menghentikan langkah Wildan. Sejujurnya jika boleh jujur, Wildan sudah ingin jatuh. Kakinya lemas karena fakta bahwa dia sudah gagal berada di depan mata.
“Setidaknya kau sudah mencoba,” tegas Hasan.
“Kau hanya bisa mengatakan itu, kau tak tahu rasanya bagaimana!” ucap Wildan dengan kesal.
“Kau sendiri yang bilang, bahwa kau tidak akan terluka. Setidaknya, kau sudah mencoba. Kenapa sekarang jadi terbalik? Kau yang kalah dengan perasaanmu sendiri. Padahal saya sudah tegaskan, jangan pernah memberi harapan yang tinggi pada suatu keinginan! Jika gagal, kau sendiri yang jatuh. Lihat, kau bisa menjadi contoh nyata untuk itu. Kau terlalu membanggakan nilaimu yang tinggi. Tanpa kau sadari, kau terlalu terpaku dengan tes SNMPTN yang sebenarnya tidak ada apa-apa nya ini!” ujar Hasan.
“Tapi, kenapa bisa? Saya juara 1 setiap semester. Kenapa bisa saya tidak lolos?” Wildan menghela nafasnya. Banyak yang menoleh karena benar saja. Wildan memang pintar, tapi kenapa namanya tidak ada.
Radit dan Aisyah berjalan masuk ke rombongan. Banyak yang bersorak gembira karena Radit berhasil masuk ke list 10 besar.
“Lihat. Kau tidak begitu pintar dibanding Radit,” ujar Aisyah mengejek Wildan.
“Namanya bagus. Tapi akhlak wanita ini sungguh Naudzubillah. Sungguh Astaghfirullah. Sungguh Subhanallah. Tapi, nggak apa. Do’a orang terdzolimi pasti terkabul,” ucap Hasan ke Aisyah.
“Dih, jangan sok. Lelaki kayak lo juga. Basket terus, lama-lama lo bisa nikah sama basket. Lagian, mana ada cewek yang mau sama lo? Tinggi saja cuma 172cm. Pendek!” Aisyah masih mengejek Hasan.
“Lo..” Kata-kata Hasan terpotong.
“Sudahlah. Lagipula, kenapa denganmu? Kau sangat suka memburukkan orang lain setelah kamu tinggi? Berani menjatuhkan orang ketika kamu sudah berdiri diatas singgasana. Ketahuilah, Kau dan dia tidak akan berjodoh. Saya bersumpah. Dalam beberapa hari kau akan putus dari lelaki ini,” ucap Wildan.
“Jaga ucapan mu ke perempuan saya, lelaki kurang ajar.” Radit segera membela Aisyah.
“Wildan,” panggil seorang guru.
Wildan hampir saja berantem dengan Radit. Namun dia mendekati sang guru. Ia dibawa ke kantor bersama dengan Hasan.
“Ada apa ya, Bu?” tanya Wildan sambil duduk.
“Kau mendapatkan beasiswa undangan fakultas kedokteran. Kau bersedia?” tanya Guru tersebut.
Wildan dan Hasan saling tatap. Dia tak menyangka, bisa begini. Padahal mereka sebelumnya tengah bersedih karena mengira gagal. Namun, berkat kesabaran Wildan yang hampir terbatas tadi. Akhirnya, ada jawaban pula.
“Kok bisa, Bu?” tanya Wildan.
“Nak Hasan yang mendaftarkan nilai kalian beberapa bulan yang lalu ke program pemilihan fakultas dan beasiswa terbaik.” jawab Naila.
“Loh?” Wildan menatap Hasan sedangkan Hasan hanya tersenyum malu. Ia juga tak menyangka bisa keterima.
“Serius! Saya hanya iseng. 2rius deh. 3rius juga bisa!” Hasan menggeleng sambil menatap Wildan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS WILDAN [END]
Teen Fiction∆ BANTU FOLLOW, VOTE, KOMEN DAN SHARE, YA ∆ "Padahal dalam cinta masa lalu itu tidak penting, Haura." Wildan terkekeh sambil menunduk. "Saya tidak peduli sebagaimana masa lalu mu, keburukan mu dan apapun yang menjadi masa lalu bagimu. Saya hanya i...