Akhir dan Kebenaran

70 7 0
                                    

Dunia memang harusnya tidak mentolerir sebuah keterlambatan, membiarkan yang menyesal mengikis perih atas luka yang dibuatnya sendiri, menyayat luka baru di atas luka lama yang tidak kunjung kering.

Aku masih Maya yang mencintai sosok laki-laki jangkung yang berdiri di kursi pelaminan bersama tokoh utama yang akan ia pilih sebagai penentu jalan hidup selanjutnya. Lucu saat aku yang sejak awal merasa sebagai pelaku namun nyatanya akulah korbannya.

"Udah salaman, May?" Aliya membuyarkan lamunanku, memecah gumulan air mata yang harusnya tidak keluar saat riasanku sedang terlihat sempurna.
"You okay?" Aliya merangkulku erat, hanya dia yang tahu bagaimana aku yang mencoba melawan rasaku atas sahabatku sendiri, dia juga yang menjadi saksi atas luka yang sebenarnya kusayat sendiri.
"Jangan ditahan!" Dan tangisku pecah.

Mungkin memang Tuhan sedikit mengasihaniku, aku terjebak macet saat datang ke acara Saldan, setidaknya itu membuatku tidak harus menjadi saksi saat akad dilaksanakan. Bukankah itu namanya aku kaya ngorek-ngorek luka pakai air garam?

Aku datang saat Saldan sudah memakai baju resepsi berwarna hitam khas jawa, Delia yang bersanggul anggun dengan balutan gaun yang memanjang membuat setiap mata tidak berhenti menatap sembari bibir terus mengucap pujian atas istri Saldan tersebut.

Apakah tidak sakit menggambarkan betapa bahagianya Saldan saat ini? Aku bahkan tidak tahu lagi level sakitku seperti apa, hingga rasa kebas terasa perlahan mengambil alih perasaanku.

"Ayo. Gimanapun juga Saldan pasti nungguin lo," Aliya mengusap pelan dua sisi pipiku, menyingkirkan sisa air mata yang menciptakan garis lurus disana.

Aku mengangguk perlahan. Kakiku terasa nyeri saat perlahan mendekati panggung. Terlalu jelas Saldan yang memandangku lekat namun dengan tatapan yang sangat sendu, aku bahkan merasa tiba-tiba menjadi perusak kebahagiaannya.

"Selamat anjir Sal," Aliya menepuk bahu Saldan, seperti biasa nampak begitu akrab dan menyenangkan.

"Makasih ya udah datang, suami lo mana?" Saldan celingukan mencari keberadaan Naufal.

"Ada, masih nungguin Hexa dia nyasar."

"Wah, bodohnya beneran permanen."

Aliya tergelak. Di atas lukaku?

Kurang ajar.

"Selamat ya, Sal."

Kini giliranku menjabat tangan sahabatku yang telah lebih dari sepuluh tahun menjadi sandaran keluh kesahku, yang menjadi tempatku datang saat jenuh menyambang, yang sering membuatku merasa bahwa aku adalah wanita paling beruntung di dunia. Sekarang aku akan segera menyerahkan keberuntungan itu pada Delia, wanita terpilih dari sekian wanita yang mengharapkan Saldan menjadi pendampingnya, termasuk aku.

"Makasih," Saldan memelukku secara tiba-tiba. Bisa ku rasakan sepuluh ribu mata memandang kami aneh, bahkan Delia dan Aliya sampai berhenti berbincang. Selain karena Saldan yang bergerak sangat berani memelukku di samping mempelai wanitanya, tangis Saldan juga harus menjadi pertanyaan.

"Sal. Jangan begini, gaenak gue!" Desakku meminta keluar, namun pelukan Saldan terasa malah semakin erat.

"Mas..." Bisikan Delia berhasil membuat Saldan akhirnya perlahan mengurai peluknya.

"May, dengerin gue!"

"Apa?" Tanyaku masih membendung air mata.

"Nomor gue password ulang tahun gue, tolong buka twitter gue nanti malam!" Ucapnya tanpa penjelasan. Aku tak sempat bertanya lebih karena di belakang telah banyak antrian panjang yang menunggu waktu untuk bisa bersalaman dengan mempelai.

Sebelum 5 CM「COMPLETED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang