Dengan jurus andalannya Jemie menarik mangkuk mie ayam yang baru saja ingin ditumpahi banyak sambal oleh Fidya. Dia tidak mau lagi melihat temannya itu heboh karena kepedasan jadi cara terbaik adalah dengan diam-diam merencanakan hal tersebut.
Sedangkan Fidya sendiri tampak tidak terima.
"ah, sekali aja, Jem!" mohon Fidya dengan air muka tak sabarannya.
Jemie bersikeras menggeleng "gak"
Fidya mendengus, dua mengurangi sambal yang disendoknya terlalu banyak itu.
"nih gue kurangin!"
"nah gitu! masih pagi juga lo, udah makan yang pedes-pedes aja" gemasnya kemudian menyodorkan kembali mangkuk mie tersebut yang disambut ketus oleh pemiliknya.
Fidya bersungut-sungut, dia melirik kafetaria yang terlihat sepi karena masih pagi, hanya ada empat meja yang terisi termasuk mereka sendiri. Dia belum sempat sarapan di rumahnya, tetapi Jemie sudah terburu-buru mengajaknya berangkat bersama diwaktu yang tidak wajar.
"berarti kemarin lo dikasih es krim sama kak Javio dong?" Fidya setelah kejengkelannya mereda
Mengangguk, Jemie memilih untuk membuka ponselnya dibandingkan menghabiskan bubur ayam biasa. Jikalau ada bubur china tentu dia memprioritaskan hal itu daripada ponsel.
"cuma dibeliin sebagai tanda terimakasih gue bilang, lo ga percayaan banget" sahut dia.
Fidya mendelik "ya lo abisan diam-diam menghanyutkan, deket sama orang kok ga ngomong-ngomong, kak Javio loh itu! emas Dan Buenos" celoteh dia seolah ingin memukul Jemie dengan garpu "kalo lo bilang deket sama kak Javio, gue masih sedikitt percaya, kalo kak Abithar samsek enggak" lanjutnya.
"jadi lo gak percaya yang waktu itu?"
Fidya mendengus "ya enggaklah!"
Jemie melirik Fidya sekilas, gadis itu menghela nafas pasrah. Dia menekan kontak Abithar kemudian mengetuk icon kamera kemudian mengarahkan kamera tersebut ke arah wajahnya, dia berpose sedikit sebelum memotret.
kak abim 😒🙏
me
KAK ABIM
me
selamat pagi
/send a pict
me
liatt bagus gaaa😋kak abim😒🙏
iyame
iya apaaa???kak abim 😒🙏
bagusme
IYA DONG 😼😘
readJemie menaruh ponselnya kembali dengan keadaan mati. Dia menatap Fidya yang ternyata sedang memerhatikan dia sejak tadi.
"kenapa lo senyum-senyum?"
Jemie mendelik "kepo"
•° Le précieux Jema °•
Disaat-saat seperti ini yang paling Jemie benci, bersempit-sempitan dan saling mendangak untuk mengalahkan kepala siapa saja yang jauh lebih tinggi hanya untuk melihat hal menarik di depan.
Jemie menarik nafasnya susah payah, dia berusaha mendapatkan pemandangan Javio yang sedang membuat pionering alias hanya membuat simpul jangkar sekilas sebagai contoh untuk andika nya yang masih lemot.
Berkali-kali berdecak akhirnya Jemie membuka suara terkhusus untuk satu orang yang membuatnya gemas bukan main. Laura yang sedari tadi berjengit paling heboh, rambut pirang panjangnya menyapu wajah Jemie beberapa kali.
"kepalanya kenapa pada rese banget sih? mau gue potong?" galak Jemie sewot.
Laura mendelik ke arahnya kemudian bergeser kasar, tetapi terlambat karena pertunjukan Javio mengikat simpul sudahlah usai dan Jemie juga telah kehilangan mood nya untuk melihat pemandangan tersebut.
Daripada dia memukul Laura yang super rempong dan gemar membawa bedak merek Focallure di genggaman tangannya lebih baik Jemie pergi ke kantin untuk membeli minuman dan bubur china kesukaan dia selagi menunggu jam istirahat sehabis pelajaran olahraga selesai.
Jemie berbelok menyusuri lorong yang sepi, dia menoleh ke arah lapangan, melirik Fidya yang sedang bermain-main dengan raket badminton milik Chase. Dia tidak perlu memberitahu sahabatnya kalau hanya ingin ke kantin? Bukan apa-apa, Fidya itu suka heboh sendiri kalau tidak menemukan Jemie dimana-mana.
Tidak melihat jalan dengan benar Jemie tersentak ketika dia hampir menabrak seseorang, baru saja ingin menggeser badan orang yang menunduk untuk memakai jam tangannya itu malah bergeser kembali tanpa melihat nya hingga menciptakan masalahnya sendiri, sesuatu dan bunyi kaca terbentur di lantai begitu nyaring serta pekikan pemilik dari benda berupa jam tersebut membuat dia bungkam.
Jemie berjongkok kemudian meraih jam tangan berwarna merah muda transparan yang lensa pelindungnya telah retak parah. Dia berdiri kemudian menyerahkannya kepada gadis cantik di depannya itu.
Bisa terlihat dari cara berpakaian nya, gadis tersebut kelas sebelas, dan dia tahu bahwa ini bukan kejadian yang dapat lewat begitu saja terlebih dengan kakak kelas.
"kak, maaf tadi Jemie gak lihat, biar Jemie betulin aja" sesal Jemie berusaha untuk memperbaiki suasana senior perempuan di hadapannya ini.
Jemie melirik kalung yang menghias leher gadis itu, nama 'Keysie' terukir membuat dia tertegun, sudah pasti tipikal-tipikal perempuan yang banyak mau dan cerewet tentu saja masalah ini tidak akan selesai hanya sampai di sini.
Keysie menatapnya datar, cewek itu bersidekap dada kemudian mengangkat bahu.
"lo buta?" tanya dia tiba-tiba.
Jemie menarik nafas pelan. Persis sekali seperti drama-drama yang sering dirinya tonton.
"enggak kak, posisinya gue udah ngeliat lo dan geser badan, tapi lo malah geser juga dan dari awal gak ngeliat gue" jelas Jemie mengubah kosakata nya menjadi 'lo-gue'
"mau gue gantiin, kak?" tawar Jemie dengan baik-baik.
Keysie mendengus kasar "yakin? kayaknya lo harus jual diri dulu baru bisa gantiin" sahut dia membuat Jemie hampir mengumpat lalu menjambak cewek itu dengan terang-terangan.
Jemie merengut "jaga mulut lo."
Dan tidak membutuhkan waktu hingga bermenit-menit lamanya, Jemie bisa melihat pendaran cahaya berwarna merah menyala di sekitar Keysie.
Sepersekian detik, Jemie tidak sadar bahwa gadis itu sudah melayangkan tamparan keras ke pipi kirinya, membuat Jemie limbung dan lemas. Harusnya dia menangis karena harga dirinya sudah diinjak-injak, tetapi untuk saat ini emosi sudah meletup-letup mendobrak pertahanan diri Jemie.
Dia mengepalkan tangan dan bergerak ingin menampar Keysie, tetapi suara teriakan seseorang dari ujung lorong mencegah keduanya.
"Kalian berdua ikut saya!"
Ms. Lorraine berkata dengan aksen british nya yang kental. Mungkin wanita itu sudah terlalu panik hingga melupakan bahwa dia harus menggunakan bahasa inggris di sekolah, seperti Bu Astuti kala itu.
Jemie menghela nafas, dia telah mencari masalah dengan Hublot sialan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Precious Jema
Teen FictionSebut saja Jema, gadis pelupa, cerewet dan moody-an yang baru saja menduduki kelas 10 tersebut tahu-tahu harus mengikuti ekskul karate yang sama sekali jauh dari ranahnya. Memang tidak begitu 'oke' dengan karate, Jemie hanya betah di ekstrakulikuler...