tres - motor ganteng

102 20 0
                                    

Kepala Abithar rasanya ingin pecah, perlahan-lahan namun pasti fragmen yang belum jelas asal-usulnya dapat ia rasakan. Sengatan kecil dari kulit Jemie mengalirkan sesuatu ke pikirannya hingga gambaran masa yang akan datang itu terlihat jelas.

Sosok yang dia kenal tengah berjalan melewati zebra cross. Itu Jemie, matanya menyipit karena cahaya matahari yang menanjak terik di kaki langit. Dia terlihat menepuk dahinya kemudian berbalik ke arah perbatasan jalur dan ketika kakinya baru melangkah menaiki rumput, mobil kijang biru tua dengan tak etis melaju kencang tanpa memerhatikan jalan.

Suara teriakan dan tangisan kanak-kanak terdengar bersamaan dengan dentuman keras kala tubuh Jemie terpelanting jauh akibat benturan dari mobil kijang itu.

Mengerikan dan Abithar mengerjap kaget, dia merasakan nafasnya sedikit memburu. Pandangannya kembali pada ruang karate yang familiar. Dia dapat mendengar suara cakap-cakap anggota ekskul. Terutama seseorang yang memanggilnya.

"Kak?"

"Kak Abithar, Kok tangan Jema gak dilepasin?" tanya Jemie dengan tangan menunjuk kepalan tangannya yang lain yang berada di genggaman Abithar.

Alih-alih menjawab, Abithar menghela nafas, dia langsung menjauhkan tangannya kemudian berkata "Maaf" sebelum cowok itu menyugar rambut ke belakang berusaha mengatur nafas. Fragmen itu sangat mengejutkan, bagaimana bisa seseorang di hadapannya ini akan mengalami kejadian tragis seperti tadi?

Jemie mengangguk tidak masalah "Bukan modus kan, kak? Siapa tahu gitu kan, biasanya mentor-mentor suka ngambil kesempatan" pungkir ia tercengir lebar.

Abithar mendengus geli, belum ada beberapa jam melatih anggota baru, dia sudah bisa menebak watak absurd adik kelasnya ini. Blak-blakkan sekali hingga dirinya tak habis pikir.

"Enggak" sergah Abithar meyakinkan Jemie.

Namun gadis itu mengangkat bahu "Eh, tapi kalau kak Abithar yang modus, sih, gak apa-apa, beneran" sahutnya mengacungkan jempol.

Abithar menggeleng-geleng dengan ekspresi seolah melihat keanehan dalam pribadi Jemie. Cowok itu mengulurkan tangan, kali ini mencoba fokus dan serius tanpa menimbulkan indra ke-enam nya untuk bekerja.

Dengan senang hati Jemie menunjukan gerakannya yang masih kaku, mengulang-ngulang sampai Abithar menghentikannya.

"Istirahat sebentar, Jemie"

"Kak Abithar panggilnya jangan Jemie tapi Jema"

"Iya, Jema"

•° Le précieux Jema °•


Di depan gerbang utama Jemie dapat melihat seseorang dengan motornya melambai ke arah ia, lebih tepatnya melambai ke arah seseorang di sebelahnya, Fidya. Jelas temannya yang satu ini memiliki pacar dan sekarang pacarnya yang dari lain sekolah sedang datang untuk menjemput.

Fidya menjulurkan lidah ke pada Jemie "Bye bestie, gue pulang dulu" ujar ia kemudian berlari kecil menuju gerbang.

Jemie mendengus kasar, gadis itu masih menatap lurus ke arah Fidya yang sudah hilang bersama pacar nya di belokan jalan. Kini parkiran Dan Buenos menjelang kata-kata sepi, karena dia dan Fidya betul-betul memilih waktu yang tenang untuk kembali ke rumah tanpa grusak-grusuk beberapa menit setelah pemberitahuan pulang.

Ketika melewati parkiran motor yang berblok 'B' Jemie dapat melihat motor yang familiar di matanya. Ducati hitam menawan dengan plat 'ABTHR' yang amat menonjol diantara motor-motor lainnya.

Seribu minat menggerayapi Jemie hingga gadis itu meloloskan diri untuk menghampiri motor tersebut, dia melirik kaca spion kemudian menyentuh bagian jok yang seakan-akan bisa lecet kalau dia menyentuhnya lama-lama.

Jemie menggeleng-geleng dengan decakan kagum "Motornya aja ganteng apalagi yang punya?" monolog ia kemudian menjauh selangkah.

Belum ada beberapa menit Jemie bertanya kepada diri sendiri tahu-tahu ada sosok dibelakangnya yang bertanya aneh "Sedang apa kamu disitu?"

"Eh, kaget" pekik Jemie lalu berbalik. Matanya langsung memicing seolah pernah bertemu sosok itu sebelumnya, lantas dia menepuk dahi kelupaan "Eh, kak Abithar, ngapain di sini, kak?"

Bisa-bisanya dia lupa dengan Abithar yang hari ini hampir dua jam di ruangan ekskul bersama.

"Ini motor saya" jawab Abithar kemudian menempelkan tangan di kedua bahu Jemie, menggeser tubuh gadis itu pelan sebelum dia mengambil helm full face yang bertengger di salah satu spion. Cowok itu memanaskan motornya sembari mengeluarkannya dari pembatas besi parkiran.

Dia melirik Jemie sejenak dan bertanya "Kenapa kamu belum pulang?"

Karena pertanyaan semacam itu terlontar dari mulut seorang Abithar yang sebenarnya adalah pertanyaan dimana Jemie sungguh-sungguh menunggunya, maka gadis tersebut langsung mengutarakan maksud.

"Tadi Fidya pulang sama pacarnya, kak, aku juga gak mau naik bus, mending uang nya buat di tabung. Jadi gak tau deh pulang pakai apa" jelas dia melirik ekspresi Abithar yang terlihat biasa-biasa saja. Penampilan cowok itu agak mengalihkan atensinya, kemeja dengan kancing terbuka sepenuhnya dan menampilkan kaus hitam berlogo Quicksilver yang kentara di dada kiri. Agak lebay, namun pesona yang seperti ini yang Jemie kesalkan, kuat sekali.

Menunggu respon yang tak kunjung datang dan hanya ekspresi Abithar yang biasa-biasa saja, Jemie memutuskan untuk berterus terang.

"Boleh pulang bareng gak, kak?"

Abithar menoleh sepersekian detik, wajah cowok itu seolah melihat situasi beberapa jam ke depan, kepalanya yang penuh dengan pemikiran sehat itu sekarang memutar otak apakah dirinya harus menerima ajakan itu? lagipula apa salahnya?

Jemie sudah merapihkan seragam, dia terlihat percaya diri sekali bahwa kakak seniornya akan menerima.

Tetapi prasangka gadis itu benar, Abithar mengangguk pelan. Jemie menyeringai senang kemudian tergesa-gesa menuju Ducati Abithar yang lumayan sulit untuk ditaiki, dia bahkan perlu bantuan cowok itu untuk menaiki jok belakang.

Dengan yakin Jemie menepuk pelan bahu Abithar "Nanti uang bensin, Jema bayar besok, kak" katanya.

Abithar tak menjawab, dia melirik geli ke arah spion dimana wajah Jemie yang memerah karena terik matahari panas terlihat jelas, padahal gadis itu pelupa. Mana mungkin ingat untuk membayar, pun Abithar masih diluar sanggup untuk membayar bensin.

[]

The Precious JemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang