cuatro - drakor

94 24 2
                                    

Siang yang tak begitu menarik karena matahari amat menyengat kali ini membuat banyak siswa berhamburan ke kafetaria hanya untuk membasahi tenggorokan yang kering. Mengganjal perut jika belum sarapan dan niat lainnya.

Jemie dan Fidya termasuk pelajar yang hanya meramaikan meja kafetaria, melihat yang enak untuk dipandang dan menciptakan perbincangan-perbincangan ringan dengan siapapun itu.

"Karate gimana jadinya, Jem?" Fidya bertanya sambil menusuk-nusuk dumpling yang kurang menarik perhatian-menurut ia.

Dengan satu gerakan mengangkat bahu semua orang pasti mengerti bahwa itu bukan hal menarik untuk dibicarakan, tetapi setidaknya ada hal yang menarik dibandingkan 'karate' itu sendiri ; kakak seniornya? Tetapi Jemie urung niat untuk membicarakan itu.

"Pembimbing perkelompoknya ada?"

Jemie mengangguk mantap "Ada" dia menaruh ponsel di atas meja lalu mengaduk-aduk lemon tea yang masih penuh.

"Siapa aja?" dari pertanyaan yang terlontar, Jemie bisa menebak bahwa temannya yang satu ini sedang mengorek-ngorek sesuatu. Entah itu Haja atau Abithar.

"Kak Haja, dia pem-"

"Stop-stop!" potong Fidya mengarahkan dua sumpitnya ke mulut Jemie. Gadis itu sedikit mencondongkan tubuhnya kemudian duduk seperti semula "Gue tanya, lo tau gak siapa Kak Haja?"

Dengan alis mengerenyit Jemie mengangguk "Tau lah, pembimbing karate gue"

Fidya terlihat menepuk dahinya pelan, dia meletakkan sumpit di piring kecil sebelum berujar panjang untuk mempresentasikan hal paling spektakuler menurutnya.

"Kak Haja Binta Gauri, dia itu multitalent, anak basket, karate, humble, blasteran Filipina, manis banget, dan plus plus dehh" jelas nya menggosok-gosok telapak tangan seolah gemas dengan penjelasannya sendiri yang kelewat sempurna.

Jemie terpaku sebentar, dia kemudian mengangguk-angguk pelan, dia sudah bisa menebak ketika di ruang karate. Haja memang pandai bergaul karena setidaknya semua anggota sangat betah berbincang dengannya ketimbang bersama Abithar yang kaku dan monoton ekspresi, hingga sebagian dari mereka sedikit segan.

"Satu lagi? Gue bisa nebak orangnya" lanjut Fidya menopang dagu. Jemie mengangkat alis.

"Kak Abithar?" tanya dia. Lantas Jemie mengangguk, kali ini dia menunggu penjelasan Fidya dengan air muka berseri-seri antusias.

Fidya memijat pangkal hidung, seolah bingung memulai dari mana.

"Kalo lo tanya ada gak cowok perfect abad ini? Silahkan tanya pelajar Dan Buenos, gue yakin jawabannya Kak Abithar" pungkas Fidya mengangkat tangannya, menunjuk area kantin.

Jemie bertanya "Emang kenapa?" dan itu malah membuat Fidya melotot aneh "Gila lo, hari gini masih nanya"

"Ya gue gak tau astaga, salah terus"

"Udah setengah bulan hey!"

"Setengah bulan baru lah anjir"

Karena malas meladeni Jemie yang seperti karakter 'y/n' sok-sok polos dan menye-menye, Fidya lebih berminat untuk melanjutkan penjelasannya. Setidaknya menguntungkan bisa menjelaskan daftar cowok-cowok keren Dan Buenos pada teman anehnya ini.

"Kak Abithar pinter, tukang borong piala kalau ada lomba-lomba, multitalent nya gak usah ditanya, sholeh, tajir gila, anak duta besar Spain dan hal-hal lain yang gak bakal bisa disebutin" jelas Fidya menghela nafas. Dia tentu hafal diluar kepala untuk list nomor satu yang ini.

Jemie melongo. Eh? Betulkah Abithar yang kemarin? Yang dia ajak untuk pulang bersama? Memang sih, bukan penampilan dan gaya cowok itu saja dalam bertindak namun cara bicaranya yang irit membuat kesan pertama seseorang akan bisa menebak bahwa Abithar sosok yang tidak biasa untuk ukuran remaja lelaki.

The Precious JemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang