Pagi-pagi sekali Jemie sudah datang ke sekolah, sumpah dia tak pernah ini sebelumnya. Tetapi dia ingat tugas dari coach Davian untuk mencetak data-data anak pemandu sorak sudah harus terkumpul hari ini.
Gadis itu membuka lemari kecil di belakang kelas, menaruh beberapa permen dan earphone di situ, gedung Misiones yang memiliki lima lantai ini kini terasa sepi, menurut Jemie fakta tersebut sedikit menyeramkan, karena dia adalah tipikal orang yang harus memiliki teman mengobrol.
Hanya ada Seth si kutu buku yang sedang memojok, terlihat di ponsel nya dia sedang membaca suatu komik digital, entahlah Jemie tidak terlalu peduli dan dekat dengan teman sekelasnya yang itu.
Karena tahu dirinya pasti akan kebosanan setengah mati, Jemie memilih untuk datang ke kelas sebelah, mencari teman mengobrol sebelum dia pergi menuju tempat fotokopi di depan sekolah, dia masih dendam kesumat dengan lab komputer yang masih dalam kondisi diperbaiki, itu menghambat pembelajaran para siswa.
Dia bisa melihat Haden, gadis berambut coklat yang Jemie dengar adalah anak berbakat membaca puisi ketika masa perkenalan, dia terlihat menjatuhkan kepala di meja, barangkali hendak melanjutkan tidur pagi.
Jemie menyapa pelan yang dibalas lemas oleh Haden . Dia menghela nafas, melirik jam di yang tertera di ponsel, daripada hari semakin siang Jemie memutuskan untuk pergi ke tempat fotokopi sekaligus membeli sarapan bubur china kesukaannya.
"Gue mau keluar, lo ada yang mau dititip gak?" tanya Jemie basa-basi, tetapi Haden mengangguk.
"Lo mau beli apa , Jem?" tanya dia balik.
Jemie mengangkat bahunya pelan "Bubur china"
Haden mengangguk "Mau deh, uangnya gue transfer aja, ya nanti"
Jemie mendengus, gadis tersebut mengangguk pelan sebelum berlari kecil keluar gerbang, parkiran mulai terlihat ramai dengan beberapa motor dan mobil yang berjejer. Jemie menyebrangi jalan dengan kepala menoleh kanan-kiri lantas memesan bubur ketika sampai di kedai kecil, dia bergeser beberapa langkah untuk mencapai fotokopian yang dirinya maksud.
Meminta mas-mas yang berjaga untuk mencetak lima lembar data biografi anggota pemandu sorak.
Netra Jemie tidak bisa diam, dia melirik ke arah pajangan-pajangan kecil. Tertarik dengan rekaan mini captain america yang sedang memegang tameng logamnya. Tidak tahu bagaimana gadis itu teringat Abithar, dan meloloskan diri dengan memesan benda itu dengan sukarela.
"Lima belas ribu yang itu, neng" kata si penjaga fotokopi. Jemie mengangguk tetap setuju dengan harga yang terjangkau itu.
Kemudian setelah mengambil map biru berisikan data anggota pemandu sorak, Jemie beralih pada bubur yang ia pesan, kemudian menenteng satu kantong plastik berisi dua porsi bubur.
Gadis itu kembali menyebrangi jalan, dia merengut pelan karena berusaha menghalau sinar matahari pagi yang menyengat, pelipisnya sedikit basah oleh keringat, beruntung rambutnya sedang diikat rapih.
"Eh, lupa!" serunya ketika sudah sampai di tepi jalan gerbang sekolah.
Captain-nya tertinggal.
Dan dia berbalik badan untuk mengambil benda itu tanpa tahu hal mengerikan yang akan terjadi padanya beberapa detik lagi.
•° Le précieux Jema °•
Cowok yang kini duduk di meja sembari melihat ponsel itu kini menarik nafas yang ke sekian kali. Jika orang-orang dengar kondisinya seperti lelah dengan masalah hidup yang bertubi-tubi, nyatanya bukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Precious Jema
Novela JuvenilSebut saja Jema, gadis pelupa, cerewet dan moody-an yang baru saja menduduki kelas 10 tersebut tahu-tahu harus mengikuti ekskul karate yang sama sekali jauh dari ranahnya. Memang tidak begitu 'oke' dengan karate, Jemie hanya betah di ekstrakulikuler...