trece - ovalestrip

109 14 4
                                    

Beruntung Jemie dan Abithar sudah menapakkan kaki mereka di lobi apartemen kala basah hujan mengguyur deras Jakarta. Udara dingin menyeruak dari segala arah, di dalam tentu dingin akibat air conditioner dan di luar tentu karena hujan. Jemie menghela nafas pelan sambil mengelilingi lobi dengan netranya.

Luas dan tentu terlihat expensive. Terkadang Jemie ingin menunjukkan ke-iriannya pada Abithar, cowok itu terlihat sudah berhasil memapankan dirinya sendiri walaupun tak perlu repot karena ayahnya memiliki jabatan amat penting dan tentu sangat sanggup barangkali menghidupi lima keluarga.

Jemie mendengus ketika melirik Abithar yang tanpa sepatah kata berlalu ke arah lorong menuju lift. Dia mengekori di belakang, matanya terus tertuju pada lalu lalang para penghuni apartemen yang terlihat sibuk.

Diantaranya ada hanya memakai sandal selop dan dengan wajah lusuh seperti baru bangun tidur, pria ber jas sambil membawa map atau wanita-wanita yang menggunakan heels 5 senti dengan blouse mereka menunjukkan betapa padatnya kegiatan sebagai pekerja.

Jemie memasuki lift yang kosong, dia melihat Abithar menekan tombol berangka 8 sebelum akhirnya kubus itu membawa mereka menuju lantai atas, Jemie mendekat ke arah Abithar, dia menggenggam lengan cowok itu sebelum denting suara menyusul terbukanya pintu lift.

Mereka menyusuri lorong, Jemie dapat meneliti bahwa paling tidak para penghuni unit hanya sekali dalam tiga hari keluar rumah untuk urusan selain bekerja di kantor. Dan mungkin hanya Abithar yang berstatus masih sekolah kemudian menempatkan diri diantara para workaholic ini.

Jemie menautkan alis ketika mereka tepat berdiri di depan salah satu unit. Pintu nya berukir 'AAA' , gadis tersebut melirik Abithar dari ujung mata. Tentu saja dia pemiliknya. Cowok itu menempelkan jari jempolnya pada sensorik seketika bunyi 'beep' terdengar. Dengan sekali pergerakan sang pemilik mendorong pintu ke dalam, dia langsung berjalan menuju belokan yang Jemie tebak adalah dapur.

Mata gadis ini sekarang sedang di suguhkan oleh pemandangan apartemen seorang laki-laki yang produktif, alias seniornya itu sangat rajin dan konsisten merapihkan unitnya. Jemie memicingkan mata, mencoba menghafal tata letak furnitur-furnitur minimalis yang berada di tempat strategis.

Ada tiga buah sofa abu-abu di tengah ruang yang luas, karpet berbulu dan empat bantal empuk di atasnya seolah sengaja diletakkan disitu. Televisi lebar dan meja yang diisi beberapa katalog produk dan CD film-film action.

Dari arah belokkan Abithar kembali dengan wajah seriusnya, cowok itu mendekat kemudian menunjuk sandal putih yang terletak di depan belakang pintu.

"pakai itu" titahnya.

Jemie menggeleng "kaki aku gak kotor kok, kaus kakinya juga bersih" ujar dia berusaha meyakinkan keresahan Abithar.

Abithar menggeleng "pakai Jemie, dingin"

"enggak dingin, kok" ujarnya bersikeras menolak.

Abithar menatapnya lama, seolah netranya tidak akan ke arah lain sampai Jemie memakai sandal tersebut.

Karena tahu dirinya tidak akan menang, Jemie dengan gontai berjalan, dia memasang sandal yang sedikit kebesaran itu di kedua kakinya, label nama Apartemen 'ovalestrip' bergaya Jepang terlihat jelas di sana. Tetapi sesudah itu, Jemie melirik kaki Abithar, cowok itu justru tak memakainya.

Namun tentu dia tidak akan mau lagi berdebat dengan seniornya yang satu ini. Alhasil Jemie hanya memilih untuk mengelilingi unit Abithar yang nyaman ditinggali ini sedang si pemilik sibuk berkutik di dapur.

Jemie berjalan ke arah ruang bercat dinding biru tua, bisa terlihat kalau ruangan itu adalah ruang kerja sekaligus tempat Abithar belajar. Harum citrus dan mint menguar di sekeliling ruangan, ada dua buah komputer dan satu MacBook yang masih menyala, menampilkan layar yang sedang membaca statistik entah apa itu. Longue panjang dan tiga rak buku penuh yang tidak Jemie mengerti dari judulnya, kebanyakan adalah buku-buku untuk para pekerja.

The Precious JemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang