🌻Raditya🌻

217 29 1
                                    

Suasana terasa begitu ramai ketika Pak Gibran baru saja menyelesaikan materi siang ini. Guru tampan itu lantas membubarkan kelas setelah salam terakhirnya. Membuat seisi kelas yang kebanyakan adalah manusia berisik mengeluh.


Mengapa wali kelas ganteng itu tidak lebih lama tinggal?


Tapi, tumben sekali seorang Haikal Raditya hanya duduk diam memandangi langit siang ini yang begitu cerah. Birunya menghipnotis pemuda itu untuk tetap memandangi panorama di atas sana.



Pikirannya berkelana, jika menurut sebagian besar penghuni SMK Techno Haikal adalah cowok tengil menyebalkan yang sok tahu--dalam kepalanya, Haikal hanya menerka ada apa di dunia ini. Selain manusia ganteng sepertinya dan Pak Gibran.



Mungkin ia akan menjadi seperti Pak Gibran di kemudian hari. Guru muda tampan yang digandrungi banyak orang. Bahkan Mamah sering membicarakan perihal Pak Gibran ini setelah menemukan pria itu bersliweran ketika rapat wali murid digelar.


Haikal menarik napas panjang. Jika biasanya ia akan melompat ke depan kelas untuk merusuh bersama Derry dan kawanannya, hari ini dia hanya bersandar memandangi mereka dari kejauhan. Meski bel panjang berbunyi nyaring menandakan jam sekolah sudah usai.

Cukup menarik, sebab Haikal bukan tipe manusia yang mau duduk diam bahkan ketika kelas masih berlangsung sekalipun. Celetukannya, gerak geriknya, sampai caranya memanggil orang-orang adalah hal paling menyebalkan.

Sakura--gadis yang duduk di sebelah kiri Haikal bahkan sampai geleng-geleng kepala melihat kelakuan Haikal hari ini. Yang tumben sekali diam seribu bahasa.


Yang nggak Haikal banget!

"Oy! Chan! Mau ke ekskul nggak?"


James berteriak nyaring dari depan kelas. Sudah siap dengan tas coklat di bahu kiri. Juga kamera mungil berwarna hitam di lehernya. Kemungkinan pemuda tampan itu akan mengikuti ekskul fotografi hari ini.


Haikal menghela napas panjang. Si sahabatnya itu mengganggu saja lamunan indahnya pada langit yang berwarna cerah. Secerah hatinya yang kini betulan seperti namanya. Haikal Raditya Ehsan Nugraha. Anugerah matahari yang kuat dan tinggi.


Tidak bermaksud menyombong, tapi bukankah nama Haikal betul-betul se-estetik itu?

Mamah sering berkata, bahwa nama yang sepanjang bus trans Jakarta itu adalah yang terbaik. Sebagai bentuk doa untuk si putra sulung. Yang nantinya ia harapkan jadi secerah matahari, setinggi langit, juga kuat seperti bola api itu yang terus menyinari bumi tanpa rasa lelah sedikitpun.


Dan Haikal Raditya merasa bahwa Mamah tidak pernah sia-sia memberi nama yang begitu estetik padanya. Terbukti, sekarang Haikal merasa bahwa dirinya secerah matahari meski warna kulitnya sawo matang bekas bermain layanan dulu. Tapi tak apa, yang penting ia akan menyinari dunianya sendiri.


Kembali memandang sosok James di depan kelas, laki-laki itu menghela napas dramatis. Kepalanya menggelesor malas di atas meja. Sementara tangannya melambai dengan gaya paling 'nggak banget'.

"Vincenzo lelah!" katanya dengan suara serak.

Mambuat James bergidik, tapi tak urung tetap mendatangi Haikal di pojok kelas. Mengacak rambut dan wajah sahabatnya yang seperti hidup susah mati tak mau.

Laki-laki berwajah kalem itu kemudian berjingkat ketika Haikal mengangkat kepala. Dengan mata bulatnya yang mirip boba berkedip malas.

"Aku bilang. Vincenzo lelah! Ferguso!"

Antara Jingga Dan Raditya | Haechan YejiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang