🌻39. Tempat Baru🌼

74 10 2
                                    

Haikal menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan. Ia menatap gadis jangkung di sisinya yang kini memandang bangunan di depan dengan mata berbinar. Padahal, jelas-jelas mereka bukan berada di tempat istimewa ataupun penuh sejarah.


Alih-alih Taj Mahal yang mewah, mereka justru berdiri di depan bangunan vertikal dengan plang besar bertuliskan 'Kost putri'. Tapi, itu justru mampu membuat Jingga makin berbinar.


Keduanya yang masih mengenakan seragam sekolah kini berjalan mendekat memasuki bangunan kost itu. Yang kemudian seorang perempuan pertengahan tiga puluhan menyambut dengan senyuman hangat.


"Akhirnya sampai juga," tante Ika mengulurkan tangan. Membiarkan Haikal dan Jingga mencium punggung tangannya bergantian. "Udah makan belum?"


Haikal menyeringai lebar. Mengusap perutnya pertanda bahwa ia sangat setuju jika tante Ika menyediakan makanan untuknya. Tak begitu dengan Jingga yang berdesis gemas. Karena jujur, mereka baru saja mampir di rumah makan padang sebelum pergi ke tempat ini.



"Udah makan kok tante," kata Jingga sembari mendelik pada kekasihnya.


Tante Ika menggeleng kecil. Sudah biasa dengan perangai keponakannya itu. Kini, karena dirinya agak pening mengurus sang putra, jadi ia tak begitu mempedulikan Haikal Raditya.

"Kamu fiks mau yang ini?" tanya perempuan itu sembari menunjuk salah satu pintu kamar dengan pernis coklat itu.

Jingga mengangguk saja, kemudian menunggu tante Ika membuka pintu dan menampakkan rupa kamar kost yang Jingga pilih. Tante Ika berjalan lebih dulu menyalakan lampu kamar. Membuat Haikal mengangguk beberapa kali karena puas dengan fasilitas yang ada.


"Ecan mau ngekost juga boleh lah Nte," Haikal berceloteh sembari berputar-putar di dalam kamar. Membuat tante Ika mencubit lengan keponakannya merasa makin pusing.


"Yaudah. Kamu jadi cewek dulu sana,"


Jingga hanya terkekeh sekilas. Kini benar-benar menyapu pandangannya pada seluruh ruangan ini. Ia benar-benar yakin akan keputusannya untuk hidup di dalam kost begini dibanding harus dijemput paksa oleh keluarga Lintang.


Lagipun, tante Ika justru menyarankan agar tinggal di kost putri miliknya. Fasilitasnya pun cukup baik, hampir sama persis seperti kamar Jingga dirumahnya. Hanya sedikit berbeda di beberapa bagian. Tak heran jika harga sewanya pun lebih mahal dari kost biasa.


"Jingga," panggilan tante Ika membuat Jingga menoleh. "Kamu beneran mau nempatin ini aja? Rumah tante ada kamar kosong kok Ji. Daripada di sini,"


Perlahan, hangat itu mulai menyergap. Membuat senyum Jingga terbit begitu lebar. Ia menggeleng kecil pada tante Ika yang senantiasa memegangi tangan kanannya. Membuatnya segera membalas meraih tangan perempuan itu.


"Ini aja cukup tante. Kalau di rumah tante, yang ada Jingga malah ngerepotin,"


"Ya udah, tapi kalau nggak enak disini. Pindah ke rumah tante aja nggak apa ya?" Jingga mengangguk mantap. Matanya berbinar cerah. Meski setelah tante Ika pamit ke dapur, tatapannya berubah lebih sendu.


Kata-kata Jingga tadi, bukan sepenuhnya adalah sebuah kejujuran. Ia masih jadi si pengecut yang memilih menghindar dari seseorang. Ia masih takut untuk bertemu orang-orang itu yang pasti akan membawanya secara paksa. Jingga masih merasa sesak dengan apa yang Lintang katakan tempo hari padanya.


Rumah tante Ika memang aman. Sangat aman. Tapi, Jingga tak pernah mau merepotkan keluarga Haikal. Mereka yang cukup baik padanya sebisa mungkin ia hindarkan dari percekcokan keluarganya yang rumit dan bermasalah.



Antara Jingga Dan Raditya | Haechan YejiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang