🌻33. Panggilan Kedua🌼

65 15 3
                                    

Koridor siang itu terlihat ramai oleh anak-anak yang memilih tetap tinggal sembari menikmati udara luar ruangan sebelum kembali berjibaku di dalam. Shirena juga ada di sana. Duduk bersama Jani juga Salvia. Berghibah seperti biasa membicarakan para anak basket yang tumben siang-siang begini bermain di tengah lapangan tepat di depan kelas mereka.



Gelas teh mereka masih ada di tangan saat seorang yang ia kira di pinggir lapangan justru menghampirinya. Mata kecil Shirena melebar, dengan jantung berdegup agak kencang--karena jujur saja, dirinya sudah memperhatikan Lintang sejak lama. Tapi terganggu atas kedatangan si Haikal Raditya.



Ia menggigit bibir kala Lintang benar-benar datang padanya. Bukan pada orang lain, membuat bunga-bunga itu mulai kembali mekar. Meski yang ia lihat sekarang adalah Lintang yang minim ekspresi.

Jani hampir memekik ketika dirinya menemukan Lintang datang pada mereka. Ia melirik Shirena yang sudah berbinar cerah seperti hari ini. Temannya itu--memang sedang gencar-gencarnya mencari cara agar dekat dengan Lintang. Tapi tak benar-benar tahu jika itu adalah hari ini.


Laki-laki itu berhenti tepat di depan kursi panjang yang diduduki tiga gadis itu. Sementara Salvia tak begitu peduli pada kehadiran Lintang yang membuat Shirena sampai merona begini.

"Jingga mana?"


Shirena merasa mencelos begitu saja. Pipinya yang merona dan mata berbinarnya kian menguap di udara. Membumbung ke atas langit dan tak pernah bersisa sedikitpun. Kenapa dari banyaknya manusia Lintang harus mencari Jingga?


Maksud Shirena, kenapa harus Jingga? Dan bukan dirinya saja?


Apa pentingnya sih Jingga untuk cowok ini?


Atau, mungkin. Apa hal yang paling membuat cowok seperti Haikal dan Lintang mencari-cari Jingga.


Gadis itu menahan diri agar tidak memperlihatkan wajahnya yang mengeruh. Ia agak melirik pada Jani yang kini juga menatapnya bingung. Shirena menghela napas panjang sekali lagi.


"Ada di dalem," katanya benar-benar tak ramah seperti sebelumnya.

"Emang ngapain sih lo cari Jingga? Kenapa nggak Shiren aja? Nih bocahnya di sini," bukan Rinjani jika tak gatal ingin bertanya nyablak seperti ini.


Gadis jangkung itu bahkan terang-terangan menunjuk Shiren yang ada di sebelahnya. Melirik pada Lintang yang justru tersenyum simpul seraya menggeleng.

"Yang pengen gue temui Jingga, bukan lo,"

Lalu, seperti ada lampu flash di atas langit yang cerah siang ini, Jani meneguk ludah. Menatap Shiren yang benar-benar mengeruh di sisinya. Hubungannya dengan Jingga belum kembali seperti semula--sementara Shiren mungkin akan memiliki waktu paling lama berdamai dengan Jingga.


Terlihat sekali bagaimana wajah jengkelnya itu menatap Lintang yang melenggang masuk ke dalam kelas.


Jani berdeham pelan, agak penasaran juga apa yang tengah Lintang lakukan. Dan ada hubungan apa antara cowok itu dengan si ketua kelasnya. Yang kalau di lihat-lihat, Jingga tuh betulan cocok dengan Lintang.

Bahkan, jika kalian ingat. Jani pernah menyerukan bahwa Jingga harus jadi pacar Lintang di masa depan. Lintang jelas menyukai Jingga. Di mata seorang Karania Rinjani--ada yang namanya musim semi di dalam hati Lintang Elramdan, itu jelas terlihat.


Di dalam kelas, Jingga yang baru saja selesai merekap absensi kelas jadi mendelik laki-laki itu sudah berdiri di sisi kursinya. Ia kira, Lintang tak akan pernah kembali setelah semalam dirinya memintanya untuk pergi.


Antara Jingga Dan Raditya | Haechan YejiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang