🌼07. Bola Orange🌻

84 23 3
                                    

"Danial," panggil Jingga pada seorang laki-laki dengan wearpack biru dan tengah mengenakan sepatunya di depan bengkel yang mulai sepi. Erik sempat menepuk pundak laki-laki itu sekilas sebelum berlalu.


Laki-laki dengan mata sayu itu menatap Jingga tak minat. Lalu kembali fokus mengenakan sepatunya yang berwarna putih. Yang tak lama, mengubah posisi jadi berdiri menghadap Jingga.

"Apa?" tanya Danial benar-benar tidak ingin diganggu.


Jingga terkekeh sekilas sebelum auranya yang semula kalem mulai berubah lebih dingin. "Kemana aja lo enam hari absen? Bahkan nyokap lo sampai telepon ke gue, why?"

Alih-alih mendapat balasan, Jingga justru menemukan Danial yang tertawa pongah di depannya. Menarik atensinya untuk mengerutkan kening lebih dalam. Suasana di depan bengkel sudah sepi, karena Jingga sengaja memanggil pemuda itu ketika sepi begini.

"Apa urusannya sama lo? Masuk BK yang kena juga gue, bukan elo. Kan?" Danial mengedik, sebelum akhirnya berbalik berniat untuk pergi.

"Absensi kelas tanggung jawab gue. Dan, lo udah rusak absensi yang mulanya bagus. Bu Airin bisa di keluarkan dari jajaran wali kelas kalo begini caranya,"

Lantas, Danial menoleh sekali lagi. "Nggak ada urusannya sama gue--"

"Ada!" intonasi Jingga menegas. "Lo anggota gue, dan gue juga berhak buat ingetin kalo lo bisa memperburuk kelas kita,"

Jingga berdiri tegak. Sedangkan Danial kini menelengkan kepala dengan wajah sama-sama keruh. Matanya yang merah entahlah Jingga tak tahu apa yang pemuda itu perbuat selama absen hampir satu minggu lamanya.

Jelas sekali seseorang yang menjadi incaran guru BK adalah dirinya. Belum lagi Bu Airin sebagai wali kelas menanyakan perihal Danial sampai seharian penuh.

"Gue bisa atasi sendiri. Bukan urusan lo," Danial sampai menunjuk Jingga dengan tatapan nyalang. "Mau nyokap gue atau siapapun, keadaan nggak bakal balik kayak semula,"

Wajahnya yang keruh terlihat merah padam. Kemudian, laki-laki itu benar-benar berbalik pergi menyusuri koridor bengkel di lantai 2. Menyingkir dari hadapan Jingga yang kini menatapnya nanar.

Gadis itu masih berdiri tegak di depan pintu bengkel yang tertutup. Memandangi kepergian Danial hingga laki-laki itu benar-benar hilang dari jarak pandangnya. Menarik napas panjang, Jingga mulai menepi. Bersandar pada pembatas koridor dengan perasaan sesak.

Ucapan Danial kembali terngiang di kepalanya. Mungkin dirinya terlalu perasa, namun sepertinya apa yang laki-laki itu katakan agaknya tidak jauh dari apa yang Jingga rasakan sendiri.

"Mau nyokap atau siapapun, semuanya nggak akan balik kayak semula,"

Jingga mendenguskan hidung. Mengusap ujung matanya yang semula memburam. Kemudian gadis itu berdeham kecil. Memperbaiki letak tas ranselnya sebelum mulai melangkah di koridor yang sepi.

Manusia memang memiliki masalah yang berbeda. Baik itu Danial maupun dirinya. Danial yang absen sampai hampir seminggu--mungkin memiliki masalah rumit yang dihadapi. Meski begitu, Danial masih dicari oleh ibunya yang bahkan menelepon Jingga malam-malam menanyakan keberadaan sang putra.

Jika itu terjadi pada Jingga, lantas siapakah yang akan mencarinya? Siapa orang yang akan menanyakan ke beberapa temannya di manakah mereka melihat Jingga? Atau apakah mereka bersama Jingga hari ini?


Meski sudah terlalu lama dirinya merasakan hal ini. Tapi tidak sekali dua kali Jingga akan mengingat bagaimana sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya dan membuatnya menggigil seperti ini.

Antara Jingga Dan Raditya | Haechan YejiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang