🌼02. Pertemuan Kedua🌻

134 30 5
                                    

Bagi Haikal Raditya. Menjumpai senja di atas rooftop adalah sebuah hal yang biasa. Bagaimana dirinya lebih sering ada di tempat itu untuk menikmati semilir angin juga pancarona di atas langit.


Kadang, ia menemukan lembayung. Berwarna semu merah dan keunguan. Berpadu dengan warna kuning di langit yang begitu cerah.

Tapi hari ini, ia justru menemukan Jingga alih-alih warna lembayung yang biasanya ia temui. Warna oranye di langit dengan gumpalan awan yang mirip permen kapas, juga gadis itu yang betulan cantik dari jarak begitu dekat.

Sebagai laki-laki yang mengaku ganteng dan badboy--Haikal mengaku pada Mark si ketua kelas-- ia jelas akan memperhatikan Jingga tanpa rasa bosan sedikitpun. Meski gadis itu lebih banyak diam alih-alih berbicara dengan mata bersinar cerah seperti biasanya.

Dari radius yang begitu jauh, Haikal selalu menemukan Jingga tengah tertawa atau tersenyum menanggapi celotehan teman-temannya. Bukankah seharusnya Jingga juga sehangat itu untuk seorang Haikal Raditya?


Dalam sebuah malam yang dingin, Haikal masih melajukan motornya di jalan Gandaria C.II. Menikmati semilir angin sembari mencari makan malam yang ia inginkan.


Hidup di kota orang memang selalu sulit pada awalnya. Namun setelah bertahun-tahun tetap begini, Haikal rasa dirinya sudah lebih baik. Ia bahkan bisa menanak nasi sendiri ataupun membuat cah kangkung.

Kalau ada yang berminat untuk mencicipi, kalian tidak akan pernah rugi. Ayolah! Ini Haikal Raditya yang gantengnya ngalahin Verrel Bramasta!


Sebenarnya, Haikal hanya malas untuk memasak. Bertemu Jingga dan menikmati senja lebih lama dari biasanya membuat laki-laki itu jelas lupa belum menanak nasi.

Jika biasanya ia akan mengeloyor pergi ke rumah empat sahabat seperjuangan sejak TK--kali ini Haikal biarkan saja motornya melaju dengan kecepatan sedang. Menikmati dinginnya malam dengan semilir angin yang membawa aroma makanan lezat pinggir jalan.

Namun belum sempat motornya berbelok ke arah kedai yang ia tuju, ekor matanya menangkap beberapa sosok familier dengan seragam putih abu-abu milik sekolahnya yang khas. Haikal menepikan motornya. Menajamkan penglihatan untuk melihat kejadian yang mungkin esok pagi akan ia bawa ke balik meja siaran.

Haikal kemudian melihat sekeliling. Memilih untuk mendekat pada persimpangan dekat dengan Onemis. Mereka betulan tanding futsal dengan sekolah depan rupanya. Ia sampai geleng-geleng kepala dengan kekehan samar.


Sebenarnya mereka hanya akan menyulut emosi, bukan tanding futsal biasa. Pentolan TKR 2 sudah nampak di mana-mana. Dengan seragam futsal maupun kaus biasa dengan bawahan celana identitas.


Haikal tidak mendekat sedikitpun. Hanya sekedar memantau, sampai akhirnya dia menghela napas lelah. Suara perut yang berbunyi tidak akan mengalihkan atensi pada gedung indoor yang begitu ramai.


Namun, kehadiran gadis itu dengan wajah panik jelas membuatnya tak bisa diam saja dan mengeloyor pergi untuk mengisi perutnya. Ia biarkan motornya terparkir di seberang jalan. Melangkah cepat tak peduli jika nantinya dia sama-sama kacau.

"Lo ngapain sih disini?" Haikal menatap lurus pada gadis yang terlihat kaget di depannya. Matanya yang bulat berkedip cepat dengan gelengan kecil.

"Tck. Ayo pulang Teh," Yerina--gadis itu merenggut. Terpaksa mengikuti langkah lebar Haikal dengan perasaan campur aduk.


Gadis itu merasa terselamatkan akan kehadiran Haikal yang tiba-tiba. Tapi ia juga merasa tidak perlu mendapat perlakuan yang begini. Yeri ingat betul jika hari ini jadwal siaran Haikal. Dan seperti biasanya, laki-laki itu akan pulang setelah aktivitasnya rampung.

"Lo ngapain sih gue tanya?!" dengan hela napas kasar Haikal bertanya pada sosok mungil di depannya.

"Teh,"


Yeri menghela napas dengan wajah mengeruh. Ia tahu jika akhirnya memang begini.

Tapi akibat rasa penasaran yang berlebih--Yeri memilih untuk datang meski tanpa kawannya. Datang seorang diri meski ada Sintia dan Arunika yang merupakan teman sekelasnya.


"Gue cuma mau dukung aja kali," gadis dengan rambut sebahu itu mencebik. "Tau sih, bakalan gini,"


"Bodo amat. Sekarang pulang!" Haikal berujar dengan nada tegas. Wajah dengan cengiran menyebalkan itu seakan sirna. Kerlipan matanya bahkan tajam tanpa binar cerah seperti biasa.


Laki-laki itu masih terus melangkah meski Yeri meronta berkali-kali. Mengancam pada banyak hal mengenai kehidupannya yang biasa saja. Namun pada akhirnya ia tetap berjalan di depan Yeri. Menggenggam jemari gadis itu yang bersembunyi di balik punggung lebarnya.

Tapi, sepertinya waktu memang betulan tepat datang padanya. Ketika Haikal menoleh ke arah kiri, seseorang juga tengah menatapnya jadi kejauhan. Selama beberapa detik, sampai sosok itu mengalihkan pandangan lebih dulu. Berjalan beriringan dengan beberapa gadis.

"Can!" gebukan di belakang bahu membuat Haikal berjingkat. Melirik tajam pada gadis mungil ini yang tangannya benar-benar seperti besi. Menghantarkan panas yang menjalar di kulitnya.


"Apa sih? Hah?!"

Dalam hati, Haikal berujar lirih. Kenapa gadis itu tidak mau menoleh sekali lagi. Atau setidaknya ia datang padanya, membawa beberapa orang yang perlu kembali tanpa sebuah ancaman dari sekolah lain.

Haikal Raditya hanya bisa mendesah pelan. Kembali berjalan tanpa peduli pada apa yang gadis itu lakukan di tempat ini. Malam mungkin tak pernah mendukung pada pertemuan kedua setelah senja.

Ia hanya perlu diam seolah tak terjadi apapun. Meski dalam kamus kehidupannya selama 16 tahun ini, Haikal terkenal sebagai mulut lemes dan tidak dapat dipercaya.

Haikal betulan pasrah jika nantinya ia tidak akan berinteraksi kembali dengan Andara Jingga. Tapi, setelah Doni Arvian si ketua kelas 11 TKR 2 menghampirinya. Ia melihat sosok itu berdiri di depan teman-temannya. Wajahnya yang tajam dan dingin mungkin tidak cocok dengan namanya yang hangat.


"Syukur Yeri ikut lo, Kal," Laki-laki dengan tubuh jangkung dengan hidung bangir itu kemudian menghela napas panjang. "Lo sama siapa tadi? Sendirian?"

"Sendiri gue. Astaga kayak anak ayam ilang dari emaknya!" Yeri melengos dengan dengusan kasar. "Ayolah Ayah cepet cari bunda buat anakmu yang paling kiyowo ini,"

"Lagi rusuh gini. Masih aja lo Yer," Yeri hanya mengedik pada sosok-sosok di belakang Doni yang saling bergerumul. Dengan senyum menggoda. "Yaudah Kal. Nih bawa pulang,"



Yeri membuang napas kasar dengan bibir naik dua senti. Memandangi Doni yang justru tak banyak peduli.

"Yoi. Nanti gue anterin balik ke kandang,"


Setelah itu, Doni menepuk dua kali bahu Haikal dengan senyum tipis. Kemudian, rombongan mereka benar-benar berlalu. Sedangkan gadis itu sama sekali tidak meliriknya sedikitpun. Oh Jingga!

Haikal sudah santer dibicarakan sebagai manusia yang sok kenal. Tapi ia betulan kenal pada orang-orang itu. Bahkan tukang parkir depan mini market di simpang Dago juga bestienya Haikal di Bandung.

Kedua bahunya menurun. Lantas, ia kembali melangkah. Setelah Yerina Mauryn menarik paksa agar laki-laki itu mau meninggalkan area yang sudah mulai sepi karena para pengurus osis bersama ketua Penegak Disiplin telah datang dan membubarkan. 

Hidungnya tiba-tiba terasa berair. Terdengar bunyi 'hiksrot' yang membuat Yeri menghela napas panjang. Menarik lengan baju Haikal untuk mengusap ujung hidung laki-laki itu.


"Sekarang siapa lagi?"

🌼🌻🌼🌻🌼🌻

Lanjut nggak nihh?? Ramein dongs🌻kasih banyak cinta untuk matahari dan Jingga kita💚💚

Antara Jingga Dan Raditya | Haechan YejiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang