"Ini, Lks seperti yang ibu janjikan." Tutur bu Serlina, sembari menyodorkan tumpukan buku itu ke seberang meja.
Atril menerimanya dengan wajah sumringah, guratan senyum dibibirnya tak kunjung memudar semenjak datang kekantor. Untuk murid maniak buku dan gila belajar sepertinya, tentu saja ini adalah hadiah terbaik dari yang terbaik.
"Terimakasih bu." Ucap Atril masih memasang senyum yang sama.
"Emmm, namun ibu ada satu permintaan lagi."
"Apa itu bu?" Tanggapnya, Sembari menjejel-jejelkan buku Lks kedalam tas.
"Ibu ingin, kamu..." Guru didepannya terlihat ragu untuk melanjutkan. Sementara Atril sudah selesai memasukan semua Lks itu kedalam tasnya, ia kembali pokus ke lawan bicara. "Ibu ingin saya melakukan apa? Ko terlihat ragu ragu? Bilang saja bu" ujarnya, dengan guratan senyum yang masih setia menghiasi wajahnya.
Bu Serlina menarik napas perlahan. "Ibu ingin meminta tolong kamu, untuk meyakinkan Sembilan kembali sekolah."
Bibir Atril yang tadinya melengkung keatas, seketika turun dan berubah masam. "Apa bu?"
"Ibu tau ini pasti berat untuk kamu, tapi.." Bu Serlina menjeda sejenak untuk menyatukan kedua telapak tangannya dan mengangkatnya kedepan wajah dengan mata memejam "ini menyangkut kebaikan sekolah, jadi ibu sangat mohon, sekali ini saja, jika kamu bersedia dan berhasil melakukannya, itu akan sangat membantu sekolah ini."
Atril menghembuskan nafas berat. Sepenting apa sih manusia urakan itu? "Kenapa sih, pihak sekolah ngga ngeluarin aja murid kaya Sembilan? Toh dia juga sepertinya tidak niat sekolah, Cowo itu memang pantas ditendangkan dari sekolah ini?" Cerocos Atril, kesal.
"Jika saja anak itu bukan dari keluarga konglomerat, sudah pasti pihak sekolah akan mengeluarkannya, ayahnya adalah penyuntik dana terbesar disekolah ini, jika anaknya dikeluarkan, tentu ini akan jadi pengaruh besar, dan kami akan dianggap tidak tau balas budi."
'lagi lagi perihal kasta' gerutu batinnya, jengah.
"Jadi tolonglah Atril, hanya kamu satu-satunya yang bisa meyakinkan Sembilan sejauh ini."
Atril tidak menanggapi, ia malah beranjak dan membalikan badan. Dan melangkah meninggalkan kantor. Namun ketika langkah nya berada dibibir pintu, ia berhanti sejenak. "Baik bu, saya bersedia, dengan syarat, pihak sekolah harus memberi saya beasiswa."
Bu Serlina mengangguk antusias. "Hanya hal kecil, ibu pasti akan mengajukannya pada pihak sekolah."
ฅ^•ﻌ•^ฅ
Atril menelusuri trotoar dengan langkah lunglai, betapa tidak, ia merutuki kebodohan nya karna menerima segala tawaran-tawaran menyebalkan itu hanya demi hal-hal gratis, jika saja ia bukan dari kalangan rakyat miskin, tentu ia tak akan sudi menerima tawaran dari bu Serlina, ia merasa seperti menjual harga dirinya sendiri.
Ditengah pemikirannya yang sedang berkecamuk, sebuah tangan tiba-tiba membekap mulutnya, dan menariknya paksa memasuki gang sempit.
Atril meronta-ronta sekuat tenaga, 'apa orang ini penculik yang melelang daging manusia? Pedo? Kanibal? Penjualan budak? Tapi masa sih, ko ada penculik yang tergiur modelan orang kaya gue' batinnya, panik bukan main. Ia melirik keatas, menelusuri wajah si penjahat yang membekapnya. Betapa terkejutnya nya dia, mendapati wajah menyebalkan yang tak asing lagi dimatanya. 'Sembilan?' Pekik batinnya. Ada apa dengan kebetulan takdir ini? Saat dia tengah menjalani misi untuk membawa Sembilan kembali sekolah, tuhan langsung mempertemukan gadis itu dengan target.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sembilan
Teen FictionNamanya Sembilan, dia aneh persis seperti namanya. Ia mampu membuat orang masuk UGD dihari pertamanya masuk sekolah. Sikapnya yang susah diatur, sangar dan begajulan itu membuat seantero sekolah takut padanya. Belum lagi tingkah ajaibnya yang acap k...