Atril memilih dress selutut berwarna hitam dengan pita putih yang melingkari pinggang. Wajahnya dipoles sedikit make-up oleh pegawai atas suruhan Amira.
Dan ketika keluar dari ruang ganti. Digo menganga terpana, liurnya hampir menetes jika saja ia tidak segera mengat mulut. Cantik bukan main pacarnya ini, eh--
"Cantik banget sih pacar aku," puji Digo, menatap Atril dengan alis naik turun.
Atril celingak-celinguk sebenntar. Setelah memastikan Tante Amira tidak ada disekitar mereka, ia pun membungkuk kearah Digo, membisik dengan wajah kesal tertahan. "Jijik banget gue dengernya!"
"Tapi rencana aku berhasil kan, sayang?" Digo memasang kembali wajah tengil mengejeknya.
"Jangan panggil gue sayang!" Geram Atril, sedikit berbisik takut ketahuan. "Gue cuma pura-pura jadi pacar lo, camkan itu!" Peringat Atril, mengacungkan jari telunjuknya.
Digo menyeringai, merasa menang. Sebelah tangannya menarik tengkuk Atril, membawa wajah gadis itu lebih dekat dengan wajahnya.
Gerakan Digo itu tak ayal membuat Atril membulatkan mata. Buru-buru meronta, berusaha menarik kepalanya.
Namun Digo seakan tak peduli, ia mengeratkan pertahanannya ditengkuk Atril. Membuat gadis kutu buku itu tak bisa bergerak. Sepasang mata legamnya melotot mengancam siap menerkam Digo.
Bukannya takut Digo malah gemas sendiri melihat reaksi Atril. "Kalo mau jadi pacar beneran juga, boleh ko," ujarnya dengan nada manis dan senyum merekah menggoda. Sepasang matanya menurun kebibir Atril yang merekah merah muda disana. Benaknya berkhianat, membayangkan bagaimana rasanya bibir itu jika ia mengecupnya detik ini juga. Digo harus menahan diri, pikirannya selalu kacau jika berada sedekat ini dengan Atril. Pikirannya selalu melanglang liar tanpa bisa ia kendalikan. Sial sekali, ia seperti pujangga yang dimabuk cinta.
"Ekhem." Deheman dari Amira membuat mereka tersadar, Atril buru-buru bangkit dengan gugup, dan Digo cepat cepat mengalihkan pandangan. Mereka serasa dipergoki sedang bermesraan. Malunya serasa mau mati.
"Kalo mau, ekhem-ekheman jangan disini dong," peringat tantenya Digo itu, mesem-mesem sendiri. Mendengar sindiran tersebut, kedua sejoli itu semakin ingin saja ditelan bumi.
ฅ^•ﻌ•^ฅ
Selesai merampok butik dengan kebohongan--Ralat--mendapatkan baju gratis dari butik, Atril dan Digo melanjutkan perjalanan menuju tempat Less mereka.
Dan benar saja, tempat Less itu dipenuhi oleh anak muda kalangan atas yang orang tuanya konglomerat tajir melintir. Cara berpakaian mereka mewah dan modis. Sesuai perkataan Digo, jika ia kemari dengan mengenakan pakaian sebelumnya, jelas Atril akan merasa seperti menjadi gelandangan ditengah para bangsawan. Tak terbayangkan jika Atril kemari dengan kemeja longgar dan jeans luntur andalannya itu, bisa habis dihujat ia disini oleh anak-anak berpakaian glamor ini. Diam-diam Atril merasa bersyukur telah mengganti pakaiannya.
"Emangnya, lo gak pernah pacaran ya Dig?" tanya Atril. Pertanyaan itu tiba-tiba melintas dibenaknya ketika mengetahui pernyataan dibutik tadi dari Amira yang bilang kalau Digo tak pernah membawa pacar kebutiknya.
"Pernah lah, yakali orang seganteng gue gak pernah pacaran. Asal lo tau, mantan gue dimana-mana."
Bola mata Atril otomatis memutar jengah mendengar penuturan narsis itu. Menyesal dia sudah bertanya hal tidak penting itu kepada Digo.
"Cuma, ga ada satu pun diantara mereka yang bisa bikin gue bener-bener jatuh cinta. Ga ada yang kerasa istimewa. Karna itu, ga ada satupun diantara mantan-mantan gue yang pernah gue kenalin ke keluarga, karna mereka ga istimewa," ungkap Digo kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sembilan
Teen FictionNamanya Sembilan, dia aneh persis seperti namanya. Ia mampu membuat orang masuk UGD dihari pertamanya masuk sekolah. Sikapnya yang susah diatur, sangar dan begajulan itu membuat seantero sekolah takut padanya. Belum lagi tingkah ajaibnya yang acap k...