20. Dihukum

129 51 262
                                    


"Baiklah Sembilan, giliran kamu, apa mimpi kamu dimasa depan?" Tanya Bu Sintia, menatap lekat Sembilan. Guru Bahasa Indonesia itu kini tengah menanyakan satu-persatu murid dikelas X Mipa 2 perihal mimpi dan cita-cita.

Cowo urakan yang ditanya itu menepuk pipinya dengan telunjuk. Tampak menimang-nimang. "Saya mau jadi petinju Bu!" cetusnya tersenyum lebar.

Guru didepan mengernyit. "Kenapa? Ko kamu ingin jadi Petinju?"

"Karna saya suka mukulin orang." Jawab Sembilan enteng, menyengir sumringah tanpa dosa. Cowo absurd ini memang jujur, kelewat jujur sampai terlihat tolol.

Satu kelas menahan tawa mendengar jawaban nyeleneh itu, bahkan beberapa murid ada yang terang-terangan terbahak menertawakannya.

Sementara Atril hanya mampu mengumpat dalam hati. Jika saja bisa, ia ingin sekali menggampar wajah tolol Sembilan sampai bonyok detik itu juga. Atau menyumpal mulutnya dengan Sempak Betmen sampe mampus dan tidak bisa mengoceh lagi. Sungguh, Atril geram setangah hidup pada cowo biang onar yang sengklek itu.

Tapi nyatanya, yang mampu Atril lakukan hanya menunduk malu, menyembunyikan wajahnya dilipatan tangan. Dan bodohnya lagi, ketika Atril melirik Sembilan takut-takut jika cowo itu akan sedih ditertawakan, Sembilan malah ikut tertawa, entah apa yang ada diotaknya yang sesempit kuburan semut itu. Namun sumpah demi pala botak nya Upin Ipin, Atril semakin dongkol dibuatnya.

ฅ^•ﻌ•^ฅ

"Gokil lu Lan, pengen jadi petinju karna suka mukulin orang!" Anggara yang pertama angkat bicara membahas kejadian dikelas pagi ini sambil tertawa terpingkal-pingkal.

Tiga sekawan itu tengah bersantai dirooftop, menghabiskan jam istirahat pertama disana.

Sembilan membalas dengan kekehan lebar, menganggap yang diucapkan Anggara adalah pujian.

"Lo ngapain seneng! Satu kelas tadi ngetawain lo tau!" kesal Atril, sedikit meninggikan intonasi bicaranya.

"Bagus dong, berarti gue lucu!" seru Sembilan memamerkan deretan gigirnya.

"Emang dasar otak lo geser ya, gue tenggelimin juga lo ke rawa-rawa!" Atril mendesis geram hendak menyerang Sembilan.

Dengan sigap Anggara segera menghadang Atril menghentikannya. "Sabar Tril, kita kasih paham baik-baik."

Atril menarik napas meredakan emosinya.

Sementara Sembilan mengerjap bingung tak mengerti. "Gar, emang Atril kenapa?"

Atril semakin emosi mendengar itu, tangannya meronta lagi berupaya mencakar wajah Sembilan. Namun Anggara lagi-lagi menahannya.

"Sabar Tril, inget! Anak sabar pantatnya lebar."

Atril melotot mendengar itu. Menatap Anggara dengan tatapan Maksud-lo-pantat-gue-tepos?

"Maksud gue, rezekinya lebar, typo ngomong tadi." ralat Anggara ngeri dengan tatapan maut Atril.

"Gue bikin lo kesel ya Tril?" Raut muka Sembilan menekuk sedih.

Atril menurunkan tangannya, mencoba tenang dalam menghadapi Sembilan, ia lalu melewati Anggara dan perlahan menghampiri Sembilan.

Didepan cowo absurd itu, Atril tiba-tiba mengusap pucuk kepalanya lembut. Si empu pemilik kepala langsung mingkem dengan jantungnya yang tiba-tiba disko. Darahnya memanas, hingga semu merah menjalar dipipinya sampai seluruh wajah.

"Lah lah, malah ngeblush dia," gumam Anggara pelan. Menyaksikan dua sejoli itu yang kini seakan memposisikan dirinya sebagai obat nyamuk.

"Ngga ko, cuma lain kali kalo ada yang nanya cita-cita lo apa, jawabnya jangan asal, harus serius," nasehat Atril, mengukir senyum setipis benang. Namun itu cukup membuat jantung Sembilan meledak, cowo itu spontan menutup wajahnya.

SembilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang