6. Cukur Rambut

146 100 226
                                    

"Lo yakin mau sekolah dengan kondisi rambut lo yang masih gondrong itu?" Tanya Atril. Ia berpirasat, cowo urakan itu pasti akan mendapat teguran lagi jika rambutnya masih saja gondrong.

Sembilan spontan membelai rambutnya sendiri sampai ujung rambutnya yang menyentuh leher. "Ya gampang, guru yang negur tinggal gua hajar lagi aja." Jawabnya, terlihat santai.

Gadis disampingnya memicingkan mata. "Enteng bener lo ngomong gitu. Lo kalo kaya gitu lagi bisa-bisa hukuman lo bukan hormat ke bendera lagi. Tapi lo bakal dibotakin!"

Sembilan berjengit ngeri. "Yang bener lo?"

Atril mengangguk mantap

"Yaudah deh gue mau dicukur, tapi yang nyukur gue lo yak."

"Lah ko gue? Lo pikir gue tukang cukur apah!" Sungutnya tak terima.

Sembilan menunjuk jam dinding dirumahnya. "Lo liat jam."

Gadis itu mengikuti arah telunjuk Sembilan. Waktu menunjukan pukul 06.15

"Lo pikir sepagi ini bakal ada tukang cukur yang buka hah?"

"Ngga bakal ada sih." Sahut gadis itu.

"Nah itu lo tau, jadi gak ada pilihan lain dong, selain lo cukur rambut gue." Sembilan tersenyum menang.

Atril berdecih malas. "Halah bilang aja lo mau cukur gratis."

Yang minta dicukur hanya cengengesan watados.

Atril lantas berderap mengambil kursi yang ada lalu meletakannya didepan sebuah cermin besar yang ada dikamar Sembilan.

"Silahkan duduk mas." Atril mempersilahkan dengan halus, berlagak seperti tukang cukur sungguhan.

Cowo urakan itu terkekeh geli. Lalu meletakan pantatnya di kursi.

"Masnya mau dicukur model apa nih?" Atril bertanya, masih dengan lagak tukang cukur.

Sembilan menimang-nimang. "Emm gaya cepmek mbak."

Atril tak tahan untuk tidak menyemburkan tawa mendengar itu. "Masnya jamet yah?"

"Iya, jamet newbie"

Keduanya terbahak bersama-sama.

ฅ^•ﻌ•^ฅ

"Nih udah selesai." Ujar Atril, sembari membersihkan sisa-sisa potongan rambut yang menyangkut dileher sembilan.

"Ternyata lo ada bakat jadi tukang cukur." Sembilan merapikan rambutnya sembari menatap pantulan dirinya dicermin.

"Gini-gini juga gue sering nyukur rambut adek gue dirumah." Cicitnya bangga.

Cowo urakan yang sekarang sudah berubah menjadi super duper rapi tersebut berbalik badan sembari tersenyum simpul. "Makasih jasa cukurnya mbak."

Atril tertegun sendiri melihat Sembilan, meskipun sudah melihat pantulan cowo itu dicermin, melihatnya langsung tetap saja membuatnya agak terkejut. Cowo urakan yang tadinya terlihat seperti gembel pengamen jalanan itu sekarang terlihat sangat--Tampan dan rapi.

Setelah menepis keterpanaannya, gadis itu mengangkat sebelah tangan. "Biaya cukurnya mas, ngga ada yang gratis di dunia ini."

Cowo didepannya itu hanya terkekeh sembari menggeleng samar, melihat Atril kembali dengan mode tukang cukur sungguhan. Sembilan merogoh sakunya dan memberikan selembar uang ke telapak tangan Atril.

Atril melotot jengkel melihat selembar uang berwarna kuning ditangannya. "Apa-apaan nih cuma goceng." Sarkasnya.

Sementara Sembilan sudah melarikan diri.

Atril menyusul cowo aneh itu dengan luapan kejengkelan yang menggebu. "Ngga ada yang tukang cukur yang dibayar goceng."

"Idih ngaku tukang cukur." Sembilan tertawa kecil mengejek.

"Awas lo yak!"

Sembilan menjulurkan lidah. Lalu melarikan diri keluar rumah.

Setelah menutup pintu, gadis itu buru-buru mengejarnya. "Woy gue udah cape-cape ngubah lo dari gembel jadi sekece sekarang, dan cuma dibayar goceng?!" Sungut gadis itu sambil berlari mengejar Sembilan yang tak kunjung ia imbangi.

"Oh jadi lo ngakuin kalo gue tuh kece?" Goda Sembilan, menyengir jahil.

Gadis itu langsung gelagapan, dan tak bisa berkutik.

ฅ^•ﻌ•^ฅ

Sesampainya disekolah mereka langsung disambut oleh pak Herman yang sudah stand by di gerbang sekolah. Pak Herman Menatap cowo yang terkenal sebagai pembuat onar itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Nah gini dong, baju rapi, rambut rapi, kan enak dipandang nya." Ujar guru bk itu, sembari tersenyum ramah.

Sembilan hanya memutar bola matanya jengah, lalu melengos begitu saja tanpa memperdulikan pendapat guru bk tersebut.

Pak Herman hanya bisa menggeleng, ia harus sabar-sabar menghadapi Sembilan, kalau tidak mau babak belur lagi.

"Lo harusnya respon apa kek, pas Pak Herman muji lo." Celoteh atril, setelah berhasil menjajarkan langkahnya dengan Sembilan.

Cowo bermata hazel itu berdecak jengah. "Males, udah terlanjur kesel sama tu guru."

"Dasar lo yak, kewalat baru tau rasa" Atril memperingatkan.

"Udah ah ngapain sih bahas tu guru, mending sekarang kita cepet-cepet masuk kelas." Sembilan tersenyum sumringah, tangannya pergelangan tangan gadis berkuncir kuda disampingnya dan membawa gadis itu berlari kecil membelah koridor yang sepi menuju kelas mereka. 10 Mipa 2.

Sesampainya dikelas, seluruh pasang mata dikelas tertuju pada mereka. Lebih tepatnya pada sicowo yang terkenal sebagai si pembuat onar. Sembilan Mars Abimanyu.

Cowo pemilim mata hazel itu balas menatap seluruh pasang mata itu dengan tatapan sangarnya. Dan itu sukses membuat seluruh orang dikelas cepat-cepat mengalihkan pandangan merasa takut.

"Gausah dipeduliin." Lirih Atril.

Sembilan tersenyum simpul. "Siapa juga yang peduli? guekan punya lo."

SembilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang