AUTHOR POV
"Sudah ada L/C advicenya kan, Pak?" Alna berbicara dengan seseorang di seberang telepon. Tangan kirinya memegang telepon kabel putih sedangkan tangan kanannya sibuk menuliskan keluhan – keluhan dari pihak Staff Ekspor Perusahaan di sticky notes biru pastelnya.
"Sudah, Bu. Tapi masih ditahan sama shipping companynya. Padahal term di sales contractnya sudah tertera, tapi kenapa masih di hambat – hambat terus sampai sekarang. Saya kan harus ngurus PEB di pelabuhan muat. Belum lagi saya masih harus ngurus PE sama PET di advising banknya juga" Diam-diam perempuan itu sudah bisa membaca permasalahannya, karena memang permasalahan seperti ini selalu ada, minimal tiga atau empat bulan sekali, seperti di company magangnya dulu.
"Apa masih banyak dokumen yang kurang?", tanya Alna memastikan.
Terdengar suara hembusan nafas kasar di seberang telepon. Alna memaklumi ini, berurusan dengan pihak eksternal perusahaan memang harus sangat dan lebih hati-hati. "Dokumen pengapalannya. Buat ngurus import clearance sama pihak bea cukai di pelabuhan. Nanti importir nggak bisa ngambil barangnya, Bu" Alna mengangguk mendengar penjelasannya.
"Baik, Pak Alex. Di sesuaikan saja. Untuk klaim reimburse tiga hari kemarin, nanti setelah jam makan siang bisa ke ruangan Pak Abizar ya, Pak"
"Oh iya Pak Alex, saya dapat aduan dari Farma Label kalau dokumen pengapalannya nggak sesuai sama Letter Creditnya, terutama di bagian inovoice sama packing list. Coba Bapak cek lagi, ya. Masalahnya pihak opening bank juga nggak akan ngurus reimbursement ke negosiasi bank selama dokumen itu nggak akurat", sambung Alna teringat dengan telepon masuk pagi – pagi tadi saat dia baru saja sampai di meja kerjanya.
Tanpa Alna sadari, sedari tadi Abizar sudah berdiri di sampingnya menyimak obrolan dua orang di telepon itu. Tampilannya masih sangat segar walaupun hari sudah menjelang siang. Kemeja putih yang lengannya di gulung siku, tampak licin dan press body di badannya yang atletis.
"Ah iya itu. Maaf, Bu. Kemarin ada pengaruh human error juga masalah itu. Rencana hari ini saya akan menyelesaikan masalah itu juga", jawab Pak Alex di seberang telepon. Alna meraih remote AC di sampingnya lalu menurunkan suhu sampai 18 derajat, sembari mendengar penjelasan Pak Alex di ujung telepon.
Gadis itu mengangguk lagi tanpa sadar setelah pria di bagian ekspor impor itu selesai memberi penjelasan. "Baik, Pak Alex. Untuk masalah yang sebelumnya tadi, coba nanti saya call bagian shipping company ya, Pak. Setelahnya, nanti saya hubungi Bapak lagi.", jawab Alna berusaha seramah mungkin, walaupun lawan bicaranya sudah menunjukkan protes berkepanjangan.
Sambungan ponselnya terputus begitu saja, ia memandang telepon kabel itu dengan wajah setengah kesal lalu meletakkan ke tempat semula. Memijit pelan keningnya yang tiba-tiba terasa pening, perempuan itu bingung harus menghubungi siapa dulu jika berkaitan dengan eksternal seperti ini, di tambah efek haidnya yang masih terasa sampai sekarang membuatnya ingin segera pulang ke kos dan tidur sepanjang hari.
Alna sangat iri dengan perempuan yang tidak merasakan hal apapun atau hanya sekedar gejala-gejala kecil menjelang dan tiba masa haidnya. Sedangkan dia sendiri sampai pingsan pun sering, mengonsumsi pain killer juga sudah menjadi langganannya.
Perempuan itu mengernyit saat mencium bau parfum tidak asing yang menusuk-nusuk indera penciumannya. Dia spontan menoleh, ingin mencari asal parfum bosnya itu. Hampir terjengkang ketika menyadari atasannya sudah berada di belakangnya. Wajah Alna sedikit memerah, buru-buru dia berdeham untuk mengalihkan kegugupannya, karena Abizar yang memandangnya intens sembari bersedekap dada.
"Mau makan siang pakai katering kantor atau saya pesankan, Pak?", tanya Alna mengalihkan suasana.
Tatapan yang pria itu tujukan membuat Alna mau tak mau menunduk. Pikirannya sibuk mengolah kesalahan apa saja yang kemungkinan perempuan itu lakukan sampai Abizar menatapnya dengan sorot mata yang cukup menakutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Office Tale
SpiritualBertemu dengan mantan pacar yang kini berubah status menjadi bosnya adalah salah satu benturan kehidupan yang tidak pernah terpikirkan dalam kamus seorang Alna Amira Hassan. Semuanya mendadak rumit saat Abizar Zaydan Al Ghafar terpaksa mengajak sekr...