BAGIAN 21

314 55 25
                                    

18.01

—————

Ingin rasanya masuk ke dalam fase jika ada waktu senggang yang di buka itu Al-Qur'an, bukan malah ponsel yang kemana-mana selalu berada dalam genggaman. Pikiran itu terbersit dalam benak gadis yang saat ini berada di pelataran masjid seberang gedung tempat ia bekerja, waktu istirahatnya habis dia pakai untuk masalah kerja, kerja dan kerja. Di tambah cuti Abizar yang menurut Alna sangat tiba-tiba membuat dirinya semakin kalang kabut tak karuan. 

Dulu salah satu mimpi besarnya adalah bekerja di gedung tinggi, memiliki meja kerja yang memang di khususkan untuk dia sendiri, berangkat pagi naik MRT dengan lanyard yang tergantung di leher sebagai identitas diri. Dia pikir semua itu cukup menyenangkan, tapi ternyata tidak juga, waktunya tersedot habis untuk semua masalah pekerjaan, time schedule yang dia buat untuk aktifitas hariannya juga hancur berantakan. 

Shalat fardhu yang dulu sangat mudah di awal waktu, kini berubah menjadi akhir waktu itupun masih terseok-seok mencari waktu juga, hafalan Qur'an perlahan menghilang, muraja'ah juga jarang, apalagi masalah kajian, makin terlewatkan. Semuanya hambar dan sepi, rasanya dunia ini terlalu sunyi padahal setiap hari bertemu orang silih berganti, sampai pada suatu titik perempuan itu menyadari,

Ternyata jauh dari Allah itu lebih mengosongkan hati. 

"Al, lo dimana deh? Nih dari Prasada udah nungguin lo daritadi. Product Managernya langsung yang kesini", suara Oscar nampak tidak sabaran membuat Alna yang sedang memakai kaos kaki dalam posisi berdiri sedikit terhuyung ke depan menahan ponsel yang ia apit dengan bahunya.

"Oke..oke...Pak Oscar, bentar ini on my way", balasnya lalu segera melangkahkan kaki keluar dari pelataran masjid.

Setelah melewati kerumunan beberapa orang di lobby, mengantri lift sekitar sepuluh menit, kini Alna sudah berada di kursi sofa putih ruang pertemuan tim mereka. Perempuan itu mengamati serius pada seorang perempuan berwajah tegas oriental dengan skin kuning langsat yang sedang memaparkan penjelasan di sampingnya, "Masalah revamp ini nanti, tim saya bakal send revamp plan secepatnya ya, Mbak"

Alna mengangguk, "Jadi, di sini yang di ganti socail banners sama template FAQ buat Customer Servicenya aja ya?", tanyanya memastikan.

"Apa nggak nunggu function meeting besarnya dulu aja ya, Mbak? Maksudnya ini kan Mbak langsung diskusi sama saya sedangkan kita tetep butuh meeting bareng bagian Sales, Legal Team sama CS-nya, terutama di bagian CS nanti ada drafting ulang sesuai kendala mereka atau nggak biar resultnya itu mateng", lanjut perempuan dengan pashmina woodnya.

"No...no...kamu pikir saya nggak penuh perhitungan? Ini semua udah sesuai sama kebutuhan mereka, timeline yang saya tentukan itu sudah sesuai sama product journey dari sini juga"

Keras Kepala. Dua kata itu terlintas seketika dalam pikiran Alna, memangnya develop aplikasi semudah itu, apalagi posisi dari pihak Prasada kan hanya kolaborasi fitur dimana tidak bisa seenak udel dengan kebijakan dia sendiri. 

"Seharusnya Mbak itu present ulang dulu ke semuanya, yang terlibat ini nggak cuman tim saya aja Mbak, ada Mas Davi dari PM nya sini, Mas Baska—"

"Oke...i'll send invitation buat present, tolong kirim email mereka, present terakhir udah final decisionnya!", balasnya seperti membuat keputusan sendiri.

Tidak lama, perempuan dengan rambut sebahu itu berpamitan pada Alna dan rekan-rekannya, suara yang bersumber dari hak lima senti itu perlahan menghilang seiring tertutupnya pintu, dua orang yang berada di dalam ruangan menghembuskan nafas lega setelah mendengar pertukaran argumen cukup sengit yang berlangsung hampir setengah jam tadi.

Office TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang