BAGIAN 28

734 63 34
                                    

Reader ghaibku, sekali-kali pencet vote dong.

________

Langkah Alna semakin lunglai begitu memasuki pelataran indekos. Satu jam lebih perjalanan dari Cibinong ke Sudirman, pikirannya sesak dengan rentetan kejadian hari ini. Mulai dari mengetahui fakta jika dia di jadikan tawanan diam-diam oleh seseorang yang bahkan di antara mereka pun tidak memiliki status lebih dari sekedar relasi kerja, kabar pahit keputusan transplantasi ginjal, mendadak Abizar mengajaknya menikah dan yang paling traumatis ketika melihat di real life scene klimaks thriller dimana tokoh utamanya adalah dua orang yang memiliki porsi seimbang di Artha Raya.

Mendadak Alna di landa mual mengingat kembali kejadian gore tadi. Cengkeraman di gagang pintu semakin menguat diiringi denyutan kepalanya yang semakin menjadi, apalagi ketika otaknya memutar kembali bagaimana kondisi Abizar yang sudah tengkurap bersimbah darah di ruangan lembab itu dengan luka sayatan sepanjang jari tengah orang dewasa.

FLASHBACK

"Ini wisudaku loh Ma! Masa kalian mau nggak dateng lagi!" Gadis dengan luaran tile putih gading dan bawahan kain bergaya bohemian paduan motif akar cokelat itu membuang pandangan kesal seketika setelah menerima sambungan dari ponsel miliknya. "Bukan gitu, Kak. Tapi ini mendadak Papa kamu ada panggilan dari klien yang mau kerjasama bikin pabrik besi itu yang Mama cerita kemarin, soalnya mumpung investornya baru ke Indonesia. Sore nanti udah harus ke Filipina dia, makanya harus hari ini ketemunya"

"Sampe kapan aku di kalahin terus sama klien-klien kalian?! Padahal cuman sehari ini aja emangnya nggak bisa? Berat banget buat kalian dateng ke wisuda anaknya sendiri?!", balas Alna menggebu di iringi dadanya yang naik turun menyadari dia selalu di jadikan prioritas yang kesekian.

"Kan tadi Mama udah bilang, Kak. Nanti Mama jelasin di rumah ya, kamu mau minta di beliin apa buat hadiah wisuda? Cepet banget gede anak Mama, udah mau kuliah aja", Inne berdecak bangga tanpa sadar.

Alna berjongkok lalu memainkan acak ujung-ujung rumput yang menghampar luas di halaman auditorium. "Aku nggak mau hadiah, maunya Mama Papa kesini", ujarnya lirih.

"Waktu aku dapet penghargaan jadi Duta Pelajar Jakarta dulu Mama sama Papa janji mau dateng juga endingnya nggak jadi, waktu aku kompetisi Fashion Batik Jakarta, Mama sama Papa juga nggak dateng padahal aku juara utama. Terakhir yang aku jadi None Betawi juga nggak dateng, terus sekarang acara penting kaya gini nggak mau dateng lagi? Ini penutup sebelum aku masuk ke dunia baru loh Ma!"

"Iya Mama sama Papa minta maaf ya, Mama sama Papa kan juga lagi usaha cari uang biar Kakak selalu dapet fasilitas yang oke, biar makin banyak prestasinya", ujar Inne berusaha meminta maklum dari sang putri.

"Kalau Mama sama Papa kerja terus cuman karena aku, aku bisa berhenti sekolah, nggak usah lanjut kuliah, nggak usah ikut bimbel apa kursus nggak penting lagi, biar kita nggak sibuk sendiri-sendiri"

Inne mengeluarkan 'eh' panjang mendapati jawaban anaknya. "Kakak dimana? Kok kaya di luar? Anginnya kenceng banget"

Alna menghembuskan nafas kasar menyadari Mamanya yang malah mengganti topik. "Aku di luar gedung"

"Sendirian?", Inne memastikan.

"Iya. Aku malu sama yang lain pada bawa orang tua, cuman aku sendirian yang nggak bawa orang tua di sini. Tadi ada ice breaking bareng keluarganya sendiri-sendiri, tapi karena aku sendirian di sana, yaudah aku pilih keluar aja" Nadanya sedikit bergetar mengatakan itu.

"Aduuhh, Nak. Kamu jangan bikin Mama makin bersalah dong"

"Ya harusnya Mama ngerasa lebih dari bersalah. Habis ini aku mau ke tempat Zhea aja, aku mau nginep di Cibinong"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Office TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang