BAGIAN 24

381 48 18
                                    

Sudah dering panggilan kelima, Abizar setengah enggan mengangkat ponsel yang sejak tadi berbunyi mengusik pendengarannya. Melihat username yang menghubunginya, seolah pria itu sudah bisa membaca apa yang akan di sampaikan Papanya nanti. Setelah menggeser tombol hijau dan menekan loudspeaker, pemuda itu kembali berkutat pada layar Macbook di hadapannya.

"Bagus, di telpon berkali-kali baru ngangkat", Suara pria paruh baya dari ujung ponsel seketika mengisi ruangan.

"Kenapa? Lagi kerja", Abizar menyahut dengan nada santai.

"Kamu buat ulah apa sama Kamila?", tanya Adhipura to the point.

Gerakan mouse di tangan kanan Abizar terhenti. Tidak mengira Papanya akan bertanya itu. Pikiran pria itu membentuk simpulan jika Kamila sudah membeberkan keributan yang sudah terjadi. "Dia ngadu apa emangnya?"

"Ngadu tentang apa nggak perlu tahu. Jaga citra Papa aja sesusah itu kamu? Bertahun-tahun Papa nggak pernah cekcok sama mereka, baru kali ini sampai Pak Gunawan ikut hubungin Papa. Kamila juga nggak mau ngomong sama Papa. Dan kamu tahu? Mereka sampai tarik saham Prasada beberapa persen dari Artha Raya"

"Oke. And then?", Abizar bertanya setelah meminum mineral dalam gelas putihnya.

"And then..and then..your ass! Masalah Ozan belum selesai, jalan satu-satunya menyelamatkan perusahaan dan mengembalikan nama Papa di mata investor dengan pernikahan kamu sama Kamila. Sekarang malah kamu buat masalah sama sumber solusi yang ada. Mereka ngundur rencana pernikahan kalian dan ngancem ngangkat kasus Ozan ke media kalau kamu nggak ke sana minta maaf sama mereka hari ini juga. Kamila terlanjur sakit hati sama sikap kamu", nada Adhipura penuh tekanan.

Abizar menggeleng tidak habis pikir, perkara adu mulut dengan Kamila saja sampai sejauh ini tindakan perempuan itu.

"Di pikir saya bisa di bohongi. Masalah Ozan udah selesai, Papa sendiri yang minta tinjauan ulang perkara kan buat dia, palingan juga habis ini kasusnya nggak lanjut. Sebenarnya kalian berdua berkoalisi apa? Kenapa Papa kelihatannya takut banget sama Prasada"

"Lagian aneh, labelnya mengembalikan kepercayaan investor tapi pakai pernikahan bisnis yang sebenarnya investor nggak bakal sepeduli itu, kecuali emang Prasada rivalnya Artha Raya mungkin bisa ada kemungkinan, lah ini hubungan dua perusahaan aja nggak ada masalah dari dulu. Udahlah akui aja kalau emang sistem perusahaan udah busuk", Balasan dari Abizar sontak mengundang murka seseorang yang saat ini masih berada dalam panggilan.

"Bener bener pembangkang kamu sekarang. Tahu apa kamu bocah bau kencur aja. Papa udah blokir akses kartu kamu juga masih nggak jera, seenaknya sendiri. Papa nggak mau tahu, kamu harus minta maaf sama Kamila sore ini juga, temuin langsung ke rumah, biar sekalian di lihat Pak Gunawan kalau kamu beneran serius"

Perhatian Abizar yang sejak tadi memproyeksi layar teralih saat mendengar kalimat Adhipura. Kening pria itu mengkerut. "Papa blokir kartu?", selanya cepat penuh tanda tanya.

"Udah jadi risiko kalau nggak nurut"

Abizar berdecak serius. "Kelewatan banget, sampai masalah keuangan pun ikut campur", Pria itu sebisa mungkin menahan amarah yang mulai berkumpul. Ingin rasanya mengeluarkan seluruh umpatan untuk pria tua di seberang ponselnya saat ini.

Tanpa pikir panjang, Abizar menekan panel merah memutus sambungan begitu saja. Kini dia beralih menghubungi pihak Bank. Yang menjadi masalah adalah ia meyakini jika kartu yang Papanya maksud tadi adalah kartu yang dia berikan pada Alna. Pantas saja kalau dia tidak menerima notifikasi transaksi apapun sejauh hari ini.

 Pantas saja kalau dia tidak menerima notifikasi transaksi apapun sejauh hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Office TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang