BAGIAN 15

507 57 15
                                    

Walaupun matahari belum menampakkan sinarnya, hal itu tidak menghalangi mobilitas penduduk Jakarta di Stasiun Sudirman. Padatnya stasiun di jam setengah lima pagi membuat perempuan muda dengan setelan basic earth tone dari atas sampai bawah sibuk mondar-mandir di samping gate menunggu kedatangan seseorang yang katanya sudah tiba di lokasi, sesekali ia melihat ponsel menoleh kanan kiri mencari spot yang di maksud pengirim chat.

"Teteh", seru seorang gadis berambut panjang dari arah utara melambaikan tangan dengan senyuman merekahnya.

Gadis itu berlari riang menuju gate sampai membuat tas ransel yang berada di punggungnya bergerak kesana kemari.

"Maaf lama, Teh. Tadi rame banget sampai susah gerak", tibanya dengan raut muka cemberut.

Alna menepuk pundak Zhea sekilas. "Kamu kan sering main ke Jakarta, harusnya nggak heran"

"Aku pikir cuman siang sampai malam aja. Nggak ngira sepagi ini udah serame ini. Kepalaku rasanya mau pecah", keluh Zhea seraya mencopot jedai yang terpasang di rambutnya.

Alna hanya tertawa singkat mendengar keluhan remaja di depannya. "Kamu mau makan apa? Bubur nggak papa, Zhe?", tawarnya.

"Aku tadi udah sarapan di kereta kok, Teh", sungkan Zhea.

"Loh kamu kan naik KRL. Emangnya ada yang jualan?"

Gadis itu bergumam singkat berusaha mencari alasan. "Aku bawa dari rumah", sahut Zhea cepat tidak berani menatap ke arah lawan bicaranya.

Alna menggeleng. "Nggak pinter bohong kamu tuh", ujarnya menyentil pipi Zhea.

Zhea meringis setelahnya. "Teteh nggak suka ya kalau kamu kaya gini. Suka nutupin sesuatu, kalau ada apa-apa itu ngomong Zhe, jangan di pendem sendiri. Nggak semua hal harus di selesein sendiri", omel Alna.

Zhea semakin meringis mendapati sindiran sepupu yang sudah ia anggap kakaknya sendiri itu.

"Yaudah makan dulu. Kamu mau ke lawson aja? Keburu laper, kan?", usul Alna karena melihat outlet yang berada di seberangnya sudah terbuka lebar.

"Ah aku nggak mau. Bubur aja nggak papa, Teh"

"Jauh tapi warungnya, nggak papa?", tanya Alna sekali lagi memastikan.

"Iya nggak papa. Kalau di situ menunya terlalu berat sepagi ini", jawab Zhea.

"Yaudah yuk", ajak Alna merangkul gadis yang tingginya sepantaran dengannya itu.

"Teh nggak papa emangnya kita sarapan dulu? Nggak telat nanti?"

"Enggak"

"Tapi...aku kok deg-degan ya, Teh"

"Di sana orangnya baik-baik kan?", lanjut Zhea bertanya yang dibalas anggukan dan senyum kecil Alna karena dirinya langsung paham yang dimaksud Zhea adalah tempat yang akan ia datangi untuk magang nanti.

"Kamu mau nginep berapa hari?"

"Semalem aja kayaknya, Teh. Mamah nanti kasihan"

"Ah iya ya..."

"Emangnya belum ada perubahan, Zhe?", lanjut Alna bertanya.

Keduanya berjalan ke luar stasiun, menuju taksi online yang sudah Alna pesan saat Zhea tiba.

...

Melihat lampu sensor koridor yang menyala, Alna menginstruksikan pada dua orang di sampingnya untuk segera berdiri setelah melihat arloji di tangan kirinya, perempuan itu sudah kelewat hafal dengan jam datang Abizar.

Suara sepatu yang berketuk seirama di lantai membuat detak jantung dua orang yang mengenakan setelan hitam putih itu berdetak sedikit di luar normal. Alna tersenyum ke-keduanya seolah mengerti perasaan Karina dan Zhea.

Office TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang