"Boleh... Aku mengusap perutmu?" Tanya Taeyong
Senyum diwajah Jaemin pudar, bola matanya bergerak gelisah saat Taeyong melontarkan pertanyaan itu. Tangannya mengepal menaha gejolak batinnya. Seolah hatinya ingin meledak saat ini.
Kenapa semua terasa seperti kebetulan?
"Ah jangan salah paham. Aku suka sekali mengusap perut Papa yang sedang hamil. Seperti aku ikut merasakan kebahagiaannya" Tutur Taeyong kemudian membuat Jaemin tersenyum simpul.
"Uhm ya silahkan Tuan" Jawab Jaemin tersenyum. Taeyong nampak terkejut tapi kemudian dia mengulum senyum.
Jemarinya yang mulai keriput, bergerak perlahan kemudian bertengger diperut Jaemin yang mulai membuncit dan mengusapinya pelan. Bibirnya lantas mengulum senyum.
"Semoga anakmu sehat didalam sini dan saat dia lahir dia membawa cinta untuk semua orang disekitarnya. Semoga kau jadi anak yang berbakti Sayang" Ucap Taeyong pada perut Jaemin dengan senyum.
Jaemin sekuat tenaga menahan ekspresi wajahnya agar tak menimbulkan kecurigaan bagi Taeyong. Dia hanya diam melihat pria itu beberapa kali mengusapi perutnya.
"Aku senang kau baik-baik saja dan sekarang sudah bahagia" Ucap Taeyong, dia menarik dirinya yang semula merunduk untuk mengusap perut Jaemin.
"Uhm maaf Tuan jika aku lancang. Bagaimana kabar Jeno?" Tanya Jaemin gugup.
"Hmm, dia baik-baik saja" Jawab Taeyong.
"Anaknya pasti sudah besar" Gumam Jaemin dengan senyum kecut.
"Belum..." Jawab Taeyong lirih, Jaemin lihat Papa mertuanya itu mengulum senyum kecut.
"Aku tak tahu apa yang terjadi dengan rumah tangga mereka. Terlihat tidak harmonis dan sampai saat ini, suaminya belum hamil juga" Jawab Taeyong lagi.
"Tuan, cucumu ada disini. Anda baru saja mengusapnya" Batin Jaemin pilu.
"Kau tidak bertemu Haechan?" Tanya Taeyong mengalihkan pembicaraan.
"Ah ya kami bertemu, tapi aku tidak berani bertanya tentang Jeno. Itu sudah bukan urusanku lagi" Sahut Jaemin tergagap membuat Taeyong mengangguk.
"Beruntung kau tidak menikah dengan Jeno, aku khawatir kau terbebani. Maaf atas tindakan suamiku waktu itu dan aku tak bisa berbuat apa-apa. Jujur saja, aku tidak terlalu perduli tentang siapa yang akan menjadi menantuku sebenarnya"
"Aku tahu Bubu adalah orang yang baik" Batin Jaemin lagi.
"Tapi aku senang melihat kau bahagia sekarang. Sekali lagi selamat ya"
"Terima kasih Tuan" Balas Jaemin.
"Sampai bertemu lagi, Jaemin. Jaga kandunganmu baik-baik" Tutur Taeyong lagi.
Setelahnya mereka berpisah, Jaemin sudah tak lagi sanggup menahan gejolak hatinya. Dia bergegas keluar dari swalayan dan masuk ke dalam mobilnya. Tangannya melempar tas kecil ke kursi disebelahnya dan menenggelamkan kepalanya pada kemudi.
Secara perlahan, isakkan itu berubah. Dia mulai sesenggukan dan pundaknya bergetar. Bahkan dia sampai kesulitan bernafas. Tangannya bergerak mengusap perutnya.
Hatinya tersentuh saat Taeyong mengusap perutnya dan memanjatkan doa untuk kandungannya. Mengingatnya lagi membuat hati Jaemin semakin teriris pilu.
Jaemin menarik dirinya dan menatapi perutnya. Tak perduli jika air mata sudah membasahi pipinya dan membuat wajahnya kacau.
"Aegi, kakekmu baru saja menyapamu sayang. Bagaimana? Kau suka?" Tanya Jaemin
"Maafkan Papa Aegi, itu mungkin adalah kasih sayang pertama dan terakhir kakekmu. Keluarga Daddy mungkin tidak bisa menerima kita sampai kapanpun" Isak Jaemin pilu.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF WE 🔞 [NOMIN]✓
Fanfiction(COMPLETED) WARN : BXB, M-PREG, MATURE CONTENTS. 🐶 "Aku akan mengubah rambutku berwarna hitam jika kita putus dan tidak akan pernah menggantinya sebelum aku move on" 🐰 "Aku tidak akan memotong rambutku jika kita putus, sampai aku melupakanmu" Upd...