Kupinang

1.3K 232 111
                                    

Dari judulnya aja sudah meresahkan...

EXCEL berlari menghampiri sesosok laki-laki yang sudah lama dirindukannya. Suasana bandara malam itu terlihat sangat ramai seperti biasanya. Dia langsung menghambur memeluk kakaknya, Edward, yang terakhir dilihatnya saat liburan setelah wisuda pascasarjananya setahun lalu.

Edward menyambut pelukan Excel hangat. Adiknya sekarang sudah setinggi dagunya, wajahnya sudah terlihat tegas dibanding saat masih SD dulu. Suaranya juga sudah berubah menunjukkan dirinya sudah remaja.

Edward mengacak rambut adiknya yang juga belakangan mengikuti warna rambutnya, cokelat terang. Modelnya sudah berubah dari spike, menjadi agak panjang dengan sebagian besar menutupi dahinya, namun tetap terlihat rapih seperti layaknya anak sekolahan.

Excel melepas pelukannya dan menatap kakaknya lekat-lekat. Kemeja abu muda yang lengannya disingsikan hingga siku, celana pantalon, membuatnya terlihat lebih dewasa. Excel juga melihat kakaknya itu malah semakin bening.

“Gimana perjalanannya, Ed?”

Edward melirik Papa dan Mamanya yang baru belakangan menghampirinya, keduluan oleh Excel yang memang langsung berlari begitu melihatnya. Dia tersenyum lembut sambil mencium tangan serta kedua pipi Papa dan Mamanya.

“Alhamdulillah lancar, Pah.”

Setelah sambutan penuh kerinduan itu, mereka langsung meluncur pulang ke rumah. Edward bercerita banyak hal tentang pengalamannya selama di Singapura. Excel juga tidak henti-hentinya menanyakan banyak hal kepadanya.

“Nanti kamu bisa mulai kerja bareng Papa di kantor.”

Papanya meliriknya dari balik spion. Edward tersenyum lembut sambil mengangguk pelan.

“Aku gak keberatan, Pah. Tapi kalau boleh, aku juga mau mengurusi workshopku.”

Edward teringat Hero miliknya. Dia sudah tidak sabar ingin jalan-jalan ke sana. Dia tahu sekarang tempat itu semakin berkembang. Meski berada di luar negeri, Edward tidak pernah berhenti menanyakan dan mengontrol usahanya itu. Syukur karena masih ada Bayu dan Andra yang dengan setia mengurusi tempat itu.

Papanya mengangguk pelan. Dia selalu tidak ingin mengatur anak-anaknya terlalu jauh.

“Temen kamu, yang si Arlan itu, udah balik juga?”

Edward mengangguk lagi. “Iya, Pah. Dari sejak minggu lalu.” ujar Edward.

Dia menyuruh Arlan duluan, karena masih harus menunggu surat resignnya di acc dari kantor.

Edward melirik ke luar jendela. Sudah cukup lama dia tidak melihat pemandangan kota kelahirannya ini. Kampusnya, bengkelnya, rumahnya dan teman-temannya, semuanya memenuhi kepala Edward untuk dipenuhi jatahnya.

***

Arlan sibuk mengutak-atik laptopnya mengurusi kerjaannya seharian saat Sonya kemudian mengetuk pintu kamarnya dan langsung berdiri tegap di sampingnya.

“Kak, gimana penampilanku.”

Arlan yang diperintah seperti itu langsung melirik adiknya yang sudah terlihat rapih mengenakan pakaian wisudanya untuk esok hari. Arlan tersenyum sambil mengangkat jempolnya. “Good.”

Sonya tersenyum puas sambil melepas topinya. “Kak Arlan katanya gak mau lanjutin kuliah doktor dulu, yah?”

Sonya mulai menyambar topik lainnya. Arlan masih berkutat dengan laptopnya. Mendengar pertanyaan itu dia hanya mengangguk pelan sambil berujar. “Iya.”

“Kenapa, kak?” Sonya tentu saja penasaran dengan hal itu. Di lingkungan mereka, laki-laki menuntut ilmu setinggi-tingginya tidak mendapat masalah atau pertentangan. Semua orang termasuk keluarga sangat mendukung.
Arlan menghentikan jari-jemarinya dari mengetik.

SENIOR NYEBELIN BANGET [END] YIBO X LISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang