Rea kembali bersekolah, badannya sudah agak sehat. Seperti biasa, Bevan menurunkannya di pinggir jalan hanya demi untuk menjemput Tania. Miris memang, berstatus istri tapi di perlakukan layaknya orang asing.
"Aduh." Rea tidak sengaja menabrak seseorang hingga membuat ia terjatuh.
"Lo kalau jalan-jalan lihat dong, kalau pacar gue kenapa-kenapa gimana?!" sentak Bevan.
"Bevan udah, aku nggak papa kok." Tania memegang lengan Bevan.
"Tapi dia udah nabrak kamu." Raut wajah Bevan terlihat tidak terima.
Rea berdiri dan menatap Tania. "Maaf kak, aku nggak sengaja."
"Makannya kalau punya mata pakek dong, percuma punya mata kalau nggak lo gunain!" Bevan menatap tajam Rea.
"Kamu nggak papa kan? Ada yang sakit? Mau ke uks?" tawar Tania.
"Kamu nggak usah perhatiin dia, dia yang salah." Nada suara Bevan terdengar tidak suka.
Rea tersenyum, rasanya sakit saat Bevan lebih membela Tania daripada dirinya. Ingin sekali Rea tertawa, tentu saja Bevan lebih berpihak pada Tania. Di mata Bevan Rea hanya orang asing, bukan seorang istri.
"Maaf udah nabrak pacar kakak." Rea menatap Bevan dengan sorot mata luka.
Entah kenapa saat melihat tatapan Rea hati Bevan agak sedikit sakit. "Kalau pacar gue kenapa-napa gue habisin lo!"
"Bevan udah, jangan marahin dia kasihan." Tania menatap Bevan.
"Dia pantes di marahin," ujar Bevan.
"Maafin pacar aku ya, kamu beneran gapapa kan?" tanya Tania.
"Aku gapapa kak," balas Rea.
'Bukannya aku harus terbiasa dengan luka,' lanjut Rea di dalam hati.
"Pergi sana lo, ngapain lo masih di sini!" sentak Bevan.
Rea langsung berlari pergi, tanpa di suruh pun Rea akan pergi. Untuk apa Rea terus-terusan menyiksa hatinya.
***
Rea pergi ke taman belakang sekolah dan duduk di kursi yang ada di sana. Rea menangis dan berusaha untuk mengeluarkan beban di hatinya. Rasanya sangat sakit saat dirinya pura-pura tidak mengenal Bevan.
'Aku emang nggak ada apa-apanya di banding kak Tania.' Rea menutup wajahnya mengunakan telapak tangan.
"Lo kenapa?" Terdengar suara Renald.
Rea buru-buru menghapus air matanya dan menatap Renald. "Aku gapapa kok."
"Boong, jujur sama gue lo kenapa?" Renald memegang bahu Rea.
"Aku beneran nggak papa Ren." Rea tersenyum walaupun jelas-jelas pipinya basah karena air mata.
"Nangis aja gapapa." Renald mengelus rambut Rea.
"Ren ... hiks." Rea kembali menutup wajahnya.
"Siapa sih yang buat lo nangis kayak gini?" Renald menatap sendu Rea.
Renald perlahan menarik Rea ke dalam pelukannya. Bohong jika Renald tidak tahu apa-apa, ia tahu segalanya. Bahkan Renald tahu jika Bevan masih berhubungan dengan Tania. Renald memejamkan matanya berusaha menahan gejolak di hatinya.
"Renald sakit." Rea terisak pelan.
'Iya Re, gue tahu hati lo sakit,' batin Renald.
"Nangis aja gapapa, tapi jangan lama-lama nangisnya." Renald menepuk pelan punggung Rea.
Rea melepas pelukannya. "Maaf."
"Maaf buat apa?" tanya Renald.
"Maaf udah nangis di depan kamu," balas Rea.
Renald terkekeh. "Nggak papa kalik, santai aja. Lo kan kakak ipar gue."
Rea berusaha untuk tersenyum. "Makasih adik ipar."
Renald tertawa dan menghapus air mata Rea. "Udah jangan nangis, entar tambah cantik. Hati gue nggak kuat entar lihatnya. Kalau gue jatuh cinta gimana?"
"Apa sih, ngaco kamu." Rea akhirnya tertawa.
Bersambung...
Bevan jahat atau nggak punya hati?
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Luka
General FictionTentang perjodohan dan juga luka. ~~~ Menikah dengan kakak kelas yang selama ini di cintainya sama sekali tidak membuat Rea bahagia. Rea pikir perjodohan itu akan membawa kebahagiaan untuknya, namun yang Rea dapat hanya luka dan luka. Lelaki itu ber...