•40•

52.9K 2.5K 232
                                    

Malam ini Rea lebih memilih tidur di lantai, ia tidak peduli dengan rasa dingin yang akan menggerogoti tubuhnya. Rea berusaha untuk memejamkan matanya.

"Woi bangun, tidur di atas." Bevan berjongkok di dekat Rea yang tidur dengan posisi memunggunginya.

"Nggak mau, nggak sudi." Rea masih memejamkan matanya.

"Gue bilang tidur di atas!" Nada suara Bevan terdengar tinggi.

Rea beranjak duduk. "Aku bilang nggak mau!"

Bevan tampak menghela nafas panjang, cowok itu menyentuh bahu Rea. "Ayo tidur di atas."

Rea menepis kasar tangan Bevan. "Nggak usah sentuh-sentuh, aku bukan cewek gampangan!"

Bevan berdecak pelan. "Kalau tidur di bawah entar lo sakit."

"Biarin, biar mati sekalian. Itu kan yang kakak mau?" Rea menatap sinis Bevan.

Bevan hanya diam, selang beberapa detik cowok itu berdiri dan mengangkat Rea ke dalam gendongannya. Bevan berjalan ke arah kasur dan meletakkan Rea di atas kasur.

"Nggak usah lancang!" Rea menampar pipi Bevan.

Bevan meringis pelan. "Lo nggak usah galak bisa nggak sih?!"

"Kakak pantes dapetin itu, sakit?" tanya Rea.

"Ya sakit lah!" balas Bevan sewot.

"Ya udah bagus, biar kakak tahu rasanya di sakitin!" Mata Rea mulai berair.

Bevan mendengus kesal. "Tidur."

"Mau tidur di bawah." Rea hendak turun dari kasur.

Bevan memegang kedua bahu Rea. "Nggak boleh."

Rea menepis tangan Bevan. "Nggak usah pegang-pegang."

"Lo nurut sama gue nggak usah ribet bisa kan?!" bentak Bevan.

Rea terkejut, selang beberapa detik ia tertawa sumbang. Seharusnya Rea tidak perlu terkejut dengan bentakan Bevan, karena Bevan sudah terbiasa membentaknya.

"Terserah." Rea menarik selimutnya dan memejamkan matanya.

Bevan menatap sudut mata Rea yang sedikit basah, bahkan detik itu juga satu tetes air mata lolos begitu saja. 'Sorry Re.'

***

Pukul 23:00, Rea merasakan kamarnya yang sedikit ribut. Tidur Rea terganggu, ia perlahan membuka matanya. Rea melihat Bagus, Bila, Renald, dan Bevan yang sedang tersenyum.

"Aku nggak ulang tahun." Rea menatap datar Renald yang sedang membawa kue ulang tahun.

Renald terkekeh. "Emang lo nggak ulang tahun, gue tahu kok."

"Happy anniversary sayang." Bila mengelus rambut Rea.

"Hah?" Kening Rea berkerut.

"Kamu nggak inget ya? Sekarang itu anniversary kamu sama Bevan yang ke dua bulan," jelas Bagus.

"Tapi, kak Bevan---" Rea menatap Bevan.

Bevan tersenyum dan mengelus rambut Rea. "Nanti aku jelasin, sekarang tiup lilin dulu."

"Ayo kakak ipar, tiup lilinnya. Nggak sabar nih gue pengen makan kue," canda Renald.

Rea tertawa pelan, ia dan Bevan lantas meniup lilin tersebut secara bersamaan. Setelah itu, mereka berdua memotong kue dan membagikannya kepada Bila, Bagus, dan Renald.

"Happy anniversary ya, Papa harap pernikahan kalian langgeng," ucap Bagus.

"Yang akur ya, jangan berantem terus. Mama sama Papa balik ke kamar dulu, kalian kalau masih ngobrol gapapa ngobrol aja," ujar Bila.

Bagus dan Bila keluar dari kamar, sekarang hanya tersisa Rea, Bevan, dan Renald.

"Sorry tadi udah bikin lo sedih, itu rencana kita buat bikin kejutan. Maafin ya, gue nggak ada maksud bikin lo nangis." Renald tersenyum lebar.

Rea mengangguk pelan. "Iya gapapa."

"Seriusan di maafin?!" Renald terlihat bahagia.

Rea akhirnya tersenyum. "Iya di maafin."

"Ya udah kalau gitu gue balik ke kamar dulu ya, biar lo bisa berduaan sama bang Bevan. Bye kakak ipar." Renald menepuk pelan pipi Rea.

Renald pergi keluar kamar, dia juga menutup pintu kamar. Sekarang hanya tersisa Bevan dan Rea. Kedua orang itu sama-sama diam membuat suasana menjadi hening.

Sebenarnya Bevan juga tidak tega mengerjai Rea, bahkan Bevan juga telah membuat Rea menangis karena berpura-pura sedang menelepon Tania. Jujur saja Bevan sudah tidak berhubungan lagi dengan Tania.

"Aku juga di maafin kan?" Bevan menatap lekat Rea.

"Nggak!" Rea membaringkan tubuhnya dan memunggungi Bevan.

Bevan ikut berbaring dan memeluk Rea dari belakang. "Kok gitu? Maafin lah."

"Lepasin!" Rea menyingkirkan tangan Bevan.

"Maafin dulu, masa Renald di maafin aku nggak." Kali ini pelukan Bevan lebih erat.

Rea tampak menghela nafas. "Hem."

"Hem apa? Di maafin?" tanya Bevan.

"Iya," balas Rea.

"Ya udah hadep sini dong." Bevan menarik Rea agar berbalik badan. "Cium dulu suaminya."

"Modus!" semprot Rea menbuat Bevan tertawa.

Bersambung...

Serpihan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang