Rea terlihat semakin dekat dengan Renald, makan malam kali ini Renald mengambilkan lauk untuk Rea. Rea tampak tersenyum, bahkan Bagus dan Bila juga ikut tersenyum. Tentu saja mereka senang jika Renald baik dengan kakak iparnya.
"Makan yang banyak kakak ipar." Renald tersenyum manis.
"Makasih Ren." Rea senang mendapatkan adik ipar yang baik seperti Renald.
Bagus mengacak pelan rambut Renald. "Anak papa baik banget sih, peduli banget sama kakak iparnya."
Renald menepuk dadanya dengan perasaan bangga. "Oh ya jelas, Renald kan baik hati dan tidak sombong. Sama satu lagi yang penting."
"Apa?" Bila menatap putra bungsunya.
"Setia dong Ma, ganteng doang suka mendua buat apa. Tendang aja Ma orang kayak gitu." Renald memakan makanannya dengan santai.
Bevan langsung tersedak, kata-kata Renald sangat menyindirnya. Rea memberi air minum kepada Bevan, sementara Bevan menerimanya dengan perasaan tidak suka. Bevan segera meminum air tersebut.
'Cih, sok baik.' Bevan melirik sinis Rea.
"Kakak gapapa?" Rea berusaha untuk tidak terlihat acuh di depan mertuanya.
"Hem." Bevan bergumam malas.
"Kamu kenapa Bevan, sampek keselek gitu?" tanya Bila.
"Gapapa Ma," balas Bevan.
"Hati-hati Bang makannya, bisa-bisa lo mati cuma gara-gara keselek. Jadi janda entar kakak ipar gue," ujar Renald.
"Heh omongannya," tegur Bagus.
Renald terkekeh. "Bercanda doang Pa, jangan di masukin ginjal ya Bang."
"Di masukin hati Ren bukan ginjal," ralat Rea.
Renald menyengir lebar. "Iya, itu maksud gue."
***
Karena kesal Bevan akhirnya pergi ke kamar duluan. Ucapan Renald benar-benar sangat menyindirnya. Bevan menatap sinis Rea yang baru saja masuk ke dalam kamar. Setelah menutup pintu Rea berjalan ke arah kasur.
"Seneng kan lo gue di jelek-jelekin sama Renald?" Sorot mata Bevan terlihat tajam.
Rea berhenti tepat di samping kasur. "Omongan Renald yang mana sih yang jelek-jelekin kakak?"
"Jelas-jelas Renald tadi nyindir gue!" Raut wajah Bevan terlihat marah.
Rea duduk di kasur dan hendak tidur. "Tapi yang di bilang Renald bener."
Bevan menarik rambut belakang Rea membuat gadis itu mendongak. "Maksud lo apa? Gue duain lo sama Tania? Sadar! Gue cuma cinta sama Tania, gue nggak cinta sama lo!"
Kepala Rea berdenyut nyeri. "Kak lepas ... Sakit."
"Makannya lo jangan berani sama gue!" sentak Bevan.
Bevan menghempaskan kepala Rea, mata Rea kembali berair. Untuk kesekian kalinya Rea menangis, rasanya sangat sakit saat di kasari oleh orang yang di cintainya. Dan bodohnya Rea, semakin dia berusaha membenci Bevan justru dia malah semakin mencintainya.
"Kak, bikin aku benci sama kakak." Rea menatap depan, sesekali ia menghapus air matanya.
"Nggak jelas lo!" Entah kenapa Bevan tidak suka Rea berbicara seperti itu.
"Kenapa aku nggak bisa benci sama kakak?" Rea menatap Bevan dengan pipi yang basah.
"Tidur, udah malem." Bevan lebih memilih membaringkan tubuhnya.
Rea akhirnya tidur dengan posisi membelakangi Bevan. 'Kenapa kisah cinta aku harus kayak gini ... hiks."
"Tidur, udah jangan nangis." Nada suara Bevan terdengar rendah.
Rea memejamkan matanya dan berusaha untuk tidur. Selang sepuluh menit Bevan mencondongkan tubuhnya ke arah Rea. Cowok itu mengelus pelan rambut Rea, sebenarnya ia tidak bermaksud memarahi Rea. Tapi setiap melihat wajah Rea, Bevan selalu ingin menyakiti gadis itu.
"Sorry." Bevan bergumam pelan dan menghapus air mata Rea secara perlahan agar dia tidak terbangun.
Bersambung...
Tebak kalau di suruh milih Bevan lebih milih Rea atau Tania?
Mau bilang apa ke Renald yang telah menjadi adik ipar yang baik?
Tahu ngk kenapa part nya pendek? Biar yang baca ketagihan😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Luka
General FictionTentang perjodohan dan juga luka. ~~~ Menikah dengan kakak kelas yang selama ini di cintainya sama sekali tidak membuat Rea bahagia. Rea pikir perjodohan itu akan membawa kebahagiaan untuknya, namun yang Rea dapat hanya luka dan luka. Lelaki itu ber...