•21•

56.5K 3.3K 194
                                    

Double up, janji ya bakal komen yang greget❤💛💚

~~~


Semenjak kejadian itu Rea berubah menjadi pendiam, ia benar-benar menepati ucapannya dan telah membenci Bevan. Makan malam kali ini, Renald merasa ada yang aneh dengan Rea.

"Heh kok ngelamun? Di makan sayang." Bila mengelus rambut Rea.

"Iya Ma," balas Rea.

"Lo kenapa? Sakit?" Renald menempelkan punggung tangannya di kening Rea.

Rea menurunkan tangan Renald. "Aku nggak papa Ren."

"Modus mulu kamu Ren," ucap Bagus.

"Cuma mau mastiin Pa, Rea sakit atau nggak," balas Renald.

"Ma ... Pa ..." Rea menjeda ucapannya. "Aku udah inget kalau suami aku itu kak Bevan bukan Renald."

Bila terlihat senang. "Beneran? Bagus dong?"

Tentu saja Rea tidak akan mengatakan jika dirinya pura-pura amnesia. Bevan menatap Rea yang kini juga sedang menatapnya, raut wajah Rea terlihat datar.

Tidak ada senyuman di wajah Rea, sorot mata cinta yang biasa ia tujukan untuk Bevan kini sudah tiada. Rea langsung memutus kontak mata itu dan kembali melanjutkan makannya.

'Apa dia bener-bener bakal benci gue? Kenapa mendadak gue secemas ini?' Bevan meneguk ludahnya kasar.

"Papa juga ikut seneng loh dengernya. Itu tandanya kamu bisa balik lagi tidur sama Bevan kan," ujar Bagus.

"Yah kecewa, nggak bisa tidur sama Rea." Renald pura-pura menghela nafas.

"Ini bocah satu modus mulu, kamu mau papa jodohin sama janda kembang." Bagus menatap Renald tak habis pikir.

Renald mendelik kesal. "Tega banget."

"Katanya janda lebih berpengalaman loh Ren," canda Bila.

"Papa aja yang suruh nikah sama janda," ucap Renald yang langsung membuat Bila melotot.

'Biasanya dia selalu ketawa kalau Renald bercanda, kenapa sekarang nggak?' Bevan menatap wajah Rea yang masih terlihat datar

***

Bevan kini telah berada di kamarnya, perubahan Rea berhasil membuat perasaan Bevan kalut. Selang beberapa detik Rea memasuki kamar. Setelah menutup pintu kamar Rea berjalan ke arah kasur.

"Mau ngapain?" Bevan menatap Rea yang mengambil bantal.

Rea menghiraukan ucapan Bevan dan meletakkan bantalnya di lantai.

"Heh jangan tidur di bawah," ujar Bevan.

"Berisik!" sentak Rea.

Bevan terkesiap, hatinya sedikit terasa sakit saat Rea membentaknya. "Jangan tidur di bawah, entar lo sakit."

"Udah diem, kalau nggak di ajak ngmong jangan ngomong." Rea perlahan tidur di lantai dan membelakangi Bevan.

Bevan perlahan menghampiri Rea dan berjongkok, lelaki itu perlahan menyentuh bahu Rea. "Rea ..."

"Nggak usah pegang-pegang." Rea menepis tangan Bevan.

Bevan terhenyak, Rea benar-benar telah berubah. Bahkan nada suara gadis itu terdengar sangat dingin. Bevan berpikir apakah Rea benar-benar akan membenci dirinya, yang jelas perubahan Rea membuat hati Bevan mengganjal.

"Heh lo jangan berani sama gue, lo tuh cewek---"

Rea beranjak duduk dan menatap Bevan. "Apa? Gampangan? Rendahan? Sebutin! Sebutin semua!"

Bevan terdiam seribu bahasa. Kata-kata kasar itu tak sanggup lagi keluar dari mulutnya.

"Dasar monster! Nggak punya hati! Yang rendahan itu kakak, cuma cowok rendahan yang bisanya cuma nyakitin cewek!" Rea meluapkan amarahnya.

Hati Bevan bergetar. "Sorry."

"Sorry buat apa? Nggak guna! Pergi, jangan deket-deket aku," ucap Rea dengan nada dingin.

***

Keesokan harinya Rea lebih memilih berangkat ke sekolah bersama Renald. Kali ini Bevan tidak bisa memaksa Rea dan mengeluarkan kata-kata kasarnya.

"Ren ayo berangkat." Rea menggandeng tangan Renald.

Renald menatap Bevan yang tampak diam. "Re, lo nggak mau berangkat bareng bang Bevan?"

"Nggak, aku maunya bareng kamu. Kalau kamu nggak mau ke sekolah bareng aku ya udah aku jalan kaki aja!" Rea tampak marah.

Renald terkejut. "Eh nggak kok. Gue mau berangkat bareng lo."

Bevan menahan tangan Rea, kali ini tatapan Bevan terlihat teduh. "Berangkat bareng gue ya."

Rea tersenyum miring. "Mau pura-pura sok baik? Kakak pikir aku sudi berangkat bareng kakak? Nggak!"

Bevan perlahan melepaskan tangan Rea, dengan mata kepalanya sendiri Bevan melihat Rea berangkat ke sekolah bersama dengan Renald. Bahkan Rea melingkarkan tangannya ke pinggang Renald.

'Kenapa setiap ngelihat mata dia gue ngerasa bersalah? Apa gue bener-bener udah keterlaluan?' Bevan mengacak rambutnya frustasi.

"Kenapa hati gue panas gini ngelihat dia ke sekolah bareng Renald," gumam Bevan.

Bersambung...

Habis ini mau ujian, maklumin ya kalau up nya lama😁

Serpihan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang