•36•

49K 2.4K 67
                                    

Pagi ini setelah sarapan Bevan dan Rea berjalan beriringan keluar rumah, kedua orang itu sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Renald tiba-tiba berjalan melewati Bevan dan Rea.

"Gimana Ra? Iya bentar lagi gue jemput." Renald menempelkan ponselnya di telinga.

“.....”

"Iya kok, gapapa." Renald terus berbicara di ponselnya.

“.....”

"Tungguin aja, ini gue mau berangkat." Renald mematikan ponselnya.

Rea dan Bevan saling tatap, kedua orang itu bertanya-tanya apa mungkin Renald sudah mempunyai pacar.

"Renald teleponan sama pacarnya kak?" tanya Rea.

"Nggak tahu," balas Bevan.

"Ren!" panggil Rea.

Renald berhenti dan berbalik badan. "Apa Re?"

"Kamu habis teleponan sama siapa? Sama pacar ya?" Rea tersenyum menatap Renald.

"Gue habis teleponan sama ..." Renald menggantung ucapannya.

"Siapa?" Bukannya ingin tahu, tapi Bevan sudah terlanjur penasaran.

"Kepo!" Renald langsung berlari begitu saja.

Bevan berdecak pelan sementara Rea menggeleng tak habis pikir. Kedua orang itu kini sudah sampai di teras, Rea duduk di salah satu kursi untuk memakai kaos kaki nya.

Bevan duduk di samping Rea, cowok itu memakai kaos kaki dan sepatu dengan sangat cepat. Bevan berjongkok di depan Rea yang hendak mengikat tali sepatunya.

"Biar aku aja." Bevan mengambil alih tali sepatu Rea.

Kening Rea berkerut. "Aku?"

"Iya aku-kamu biar makin romantis, kenapa? Nggak boleh?" Bevan tersenyum sambil menatap Rea.

Rea menggeleng dengan kedua pipi yang memerah. "Gapapa."

"Udah selesai nih." Bevan baru saja selesai mengikat tali sepatu Rea.

Rea tersenyum. "Makasih kak."

Bevan masih berjongkok dengan tatapan tertuju pada Rea. "Makasih doang, kiss nya mana?"

"Apa sih kak?!" Rea mendorong pelan wajah Bevan membuat lelaki itu tertawa.

Rea berdiri membuat Bevan ikut berdiri, Bevan merangkul Rea dan berjalan ke arah mobil. Sesekali Bevan menarik pelan pipi Rea membuat raut wajah Rea tertekuk kesal.

"Kamu makin hari pipi kamu makin tembem ya." Bevan kembali menarik pipi Rea.

Rea menepis tangan Bevan. "Pipi aku nggak tembem, pipi kakak tuh yang tembem."

Bevan tertawa geli. "Dih, ya kalik pipi cowok tembem nggak ada cewek yang mau lah entar."

"Emang aku jelek ya kalau pipi aku tembem?" Rea menatap lekat Bevan.

"Ya nggak lah, makin gemes malah. Jadi pengen cium." Bevan memajukan bibirnya membuat Rea menjauhkan wajahnya.

"Kok kakak jadi berubah manja gini sih?" Rea mendorong pelan wajah Bevan.

"Tuh kan, manja salah, galak makin di salahin. Serba salah mulu hidup aku, ngambek nih." Bevan memalingkan wajahnya.

"Ngambekan kayak cewek." Rea mencium pipi Bevan membuat jantung cowok itu berdebar.

'Kenapa gue deg-degan gini sih?' batin Bevan.

***

Bevan memarkirkan mobilnya di parkiran sekolah, cowok itu turun dan memutari mobil lalu membukakan pintu untuk Rea. Rea turun dari mobil dan menunduk malu.

"Kak, aku bisa buka pintu sendiri tahu," ucap Rea dengan suara pelan.

Bevan menutup pintu mobil dan mengenggam tangan Rea. "Kamu kan tuan putri aku, harus di bukain lah."

"Kak, udah ih jangan gombal mulu." Jantung Rea selalu tidak aman saat Bevan menggombalinya.

"Ya udah ayo, aku anterin ke kelas." Bevan menarik pelan tangan Rea.

Rea menggeleng pelan. "Aku bisa sendiri kak."

"Nurut bisa kan? Mau aku cium di sini kalau nggak mau nurut." Tatapan Bevan terlihat tajam.

"Iya iya, ya udah ayo." Rea akhirnya menurut.

Bevan dan Rea berjalan beriringan di koridor, para gadis hanya menatap Rea. Tidak ada kata-kata buruk yang keluar dari mulut mereka, tentu saja mereka takut dengan ancaman Bevan.

'Makasih udah mau nerima aku kak, aku sangat bahagia.' Rea tersenyum tipis.

Hidup Rea yang kemarin penuh luka kini telah hilang dan tergantikan dengan kebahagiaan dan senyum manis yang terukir di bibirnya.

Bersambung...

Rea udh bahagia, mau sampek sini aja atau di lanjut?

Semangat ngetik komen nya😁

Serpihan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang