Walaupun Rea sudah sedikit baik dengan Bevan, bukan berarti Rea telah memaafkan cowok itu. Nyatanya Rea masih bersikap jutek saat Bevan mendekatinya.
"Lagi bahas apa nih, ikutan dong." Bevan bergabung dengan Rea dan Renald.
"Nggak usah sok akrab!" Jelas sekali raut wajah Rea terlihat tidak suka.
"Lah emang akrab, Renald kan adek gue." Bevan merangkul Renald. "Iya kan?"
Renald tertawa garing, ia bingung bagaimana cara menanggapinya. "Iya."
"Kita pindah ke teras aja yuk Ren." Rea menarik pelan tangan Renald.
Renald menggigit bibir bawahnya berusaha untuk mencari alasan. "Jangan Re, kan udah malem. Dingin, mending di sini aja."
"Ya udah lah, aku mau balik ke kamar aja," ujar Rea.
Rea hendak berdiri, tapi tangannya di tarik oleh Bevan. Mau tidak mau Rea kembali duduk di atas karpet berbulu. Rea berdecak pelan dan menarik tangannya.
Bevan justru malah tersenyum saat tangan Rea lepas dari genggamannya. Bevan tahu Rea masih marah, dan ia sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu.
"Nggak usah jutek gitu mukanya, makin cantik entar." Bevan tersenyum geli.
"Nggak usah muji-muji, gue nggak suka!" sewot Rea.
Renald tertawa saat Rea menggunakan gaya bicara lo-gue pada Bevan. "Lah, bisa ngomong lo-gue juga ternyata."
"Diem Ren, nggak usah ikut-ikutan." Rea terlihat semakin kesal.
"Tahu nih, bocil aja sok-sokan ngomong pakek lo-gue." Bevan mengacak gemas rambut Rea.
"Apa sih, berantakan tahu!" Rea menepis tangan Bevan.
"Mau di rapiin nggak," tawar Bevan.
"Nggak," tolak Rea.
Renald terkekeh pelan. "Udah Bang, jangan di baperin terus. Kasihan anak orang, entar dia nggak bisa tidur."
Rea semakin membrengut sebal, semakin lama Bevan semakin menyebalkan saja, di tambah lagi Renald kini juga ikut-ikutan. Rea mengajak mengobrol Renald tentang tugas sekolah.
Dan kini Bevan hanya diam memperhatikan mereka berdua. Rea memang sengaja mengajar mengobrol Renald agar Bevan merasa bosan dan pergi.
"Kita kan ada pr gambar peta, kamu udah?" Rea menatap Renald.
'Kamu ya? Kenapa gue nggak terima gini sih? Kenapa gue jadi iri sama Renald?' batin Bevan.
"Udah sih, gambar peta doang mah gampang." Renald tersenyum lebar, cowok itu memang sangat suka sekali menggambar.
"Mau gue gambarin?" Bevan menatap Rea yang terlihat enggan menatapnya.
"Nggak perlu, udah sana pergi. Nggak guna juga di sini," usir Rea.
Bevan mengangguk dan tersenyum. "Sorry ya udah ganggu waktu lo sama Renald."
Bevan berdiri dan melenggang pergi, Rea menatap punggung Bevan yang mulai menjauh. Entah kenapa dada Rea terasa sesak saat melihat senyum Bevan, cowok itu terlihat seperti sakit hati.
"Lo masih marah sama bang Bevan?" Renald menatap lekat Rea.
"Menurut kamu?" Rea menatap datar Renald.
Renald memeluk lututnya dan menghela nafas panjang. "Lo kelihatan marah, dan lo emang pantes ngelakuin itu. Gue ngerti perasaan lo."
"Sulit buat aku nerima semua ini Ren." Rea menunduk menatap perutnya yang kini masih rata.
"Hei udah jangan nangis." Renald mengusap pelan pipi Rea yang basah.
"Setelah semua yang dia lakuin nggak mungkin semua selesai dengan kata maaf kan?" Rea menatap Renald dengan mata yang berair.
"Iya." Renald tidak tahu harus berkata apa lagi.
Rea tiba-tiba memeluk Renald, ia terisak pelan. Renald awalnya terkejut, tapi ia mengelus punggung Rea dan berusaha untuk memenangkan Rea.
Renald tahu, usia Rea terlalu muda untuk menjadi calon seorang ibu. Banyak gadis yang mencoba bunuh diri hanya karena hamil, dan banyak juga gadis yang dengan tega menggugurkan kandungannya.
"Lo nerima bayi itu aja gue udah seneng banget Re, gue tahu lo kuat." Renald mengelus rambut belakang Rea.
"Aku bakal maafin dia, tapi nggak sekarang," ucap Rea.
"Gue tahu lo masih cinta sama Bang Bevan, kasih dia kesempatan Re." Renald mengurai pelukannya.
"Aku takut Ren, aku takut terluka lagi." Rea menunduk dengan air mata yang berjatuhan.
"Gue yang bakal jamin, gue bakal kasih pelajaran dia kalau dia nyakitin lo lagi." Renald mengangkat dagu Rea.
Rea tersenyum. "Aku bakal coba nerima dia lagi."
"Udah sekarang jangan nangis, entar cantiknya kakak ipar ilang." Renald mengusap air mata Rea.
Dari kejauhan Bevan menatap Rea dan Renald. Rea terlihat bahagia saat bersama dengan Renald, tidak seperti ketika bersama dengan dirinya. Bevan tertawa hambar dan memalingkan wajahnya.
'Gue akan lepasin lo Re, mungkin kebahagiaan lo adalah Renald.' Bevan mengusap sudut matanya yang sedikit berair.
Bersambung...
Setuju nggak kalau Bevan lepasin Rea?
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Luka
General FictionTentang perjodohan dan juga luka. ~~~ Menikah dengan kakak kelas yang selama ini di cintainya sama sekali tidak membuat Rea bahagia. Rea pikir perjodohan itu akan membawa kebahagiaan untuknya, namun yang Rea dapat hanya luka dan luka. Lelaki itu ber...