Tentang perjodohan dan juga luka.
~~~
Menikah dengan kakak kelas yang selama ini di cintainya sama sekali tidak membuat Rea bahagia. Rea pikir perjodohan itu akan membawa kebahagiaan untuknya, namun yang Rea dapat hanya luka dan luka.
Lelaki itu ber...
Pagi ini Rea sarapan bersama dengan Bevan dan keluarganya. Papa dan mama Bevan sangat baik padanya. Begitupun dengan Renald, cowok itu sangat manis dan juga sangat ramah. Dan tentunya tidak seperti Bevan.
"Jadi gue manggil lo apa nih? Rea atau kakak ipar?" Renald tersenyum manis dengan tatapan yang tertuju pada Rea.
Rea terkekeh. "Panggil nama aja, kan kita seumuran."
"Panggil sayang boleh?" Renald mengedipkan salah satu matanya.
"Heh adek, itu kan istri abang kamu," ujar Mama Bevan dan Renald yang bernama Bila.
"Tahu, main serobot aja." Suami Bila yang bernama Bagus terkekeh.
"Elah, ham hem ham hem mulu lo bang kayak Nisa sabyan. Sama lo gini juga nggak Re?" Renald menatap Rea.
"Nggak kok, kak Bevan baik." Rea tersenyum lebar.
Renald mengangguk pelan kemudian melanjutkan sarapannya. Bevan yang mendengar ucapan Rea sangat ingin berdecih, cowok itu tersenyum sinis. Rea memejamkan matanya kala dirinya merasa tidak enak badan.
'Tahan Rea jangan mual, aku harus makan sarapan ini biar mereka nggak curiga,' batin Rea.
"Semalem kalian tidur bareng kan, jangan-jangan salah satu di antara kalian ada yang tidur di bawah." Mata Bagus memicing curiga.
"Nggak kok Pa." Bevan berusaha untuk terlihat biasa saja.
"Bevan pasti seneng lah bisa tidur sama gadis secantik Rea," ujar Bila membuat Rea tersenyum.
'Cih, cantikan juga Tania,' batin Bevan.
***
Rea benar-benar merasa tidak enak badan mungkin karena efek semalam gara-gara tidur di lantai. Bevan tiba-tiba menyalakan lampu sein dan menepikan mobilnya. Rea menatap bingung Bevan saat cowok itu menghentikan mobilnya.
"Kak, kenapa berhenti?" tanya Rea.
"Turun!" perintah Bevan.
"Tapi kak---"
Bevan menatap tajam Rea. "Turun, gue mau jemput Tania."
"Kak please, jangan hari ini. Aku lagi nggak enak badan kak." Jelas sekali wajah Rea terlihat pucat.
Bevan berdecak pelan. "Nggak usah banyak drama lo, cepet turun!"
"Kak, aku nggak bohong." Rea berkata jujur, dirinya memang benar-benar tidak enak badan.
"Turun sekarang juga, denger nggak lo!" sentak Bevan.
Rea akhirnya turun dari mobil, setelah itu mobil Bevan pergi meninggalkannya. Rea tersenyum masam, rasanya sakit sekali. Bukan fisiknya yang sakit, melainkan hatinya.
'Jadi kak Tania lebih penting.' Setetes air mata Rea jatuh begitu saja.
***
Bevan berjalan di koridor sambil menggandeng tangan Tania. Cowok itu tampak tersenyum, tentu saja dia merasa senang saat berada di dekat pacarnya. Bevan mencintai Tania, gadis polos yang berhasil membuatnya jatuh cinta.
"Kemaren Tania nyoba bikin kue loh." Tania tersenyum lebar.
"Oh ya? Pasti enak banget deh kue buatan kamu." Bevan menatap Tania dengan senyum manisnya.
"Kuenya gosong, Tania gagal bikin kue." Gadis berambut sebahu itu tampak cemberut.
"Nggak papa, kan nanti bisa belajar lagi. Aku yakin kamu pasti biasa," ucap Bevan.
"Tapi Tania nggak bisa masak, padahal pengen banget masakin kamu." Raut wajah Tania terlihat sedih.
"Nggak perlu masakin aku, di cintai sama kamu aja aku udah seneng kok." Bevan terkekeh dan mengacak pelan rambut Tania.
Tania tersenyum lebar. "Kalau gitu Tania cinta kamu banyak-banyak."
***
Rea sedaritadi terus melihat Bevan dan Tania dari kejauhan. Bevan terlihat begitu menyayangi Tania membuat dada Rea kembali merasa sesak, ternyata mencintai itu sesakit ini.
"Mending aku kelas aja deh." Rea berusaha untuk tersenyum.
Rea tiba-tiba merasa pusing, ia berjongkok berharap rasa pusingnya akan hilang. Renald yang tak sengaja lewat langsung menghampiri Rea dan ikut berjongkok.
"Rea lo kenapa?" Renald menatap wajah Rea yang terlihat pucat.
"Aku nggak papa Ren." Rea berusaha untuk terlihat baik-baik saja, selang beberapa detik gadis itu tiba-tiba pingsan.
Bersambung...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.