Kasih love dulu dong sebelum baca ❤💛💚
~~~
Kini Rea sedang berjalan beriringan dengan Renald di koridor. Soal Tania, gadis itu sudah tidak terlihat di sekolah. Terdengar rumor jika Tania pindah sekolah, tapi tidak ada yang tahu dia pindah kemana.
"Re, denger-denger Tania pindah sekolah," ujar Renald.
Rea menatap lurus ke depan. "Aku nggak peduli Ren."
Renald menatap ragu Rea. "Apa lo tahu kejadian Bang Bevan sama Tania waktu di gudang?"
"Ren ... Aku nggak mau bahas itu." Nada suara Rea terdengar memohon.
Renald tampak menghela nafas, tapi kemudian dia tersenyum. "Oke, gue nggak bahas dia lagi. Tapi lo senyum dong."
"Nih, udah senyum." Rea tersenyum sangat manis.
Renald terlihat senang. "Lo cantik banget kalau senyum ... Kakak ipar."
Senyum Rea luntur kala mendengar kata kakak ipar, tentu saja itu mengingatkannya pada Bevan. Rea tahu jika statusnya saat ini adalah istri Bevan dan juga kakak ipar Renald.
Tapi untuk saat ini, Rea sudah tidak peduli lagi dengan Bevan. Rea tersentak kaget kala ada seseorang yang menabrak bahu Renald, beruntung saja Rea memegangi tubuh Renald membuat cowok itu tidak jadi terjatuh.
"Kalau jalan bisa pakek mata kan?!" Rea menatap tajam orang di depannya, pelakunya adalah Bevan.
Bevan tertegun saat Rea membentaknya. "Sorry, gue tadi buru-buru."
"Lain kali kalau jalan gunain matanya! Sumbangin aja matanya kalau nggak guna!" Rea terlihat sangat marah.
Renald memegang tangan Rea. "Hei udah jangan marah, Bang Bevan kan nggak sengaja."
"Tetep aja dia salah Ren, kamu jangan diem aja. Jangan mentang-mentang kamu adiknya dia bisa semena-mena sama kamu," ucap Rea.
Bevan perlahan mengalihkan pandangannya pada Renald. "Sorry Ren, gue udah nabrak lo."
Renald tersenyum. "Gapapa kok bang."
"Kalau sampek Renald kenapa-kenapa gimana? Cuma mau bilang sorry, nggak guna. Buat apa hidup kalau bisanya cuma nyakitin orang!" ketus Rea.
Rea menatap Bevan dengan tatapan yang dingin dan menusuk. Bevan terdiam, matanya tidak sedikitpun beralih. Fokusnya saat ini hanya kepada Rea, gadis itu tampak sekali membencinya.
Bevan tidak menyangka jika Rea semarah ini padanya, bahkan gadis itu bersikap seakan-akan dia tidak mengenal Bevan. Entah kenapa hati Bevan terasa sakit melihat Rea seperti itu.
"Iya, gue yang salah." Bevan yang biasanya marah-marah kini hanya bisa menatap sepatunya.
"Emang, kan situ yang nabrak. Mau nyalahin Renald? Nggak sadar diri." Ucapan Rea terdengar sangat menusuk.
"Sorry ya Bang, nggak usah di ambil hati ucapannya Rea." Renald menatap Bevan dengan perasaan tidak enak.
Bevan menatap Renald. "Iya gapapa."
"Nggak usah minta maaf dia yang salah," ujar Rea.
Bevan tampak menghela nafas. "Sekali lagi sorry udah nabrak lo, lo gapapa kan Ren?"
"Nggak usah sok peduli!" Rea menggandeng tangan Renald. "Ayo Ren kita pergi."
Rea menarik pelan tangan Renald, Renald yang bingung pun akhirnya hanya mengikuti langkah Rea. Bevan perlahan berbalik badan, ia bisa melihat jelas Rea yang sedang menggandeng tangan Renald.
Kedua orang itu perlahan menghilang dari pandangan Bevan. Bevan menepi dan bersandar pada dinding. Rasanya sangat sakit saat Rea lebih membela Renald daripada dirinya.
'Sekarang gue ngerti gimana sakitnya lo waktu gue lebih milih belain Tania daripada lo,' batin Bevan.
***
Rea dan Renald kini berada di kelas, suasana di kelas masih sepi dan hanya ada mereka berdua. Renald merasa ada aura yang mencekam saat berada di dekat Rea.
"Re, lo tadi keliatan nyeremin tahu nggak." Renald tertawa berusaha untuk bercanda dengan Rea.
Rea menatap Renald. "Apa aku salah?"
"Hah?" Renald masih tidak mengerti.
"Apa aku jahat udah marahin dia? Apa aku kelihatan jahat di mata kamu? Jawab Ren," desak Rea.
Renald menggeleng cepat. "Nggak, gue nggak bilang kalau lo jahat."
Rea tiba-tiba menangis dan menatap ke arah depan. "Aku nggak suka sama dia. Kalau dia nyakitin aku aku juga berhak nyakitin dia kan ... hiks."
Renald merangkul Rea dari samping berusaha untuk menenangkan gadis itu. "Hei udah jangan nangis."
Rea menangis sesenggukan, rasa sesak, takut, marah, kecewa kini bercampur menjadi satu. Rea tidaklah jahat, Bevan duluan yang telah menyakitinya. Rea hanya manusia biasa yang memiliki batas kesabaran.
"Renald aku takut." Rea terisak pelan.
"Jangan takut, kan ada gue." Hati Renald terasa sakit saat melihat Rea begitu rapuh dan terluka.
'Aku takut hamil Ren, gimana sama masa depan aku?' Kata-kata itu hanya sanggup terucap di dalam hati.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Luka
Tiểu Thuyết ChungTentang perjodohan dan juga luka. ~~~ Menikah dengan kakak kelas yang selama ini di cintainya sama sekali tidak membuat Rea bahagia. Rea pikir perjodohan itu akan membawa kebahagiaan untuknya, namun yang Rea dapat hanya luka dan luka. Lelaki itu ber...