Hari demi hari berlalu, usia kandungan Rea telah mencapai sembilan bulan. Saat ini Rea sedang berada di ruang bersalin dan di temani oleh Bevan.
"Ayo Bu dorong lagi." Dokter memberi instruksi kepada Rea.
"Ayo Re, kamu pasti kuat." Bevan menggenggam erat tangan Rea.
"Kak, sakit ..." Rasa lelah dan sakit bercampur menjadi satu, Rea masih terlalu muda untuk melahirkan.
"Ayo Bu dorong sedikit lagi," ucap sang dokter.
Bevan mengusap kening Rea yang berkeringat. "Kamu pasti bisa lewatin ini semua."
Rea tersenyum. "Aku bakal berusaha yang terbaik kak."
Rea berusaha untuk mendorong bayi itu lebih kuat agar cepat keluar, Bevan bisa melihat dengan jelas raut wajah Rea yang tampak lelah. Rea terlalu muda untuk menjadi seorang ibu.
Bevan mengelus rambut Rea, rasanya tidak tega ketika melihat Rea kesakitan. Selang beberapa menit bayi Rea keluar membuat suara tangisan bayi kini memenuhi ruangan.
"Selamat, anak kalian perempuan." Dokter tersebut menatap Rea dan Bevan.
"Kak, anak kita udah lahir." Rea tersenyum menatap Bevan.
"Iya." Bevan mengelus pipi Rea.
***
Bayi Bevan dan Rea sudah selesai di bersihkan, bahkan bayi itu sudah selesai di adzani. Bagus, Bila, Renald, dan kedua orang tua Rea begitu merasa bahagia.
"Imut ya." Mama Rea menatap bayi yang ada di gendongan Bevan.
"Nggak nyangka sekarang kita udah punya cucu Ma," ucap Papa Rea.
"Mukanya mirip sama gue Bang." Renald mengelus pipi bayi itu menggunakan jari telunjuk.
"Apaan! Ya nggak lah, jelas-jelas mirip sama gue. Orang gue bapaknya!" sewot Bevan.
"Bercanda Bang, sewot amat," ucap Renald.
"Kamu ini Ren ngelawak aja kerjaannya, masa anak Bevan mirip sama kamu," ujar Bagus tak habis pikir.
"Cantik ya, mirip Rea. Kalau matanya mirip Bevan." Bila memperhatikan bayi itu.
Mama Rea menghampiri putrinya yang sedang duduk, Rea masih terlihat lemas. Mama Rea duduk di samping Rea, wanita paruh baya itu memeluk Rea dari samping.
"Maaf ya, gara-gara perjodohan itu kamu harus jadi ibu di usia muda." Mama Rea terlihat merasa bersalah.
Rea tersenyum. "Gapapa Ma, aku bahagia."
"Anak Papa kan hebat, kamu pasti bisa nglewatin ini semua." Papa Rea mengelus rambut Rea.
Bevan berjalan menghampiri Rea. "Kamu mau gendong anak kita nggak?"
Rea mengangguk dan terlihat antusias. "Mau kak."
Bevan perlahan menyerahkan anaknya ke Rea. "Cantik ya, mau di kasih nama siapa?"
Rea menatap bayi yang sudah berada di gendongannya. "Azkia, bagus nggak?"
Bevan tersenyum dan mengangguk pelan. "Bagus kok."
***
Bevan kini berada di kamar, berusaha untuk menenangkan Azkia yang sedaritadi rewel dan terus menangis. Bevan tidak menyangka, ia pikir mengurus bayi sangatlah mudah tapi ternyata tidak.
"Kia cantik, udah ya jangan nangis." Bevan menimang Azkia.
Azkia terus menangis, sampai Bevan di buat bingung olehnya. "Hei udah jangan nangis, Kia mau apa?"
Selang beberapa detik Bevan mencium bau tidak sedap. "Loh, Kia pup ya?"
Rea baru saja keluar dari kamar mandi. "Kenapa kak?"
Bevan menatap Rea. "Kia pup di baju aku."
Rea mengambil alih Azkia dari gendongan Bevan. "Maaf ya kak, baju kakak jadi kotor. Kalau kakak mau marah marahin aku aja, jangan Kia."
Bevan mengelus rambut Rea. "Kok ngomongnya gitu? Aku nggak marah. Bentar ya, aku ganti baju dulu."
Rea mengangguk pelan, Bevan pergi ke kamar mandi untuk mengganti bajunya. Rea berjalan ke arah kasur dan mengganti popok Azkia.
Setelah selesai Rea kembali menggendong Azkia, bayi cantik itu tampak tenang dan tak lagi menangis. Rea tersenyum dan mengelus pipi Azkia.
"Kia cantik banget sih, anak siapa coba? Anak Mama dong," ujar Rea.
"Anak aku juga lah, masa anak kamu doang." Bevan yang baru saja datang langsung duduk di samping Rea.
"Iya, anak kita berdua," ucap Rea.
"Oh iya, walaupun homeschooling kamu tetep bisa ikut ujian kenaikan kelas. Jadi kamu nggak perlu ngulang kelas sebelas lagi," ujar Bevan.
Rea tersenyum. "Aku seneng bisa sekolah lagi. Apalagi habis ini aku bakal pindah sekolah, aku bisa mulai semuanya dari awal."
"Renald juga bakal pindah, nanti ada orang yang bakal jagain kamu." Bevan memainkan tangan Azkia.
"Terus Nara?" tanya Rea.
"Ya LDR lah, biarin aja biar tahu rasa," balas Bevan.
Tidak lama kemudian pintu kamar terbuka, Renald tiba-tiba datang dan berseru heboh membuat kamar menjadi ramai. Bevan menatap jengah Renald.
"Woi Bang, gue juga pengen ketemu ponakan gue!" seru Renald.
"Jangan, anak gue sawan entar." Bevan menatap Renald suka.
Renald melotot. "Lo pikir gue setan, gue boleh kan Re gendong Kia?"
"Boleh kok." Rea tersenyum dan menyerahkan Azkia pada Renald.
"Tuh Bang contoh Rea, dia baik nggak kayak lo ... Nggak punya akhlak." Renald menatap Azkia yang kini berada di gendongannya.
Bevan berdecak pelan. "Makannya punya anak sendiri, biar nggak ganggu anak orang."
"Yok Re, bikin anak sama gue," canda Renald.
Bevan menunjukkan kepalan tangannya. "Mau masuk rumah sakit atau kuburan?"
"Bercanda elah, gue udah punya Nara." Raut wajah Renald tertekuk kesal.
~Selesai~
Udah end ya, ngk ada season 2. Makasih yang udah mau baca kisah Bevan & Rea dari awal sampai akhir❤💛💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Luka
General FictionTentang perjodohan dan juga luka. ~~~ Menikah dengan kakak kelas yang selama ini di cintainya sama sekali tidak membuat Rea bahagia. Rea pikir perjodohan itu akan membawa kebahagiaan untuknya, namun yang Rea dapat hanya luka dan luka. Lelaki itu ber...