•25•

66.6K 3K 128
                                    

Rea hanya diam di kamar, ia sama sekali tidak keluar bahkan untuk makan sekalipun. Bila sudah mencoba membujuk Rea untuk makan, tapi usahanya gagal. Kini Rea hanya duduk di atas kasur dengan tatapan kosong.

'Apa aku nggak berhak sekolah kayak yang lain? Aku juga pengen kayak yang lain, aku mau nikmatin masa muda aku.' Tak terasa air mata Rea kembali menetes.

"Aku tahu bayi ini ada karena kesalahan, tapi bukan berarti aku harus benci bayi ini kan?' Rea perlahan mengelus perutnya.

Bevan berdiri di depan kamar Rea sembari membawa nampan yang berisi makanan dan juga minuman. Bevan memberanikan diri untuk masuk ke dalam kamar.

"Rea, gue bawain makanan buat lo," ucap Bevan.

Tatapan Rea berubah menjadi tajam. "Gue nggak butuh, pergi!"

Bevan menatap lekat Rea. "Re jangan gini, lo harus makan."

"Gue nggak mau makan, lo ngerti nggak sih!" sentak Rea.

Bevan bersikeras untuk meminta Rea makan. Bevan duduk di pinggir Rea, ia terkejut saat Rea menepis nampan yang ia bawa membuat makanan dan minuman itu berserakan di lantai.

"Re!" Nada suara Bevan meninggi.

"Apa?!" Rea sudah tidak takut lagi dengan Bevan.

"Lo kenapa jadi berubah gini sih?" Nada suara Bevan terdengar lemah.

Rea tertawa hambar. "Berubah? Gue berubah kayak gini juga gara-gara lo!"

"Udah cukup Re, semuanya udah kejadian. Nggak ada gunanya lo marah kayak gini," ujar Bevan.

"Gampang banget lo ngomong kayak gitu? Terus maksud lo apa? Lo nyuruh gue buat lupain semuanya? Cowok nggak guna lo!" Rea terlihat semakin marah.

Bevan berdiri, emosinya kini mulai terpancing. "Gue suami lo, gue pantes ngelakuin itu."

Rea terkekeh bersamaan dengan air matanya yang turun. "Iya, lo emang suami gue. Lo pantes ngelakuin itu, tapi apa pantes lo buat gue hamil hanya gara-gara lo benci sama gue?"

Suara Rea terdengar sangat lemah, ia mengatakan hal itu dengan isakan kecil yang keluar dari bibirnya. Demi apapun hati Bevan terasa sakit saat melihat Rea seperti itu, ia merasa tidak tega.

Lagi-lagi Bevan di kuasai oleh emosi dan melupakan fakta jika dirinyalah yang salah. Bevan mengepalkan tangannya, ia selalu saja membuat Rea terluka. Rea mengusap air matanya dan perlahan turun dari kasur.

"Maaf Re." Untuk kesekian kalinya, hanya itu yang mampu Bevan katakan.

"Lo inget nggak? Lo ngelakuin itu karena lo nggak terima putus sama kak Tania. Gue udah bilang kan gue nggak ngomong apapun ke kak Tania." Sorot mata Rea terlihat terluka.

Bevan berusaha menahan gejolak di hatinya. "Harusnya gue nggak ngelakuin itu kan? gue udah keterlaluan."

"Sekarang lo udah merasa hebat bisa ngelakuin hal itu tanpa cinta? Lo inget waktu gue nangis dan mohon-mohon ke lo? Hati lo dimana kak?" Dengan tangan yang bergetar Rea menyentuh pipi Bevan.

"Kak please, jangan lakuin itu kak. Kak jangan ... hiks." Suara Rea waktu itu terputar jelas di otak Bevan.

"Maaf Re, gue tahu gue bren*sek. Harusnya gue nggak bertindak sejauh itu," sesal Bevan.

Bevan menggenggam tangan Rea yang menyentuh pipinya, Rea menarik tangannya. Detik itu juga Rea menampar Bevan dengan sangat kencang membuat wajah cowok itu tertoleh ke samping.

Bevan pantas mendapatkan itu, cowok itu tidak punya hati. Lelaki rendahan mana yang tega melakukan hal itu kepada istrinya demi wanita lain. Ingat, Bevan melakukan hal itu karena tidak terima telah putus dengan Tania.

"Gue sadar kak, gue terlalu berharga buat mencintai cowok sampah kayak lo." Rea pergi meninggalkan Bevan.

***

Rea pergi ke taman belakang rumah, ia menangis sesenggukan. Setelah menampar Bevan, Rea sama sekali tidak senang. Hati Rea justru malah terluka.

Bohong jika Rea sudah tidak memiliki perasaan lagi kepada cowok itu, nyatanya Rea masih mencintai Bevan. Katakanlah Rea bodoh, ia tetap mencintai cowok tak tahu diri itu.

'Kamu yang udah nyakitin aku duluan kak, jadi apa salah kalau aku nyakitin kamu,' batin Rea.

"Rea ..." Renald datang sambil membawa sepiring makanan.

Rea menghapus air matanya. "Renald, kamu ngapain di sini?"

Renald duduk di samping Rea. "Gue bawain lo makanan, lo harus makan."

"Aku nggak laper Ren." Rea menatap lurus ke depan.

"Iya, lo nggak laper. Tapi ponakan gue pasti laper kan, dia butuh makan," ucap Renald.

Rea menatap sendu Renald. "Ren, aku nggak mau hamil."

"Hei, jangan ngomong kayak gitu. Malaikat kecil yang ada di perut lo, dia sama sekali nggak salah. Sekarang jawab gue, apa menurut lo dia yang salah?" tanya Renald.

Rea menggeleng pelan, Renald benar bayinya sama sekali tidak salah. Renald tersenyum dan mengelus pelan rambut Rea. Cowok itu juga menghapus sisa-sisa air mata Rea.

"Makasih udah baik sama aku Ren," ucap Rea.

Renald terkekeh. "Gue kan adik ipar lo."

'Walaupun gue cinta sama lo, gue nggak bisa milikin lo,' lanjut Renald di dalam hati.

Rea mulai tersenyum. "Iya, makasih adik ipar."

"Sekarang kakak Rea makan dong, adek Renald yang suapin," ujar Renald.

Rea tertawa dan perlahan membuka mulutnya, hanya Renald yang berhasil membuat Rea menutut.

"Kalau kayak gini dedek Renald kan jadi seneng," ucap Renald.

"Geli Ren," balas Rea membuat Renald tertawa.

Bersambung...

Sebenernya Bevan ngk salah bikin Rea hamil, yang salah itu caranya.

Cewek mana yang mau di gituin sama cowok cuma gara-gara cowoknya pengen bales dendam😌

Soal Renald, wajar dia deket sama Rea. Waktu Bevan nyakitin Rea siapa yang selalu ada buat Rea?





Serpihan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang