Awal Teror (part 18)

2.6K 177 6
                                    

Part 18
Awal teror

Setelah kami mendengarkan cerita dari Mak Ijah, kami pulang ke rumah dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di kepala masing-masing.

Hari sudah semakin sore, sebentar lagi adzan magrib akan berkumandang. Jalanan didesa masih rame seperti biasanya. Anak-anak muda masih pada nongkrong dipinggir jalan.

Nanda dan Santi segera menyiapkan untuk makan malam. Sedangkan aku dan Bang Bayu segera bersiap untuk sholat magrib terlebih dulu.

Selesai sholat magrib, kami makan malam bersama. Ada kebisuan diantara kami semua, suasana seperti tidak enak kurasa.

"Nanda, mau gak lanjutin sekolahnya?" sengaja kupecahkan kebisuan diantara kami.

"Gak ah, Kak, aku malu," jawabnya.

"Kenapa malu, sayang? Gak usah malu, nanti kalau kamu mau sekolah lagi, kami akan membiayai sekolahmu. Ya kan, Yang?" tanyaku langsung pada Bang Bayu.

"Iya, kalau mau kita semua ke kota dan akan menetap di sana," ucap Bang Bayu.

"Lalu, bagaimana dengan rumah ini, Bang?" tanya Santi pula.

"Rumah ini bisa kita jual, dan kita bisa memulai hidup baru di kota," jawab Bang Bayu.

Saat kami sedang bercerita, dan Bang Bayu berniat menjual rumah ini, ada suara gaduh di samping rumah.

Kami sangat terkejut, dan segera berhambur keluar dari pintu dapur. Entah kenapa, kami semua menuju samping halaman.

Tempat pemandian jenazah yang dari besi itu, bekas memandikan jenazah Ibu, lupa Bang Bayu kembalikan ke Surau. Tempat mandi jenazah itu tergeletak di tanah, seperti ada seseorang yang membanting.

"Astagfirullah ...." serentak kami mengucapkan istigfar.

"Kamu sih, Yang, lupa nganternya ke Surau," ucapku.

"Iya, maaf, aku lupa," jawabnya.

Kami berempat pun turun menghampiri tempat itu, dan mengangkatnya bersama-sama.

"Besok di antar, Yang, jangan sampai lupa lagi."

"Iya, besok kuantar," jawab Bang Bayu.

"Santi, Nanda, besok baju-baju Ibu kita sedekahkan pada warga, ya. Pahalanya buat Ibu."

"Iya, Kak. Tapi, apakah warga mau menerimanya?" tanya Santi.

"Insha Allah, pasti mereka mau," jawabku.

Kami pun kembali ke dalam rumah untuk melanjutkan makan malam kami yang tertunda.

Saat berada di depan pintu dapur yang langsung menuju meja makan, kami terhenyak kaget. Bagaimana tidak, semua makanan sudah tak karu-karuan. Berhamburan kemana-mana.

"Astagfirullah ... siapa lagi yang berantakin semuanya," ucapku.

Kami langsung menghampiri meja makan, berniat membersihkan kekacauan itu.

Lagi-lagi, kami menemukan kejadian aneh. Semua makanan itu penuh dengan lendir. Piring, mangkok, gelas, dan apapun yang ada di atas meja, penuh dengan lendir yang menjijikan.

"Ya Allah, apa semua ini?"

Dengan penuh rasa jijik dan keheranan, kami membersihkan semuanya. Apakah yang terjadi sebenarnya? Mungkinkah kejdian ini sama saat aku pertama kali datang ke sini?

Setelah selesai, kami duduk bersama di ruang tamu. Membahas langkah selanjutnya untuk masa depan kelak.

"Bang, apakah abang masih sayang dengan kami yang tidak jelas pasti siapa bapaknya?" tanya Santi tiba-tiba.

Mertuaku SandahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang