Tentang Saroh (part 13)

2.6K 180 10
                                    

Aa Gugun langsung masuk ke kamar untuk menemui bayi kami. Dia terlihat sangat senang, digendong dan diciumnya bayi itu. Namun, tak berapa lama, gawainya berdering. Diletakkannya kembali Bayu kecil di ranjang. udengarkan percakapannya di balik pintu kamar. Ada rasa teriris dalam hati, saat kutahu siapa yang menelepon.

Ternyata dia sudah menikah siri dengan selingkuhannya tanpa persetujuanku. Gejolak hati yang bergemuruh, telah membuat pikiran buntu. Dengan tidak memikirkan lagi sebab akibat, aku akan melakukan hal yang tak masuk akal.

Aku ... harus mendapatkan suamiku kembali. Tak ada seorang pun yang bisa mendapatkannya. Semua ini demi kebahagiaan anak-anakku kelak. Aa Gugun tak boleh memiliki wanita selain diriku.

"Roh, buatkan teh hangat dan makanan. Aku udah lapar, nih!" teriaknya dari dalam kamar.

Aku yang berada di balik pintu kamar, buru-buru menuju dapur. Aa Gugun tidak boleh tahu kalau aku telah mengintipnya. Aku berpura-pura tidak tahu dengan pernikahan sirinya.

"Iya, Aa. Ini juga lagi bikin tehnya," jawabku.

Dulu, waktu aku masih kecil, Nenek pernah bercerita bagaimana caranya supaya suami tidak lari ke pelukan wanita lain. Saat ini, akan aku praktikkan apa yang pernah nenekku bilang. Tanpa peduli dengan akibat yang akan kuterima nanti.

Celana dalam yang sedang kupakai, kini kulepas, dan kurendam di air rebusan teh tanpa sepengetahuan Aa Gugun. Setelah itu, tanpa merasa berdosa, kuberikan teh hangat itu kepada Aa Gugun.

"Aa, ayo ke sini. Teh dan nasi gorengnya sudah siap!" teriakku dari dapur. Tak berapa lama, Aa Gugun datang bersama si kecil Bayu yang ada dalam gendongannya.

Bayu kecil diserahkan padaku. Dia mulai menikmati nasi goreng dan teh hangat yang telah kusediakan. Dengan tersenyum, kuperhatikan Aa Gugun begitu menikmati sekali apa yang telah kusediakan.

"Bagaimana rasanya, Aa?" tanyaku padanya.

"Nikmat sekali, Roh. Kamu mulai pandai ya memasak," ucapnya.

"Kalau Aa bersedia, tinggal di desa ini aja. Bisnis di kota biar serahkan kepada adik-adikmu," ucapku lagi.

"Tidak, Roh, aku tetap harus ke kota. Aku di sini hanya dua atau tiga malam saja. Sangat penting pekerjaan itu untukku," balasnya.

Aku hanya mampu terdiam, tidak bisa berbuat banyak. Mungkin, gadis sundal di kota itu telah lebih dulu memakai guna-guna untuk menguasai suamiku.

Ah, aku tak mau kalah dengannya. Sundal itu hanya ingin menikmati kekayaan suamiku saja, dan aku tak akan membiarkannya!

Mulai saat itulah, aku selalu memberikan air rendaman celana dalamku untuk Aa Gugun agar dia bertekuk lutut. Karena, aku hanya memiliki dua tiga hari saja.

***
Pagi yang cerah, saat tengah sarapan, Aa Gugun mengatakan ingin sekali makan rendang daging sapi. Entah kenapa, hari ini dia menginginkan masakan itu.

"Roh, aku hari ini pengen makan daging. Tolong beli di pasar dan masakin rendang daging sapi kesukaanku."

"Iya, Aa. Jaga Bayu, ya. Aku ke pasar dulu beli daging."

"Aku mau ke tempat Bang Rohmat. Kamu bawa aja Bayu ke pasar," ucapnya yang membuatku naik pitam.

Namun, amarah itu tetap kutahan. Apakah Aa Gugun tidak berpikir, kalau usia Bayu baru empat hari? Dia memerintahku seolah tidak tahu kalau aku baru melahirkan.

Tanpa persetujuanku, dia langsung pergi menuju rumah Bang Rohmat. Aku hanya mampu menghela napas dengan kasar.
Bagaimana bisa aku membawa si kecil Bayu ke pasar? Dia masih bayi empat hari. Tiba-tiba, terlintas di benakku. Sesuatu yang bisa kuberikan kepada Aa Gugun tanpa harus beli ke pasar lagi.

Kugali tanah, di mana tempat tembuni Bayu dikubur. Sampai kutemukan sebuah kendi kecil tempat tembuni itu.

Kuangkat dan membuka kendi itu, terlihat seonggok daging terbungkus kain putih di dalamnya. Tembuni itu masih terlihat fresh, karena sebelumnya sudah dicuci dan dilumuri dengan banyak garam.

Segera kubawa kendi itu menuju dapur. Tidak lupa kututup kembali bekas galian agar tidak ada yang curiga.

Kucuci kembali tembuni itu dan kupotong kecil-kecil layaknya sebuah daging. Kuberi bumbu dan rempah-rempah, kumasak sedemikian rupa agar bentuk dan rasanya seperti daging. Tak berapa lama, olahan daging tembuni-ku pun sudah siap untuk dihidangkan.

Setelah selesai, aku mempercantik diri dan juga siap memberikan ASI untuk bayiku. Selang beberapa jam, Aa Gugun datang. Karena hari sudah siang, dia pun meminta segera menyiapkan makanan. Dengan senang hati, aku segera menyiapkan masakan yang sudah kuolah tadi.

"Aa, ayo, sini makan. Udah siap, nih!" teriakku dari dapur.

Dengan wajah senyum, dia duduk di meja makan. Aku kira, dia tersenyum karena senang dengan pelayananku yang begitu cepat. Ternyata aku salah, rupanya dia sedang teleponan dengan istri sirinya.

Hati ini tercabik. Marah dan emosi rasanya sudah tak terbendung lagi. Namun, aku tetap berusaha untuk sabar menghadapinya.

"Aa, mau dibikinkan kopi atau teh?" tanyaku.

"Terserah," jawabnya asal tanpa menghiraukanku.

Aku pun menyeduh kopi yang dia suka. Tanpa dia sadari, kucampur beberapa tetes darah nifas ke dalam kopi itu. Toh, dia tidak melihat saat kulepas pembalut dari celana dalam, karena sedang asyik teleponan dengan sundal kota.

"Aa, makan dulu. Nanti lagi teleponannya," ucapku berusaha sabar. Dia pun mengakhiri pembicaraannya di telepon dan mulai memakan masakan yang telah kuhidangkan.

"Hm ... wangi sekali, Roh, masakanmu. Kayaknya enak banget, nih," ucapnya.

"Dimakan aja dulu," sahutku. Dia pun mulai mencicipi rendang daging tembuni yang kuhidangkan.

"Wah ... enak sekali, Roh. Lebih enak dari masakan Suzan" ucapnya tanpa sadar.

Oh ... ternyata sundal itu bernama Suzan, gumamku dalam hati. Aku hanya bergidik, menyaksikannya memakan rendang tembuni itu.

"Kamu enggak ikut makan, Roh?"

"Engga, Aa. Udah kenyang. Tadi, aku duluan makan karena laper banget," kilahku berbohong.

"Ya udah. Aku habiskan aja, ya!"

Aku mengangguk. Perut mendadak mual. Rasa ingin muntah melihatnya makan, kutahan. Namun, benda yang ingin keluar dari dalam perut ini, tak mau berkompromi.

Aku pun berlari menuju kamar mandi untuk memuntahkan semua isi perut. Semua isi perutku kini keluar sudah, menahan jijik.

"Kenapa kamu, Roh?" Tiba-tiba, Aa Gugun sudah berada di depan pintu kamar mandi.

.

Mertuaku SandahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang